Pelukan Pertama

4.1K 262 9
                                    


"Kok bisa sih Gafi mau-maunya boncengin cewek burik kaya si Zein?!."

"Gak tau diri emang si Zein!."

"Gila!!! Parah!!! Kok bisa?! Cantikan gue kemana-mana!."

"Kecewa gue sama Gafi, kok mau maunya aja sama si Zein, mendingan gue kemana-mana yakan?!!."

"Eh, menurut lo cantikan si Zein apa si Emeli?."

"Ya Emeli lah bego!."

"Kalo menurut gue sih, si Zein. Tu anak cuman kurang perawatan doang sebenernya."

"Apaan sih lo! Si Zein tuh burik dari sana nya. Ya kalo udah burik mah burik kali!!!."

Aku menutup mataku sejenak saat bisik-bisik itu kembali terngiang di telingaku.

Pelajaran terakhir baru saja di mulai. Bu Rima tidak datang, beliau hanya memberi tugas soal yang wajib di kumpulkan pulang sekolah nanti.

Aku mulai menghitung rumus-rumus, menulikan telingaku saat suara bisik-bisik meminta contekan hinggap di gendang telingaku.

Ku lirik Zalfa yang terlihat bingung, "Nyontek aja ke gue."

Wajah Zalfa berbinar, "Beneran??."

"Iya." Jawabku seraya kembali mengisi soal-soal selanjutnya.

"Zei."

"Hm?." Gumamku masih fokus mengerjakan soal.

"Lo jangan dengerin omongan orang lain yang ngatain lo jelek ya?."

Aku tertegun sebentar, perkataan Zalfa mengingatkan ku ke kejadian di kantin tadi.

Brakkk

Kepalan tangan menggebrak meja di hadapanku dengan mulus. Aku tersentak kaget, begitupun dengan Gafi.

"Gak punya malu lo ya?!."

"Mel, kenapa sih?." Gafi berdiri, menyerngit bingung melihat tingkah Emeli yang tiba-tiba datang menggebrak meja.

"Kenapa? Kamu tanya kenapa?."

"Ngapain kemarin kamu bonceng si Zein?!." Telunjuk Emeli menunjuk tepat ke wajahku.

Aku mundur satu langkah saat Emeli meraih mangkuk cabai. Aku tau apa yang akan Emeli lakukan, apalagi kalau bukan untuk mengguyurku.

Byurrr

Cabai yang ada di mangkuk itu sempurna mengalir di baju seragamku. Keributan kembali terjadi. Aku kira dengan menyepakati perjanjian bodoh waktu itu, hidupku akan kembali tenang. Namun tidak, semuanya berbanding terbalik. Tidak sesuai dengan ekspetasi yang ku harapkan.

"Cewek ganjen kaya lo pantes dapetin ini semua!." Ucap Emeli lalu pergi begitu saja dengan menyeret Gafi.

Aku tertunduk, siswi-siswi yang tadi duduk tenang di mejanya masing-masing kini membuat lingkaran disekelilingku dan mencibir tentang kejadian tadi.

Tanpa disadari air mataku mengalir bersamaan dengan datangnya orang yang langsung menarik ku keluar dari kerumunan.

Aku tidak berani mendongak untuk melihat siapa yang sedang menarik tanganku untuk ikut dengannya ke halaman belakang sekolah.

Aku masih tertunduk walaupun sekarang aku sudah sampai di halaman belakang sekolah dan jauh dari keramaian.

"Pake hoodie gue, jangan di lepas sampai pulang."

Aku tidak kaget dengan suara itu. Feeling ku tidak meleset, cowok yang menarik ku dari keramaian tadi ternyata memang benar Geri.

"Cengeng banget lo." Gumamnya seraya melepas hoodie yang dikenakannya.

Aku masih tidak bersuara. Sampai akhirnya Geri mendengus, lalu membantuku memakai hoodie nya.

"Pulang sekolah gue tunggu di parkiran."

Ku anggukan kepalaku tanpa berani menatap wajahnya. Bukannya apa-apa, aku hanya tidak ingin Geri melihat mata sembabku.

"Gu—."

"Kalau gue peluk boleh gak?." Potongku cepat. Gila! Entah keberanian darimana aku bisa mengatakan permintaan selancang itu.

Untuk saat ini aku tidak bisa berpikir jernih. Saat ini aku butuh.. pelukan?.

Shit! Tapi kenapa harus Geri, kenapa bukan Zalfa saja.

Geri terdiam sembari memandangku.

Damn! Kenapa aku jadi selancang itu.
Aku tau jawab Geri. Jawabnya pasti tidak.

Oke, sepertinya aku harus segera pergi dari sini.

Baru saja aku ingin melangkahkan kakiku, tangan Geri langsung menarik lenganku. Tanpa mengatakan apa-apa cowok itu langsung merengkuh tubuhku. Mendekapnya erat. Sangat erat.

********

Karena diantara kalian ada yang minta aku up, so aku up sekarang. Ya walaupun sebenernya bukan jadwal untuk up.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang