Tamu?

3.9K 223 6
                                    

Hal pertama yang kulakukan adalah melempar tas ke sembarang arah. Lalu menidurkan tubuhku di atas kasur.

Wajah Gafi terus terbayang di benakku. Sial! Ternyata dia benar-benar tampan, sama seperti Geri.

Aku berdecak, lalu bangkit menegakkan tubuh seraya mengacak rambut. Kalo begini caranya Gafi bisa membuatku gila. Satu hal yang paling ku benci adalah menyukai lelaki kasar.

Oke, aku sadar mengatakan bahwa sekarang aku telah menyukainya. Ini memang gila, namun kenyataannya seperti itu. Seberapa kasar pun perlakuan Gafi rasanya susah sekali untuk ku benci.

Drttt drttt

Suara notifikasi Ig membuat lamunanku buyar. Ku kerutkan keningku saat melihat nama Gafi Raifal Hangga tertera di atas layar.

Tunggu.

Gafi? Demi apa Gafi?!.

Entah dorongan darimana mulutku langsung tersenyum lebar. Aku tidak menyangka orang seperti Gafi mau-maunya saja memfollow ig ku.

Baiklah, mulai hari ini aku dengan bangganya mengumumkan bahwa aku memang menyukai Gafi. Entah sejak kapan dan kenapa, karena aku lupa dan tidak mau tau alasannya.

Sebelum aku menekan tombol follback, aku sengaja menscroll dulu postingan-postingan Gafi. "Emeli." Gumamku saat melihat postingan  foto-foto Emeli di Instagramnya.

Satu yang menarik perhatianku untuk segera melihatnya. Foto dimana Gafi dan Emeli duduk berdampingan. Emeli mengenakan baju adat, sedangkan Gafi mengenakan Jas hitam. Terdengar perfect dan serasi.

Aku akui Emeli memang cantik. Siswi kelas XI yang menjadi bidadari sekolah, mempunyai tubuh tinggi, putih, wajah blasteran dan seorang model. Kurang apalagi dia.

Jika dibandingkan denganku jelas aku kalah. Mana mungkin aku terlihat perfect dengan orang yang bahkan nyaris sempurna. Dan Gafi.. tidak mungkin suka dengan orang sepertiku.

Jadi harus kah aku kekeh untuk menyukai Gafi setelah melihat Emeli?

Kurasa tidak, sepertinya aku harus mengubur dalam-dalam perasaanku pada Gafi yang baru saja ku akui beberapa menit yang lalu.

******

Tidak banyak pekerjaan yang kulakukan saat hari libur. Biasanya aku akan terbangun lebih siang dari biasanya, turun ke bawah hanya untuk sarapan lalu masuk lagi ke dalam kamar.

Aku menutup lemari es setelah mengambil susu. Duduk di kursi meja makan seraya menuangkan susu ke dalam sereal.

"Zei?." Suara bunda terdengar dari arah tangga. Aku mendongak untuk menatapnya.

"Bunda gak pergi ke rs?."

"Nggak, masa mau ada tamu bunda ke Rs." Jawab bunda seraya duduk di sampingku.

Aku menyerngit, "Tamu? Siapa?." Bukannya jawaban yang ku dapatkan, bunda malah tersenyum ambigu menatapku.

"Kenapa sih bunda." Gumam ku pelan.

Suara bel terdengar. Aku menatap bunda, menanyakan apakah yang di luar adalah tamu yang bunda maksud.

"Kayanya iya." Jawab bunda seolah tau arti tatapanku.

Sebelum bunda beranjak, aku segera beranjak duluan dari kursi dan melangkah ke arah pintu utama. "Biar Zein aja bun yang buka."

Aku melangkah cepat, lalu membuka pintu perlahan. Wajah cantik Tante Hanum menyambutku. Aku tersenyum seraya menyalimi tangannya.

"Pagi sayang." Ucapnya seraya tersenyum hangat dan mencium pipiku sebelum melenggang masuk ke dalam.

Saat pintu baru saja akan ku tutup, tiba-tiba seseorang menahannya dari arah luar. Aku sedikit terkejut saat pintu kembali terbuka lebar dan menampilkan wajah tampan Geri.

"Geri?." Gumam ku pelan, sangat pelan.

Geri menatapku datar. Meraih tanganku yang masih memegang knop pintu, lalu masuk dan menutup pintu dengan tangan kanannya yang masih menggenggam tanganku.

Hey? Apa-apa dia?!

"Kamar lo dimana?." Tanyanya membuatku sepontan melepaskan genggamannya di tanganku.

Sejujurnya aku masih tertegun dengan sikap Geri. Dan apa tadi katanya? Kamar? Mau apa dia menanyakan kamarku.

"Kamar gue?." Tanyaku memastikan bahwa pendengaran ku tadi salah.

"Iya."

"Ma-mau apa?." Tanyaku sedikit gugup. Jelas aku gugup, kalian yang ada diposisi ku pun pasti akan merasakan hal yang sama.

Ku dengar Geri mendengus, lalu merogoh sesuatu di saku celana jeans-nya.

Aku semakin menatap Geri bingung, saat cowok itu malah menyodorkan ku Vape.

"Gue belum ngevape dari kemarin. Bunda gamau liat gue ngepave, gue harap lo tau maksud gue." Ucapnya lalu melangkah begitu saja melewatiku.

"What the—."

"Gak usah ngumpat." Ucapnya seraya menyeretku untuk ikut dengannya ke lantai atas.

*******

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang