Siapa yang mengecewakan siapa

2.8K 191 30
                                    

Dalam keadaan seperti ini otakku disuruh bekerja. Aku masih bertanya-tanya tentang masa kecilku yang tidak ku ingat. Aku masih ingin disini bersama Gafi. Menanyakan semua hal yang mengganjal dipikiran ku, karena aku yakin Gafi mempunyai jawabannya.

Tapi sekarang aku harus mengesampingkan itu semua. Aku harus segera mengejar Geri. Menjelaskan bahwa yang dia lihat tidak seperti yang dia pikirkan.

Nafasku berderu tidak teratur karena berlari mengejar Geri. Aku pikir Geri akan pergi ke rumah dan menungguku disana untuk menjelaskan ini semua. Namun dugaan ku salah. Geri pergi, bersama seorang wanita yang waktu itu mencium Geri di gudras.

Jujur aku kecewa, karena ternyata Geri datang bersama perempuan itu. Perempuan yang pernah mencium Geri tepat dihadapan ku. Walaupun yang berhak kecewa disini adalah Geri, karena aku memeluk Gafi di hadapannya. Tapi aku juga berhak kecewa bukan?.

Pertama, aku kecewa karena Geri merahasiakan sesuatu yang sangat penting bagiku. Kedua, aku kecewa karena Geri tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan. Dan ketiga, aku kecewa karena Geri pergi bersama perempuan itu. Entah apa hubungan mereka, namun sepertinya mereka sangat dekat.

Seperti dihimpit batu besar, rasanya dadaku sesak. Tanpa sadar aku kembali mengeluarkan air mata. Aku meremas rok seragamku kuat. Mataku tak lepas dari tikungan yang membuat Geri dan perempuan itu hilang dari pandanganku.

Hubunganku dan Geri belum terhitung satu hari, namun satu masalah tiba-tiba menggoyahkan hubungan kita. Aku tidak tau harus apa sekarang. Saat ini aku hanya ingin menangis. Meluapkan semua emosiku dengan menangis.

"Non Zein?."

Suara dari belakang membuatku sedikit tersentak. Dengan cepat aku menghapus air mataku dan berbalik.

Bi Nining terlihat khawatir. Wanita paruh baya itu segera mendekat, lalu memelukku cepat. Seperti seorang ibu yang menenangkan putrinya.

"Non Zein kenapa nangis?" Bi Nining bertanya seraya mengelus punggungku.

Aku tidak menjawab, aku hanya balas memeluk Bi Nining.

"Kita masuk ya Non. Non harus segera makan, kata den Geri kemarin Non gak makan."

"Geri yang nyuruh bibi?" tanyaku cepat.

"Iya non, tadi sebelum pergi den Geri nyuruh bibi anterin makanan ke kamar non."

Tanpa sadar aku tersenyum kecil. Syukurlah, setidaknya dalam keadaan marah Geri masih sempat memperhatikanku.

Aku mengangguk mengiyakan untuk masuk ke dalam. Setelah di dalam, aku segera masuk ke kamar. Tak lama Bi Nining menyusul membawakan nampan berisi makanan.

Aku memalingkan wajah ke arah jendela. Aku tidak ingin Bi Nining melihat mataku. Ya walaupun mungkin ia sudah tau aku menangis. Tapi setidaknya Bi Nining tidak melihat mata sembabku.

"Non, kalau mau Non bisa cerita sama Bibi." terlihat Bi Nining terdiam sebentar, "Atau gini aja. Non mau bantu bibi bikin cake? Supaya non gak terlalu ingat sama masalah non."

Aku bergeming sebentar. Benar juga.
Sepertinya aku harus menyibukkan diri hari ini. Supaya tidak terlalu ingat Geri.

Geri marah bukan, karena aku memeluk Gafi. Kalau begitu aku juga akan ikut marah karena ia pergi bersama wanita itu.

Aku menghapus sisa air mataku, lalu menoleh ke arah Bi Nining yang masih setia tersenyum hangat. "Cake apa bi?."

"Sebenarnya gini non, hari ini den Geri ulang tahun. Jadi bibi mau ngajak non bikin cake. Siapa tau aja setelah non bikin cake buat den Geri, dia jadi gak marah lagi sama non."

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang