Hati-hati

3.2K 203 15
                                    

Suara ketukan pintu yang terdengar tidak santai membuatku langsung terbangun. Aku memicing menatap pintu kamar yang mulai terbuka, lalu selanjutnya seorang cowok yang berdiri di ambang pintu dengan membawa nampan berisi susu dan nasi goreng, menatapku dengan cengiran yang memperlihatkan deretan giginya.

Astaga! Geri! Aku langsung menegakkan tubuhku dengan mata sedikit membulat.

Ingatanku kembali berputar saat Geri menciumku. Wait.. ah! Aku berharap Geri tidak mengingat kejadian semalam. Geri kan mabuk, jadi tidak mungkin dia mengingatku semalam.

Geri merubah cengirannya dengan senyum yang ditahan. Aku dibuat bingung dengan sikap Geri pagi ini.

Ini hari minggu, jarum jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Tapi Geri, si cowok berkarisma dingin datang ke kamarku dengan membawa sarapan dan senyuman yang terus tertahan. Dan ingat, sebelum masuk Geri menggedor pintu kamarku tidak sabaran.

"Geri?" tanyaku masih melongo dengan kedatangannya.

Geri tersenyum, berjalan ke arahku lalu menyimpan nampan di atas nakas.

"Gue mau nanya."

Aku menyerngit, namun tetap mengangguk walaupun ragu.

"Semalam.."

Mataku sontak membulat. Sial! Jangan bilang Geri mengingat kejadian tadi malam. Dengan cepat aku langsung memotong ucapannya. "Gak terjadi apa-apa!."

Geri menatapku bingung, namun selanjutnya tetap tersenyum dengan kepala menggangguk-angguk kecil. "Gue masakin lo nasi goreng. Setelah makan lo harus siap-siap, gue mau ngajak lo ke suatu tempat."

"Kemana?."

Geri mengangkat salah satu halisnya, "Liat aja nanti. " Jawabnya seraya bangkit dan berlalu.

Aku menatap Geri bingung saat cowok itu malah  menghentikan langkahnya diambang pintu, lalu berbalik menatapku.

"Ke- kenapa?" tanyaku sedikit gugup.

Geri terlihat menyeringai, "Tadi malam.. manis." Ucap Geri lalu berlalu cepat keluar kamar.

Mataku seketika kembali membola dengan mulut yang menganga lebar. "Sial!." Umpatku seraya melempar bantal kecil ke arah pintu, tepat dimana tadi Geri berdiri.

Aku mengacak rambut frustasi. Bagaimana ini, ternyata Geri mengingatnya. Respon yang aku tunjukan pada Geri saat kejadian tadi malam jelas berbeda dengan responku pada Gafi yang dengan lancang menciumku di ruang OSIS.

Itu benar-benar berbeda. Yang aku takutkan sekarang Geri dapat melihat responku dan membandingkannya dengan responku pada Gafi.

Plis, aku tidak ingin terlihat menyukai Geri. Walaupun sebenarnya aku memang menyukainya, tapi aku hanya ingin diriku saja yang tau. Karena aku takut suatu saat nanti rasaku pada Geri menjadi kelemahan.

Dan ingat. Hubunganku dan Geri tidak ada kejelasan. Geri memang terlihat posesif, tapi itu tidak menjamin Geri menyukaiku. Bisa jadi sikap Geri memang seperti itu.

*******

Di rumah tidak ada siapa-siapa. Geri baru saja pamit pergi keluar, sedangkan Bi nining pulang kampung seminggu yang lalu.

Aku menghembuskan nafas berat seraya menatap layar hape yang menyala menampilkan nama Alfi Batra.

Untuk kesekian kalinya aku menolak panggilannya sepihak. Aku tidak tahu dia punya urusan apa lagi denganku sehingga terus memaksaku untuk menemuinya di tempat biasa. Tempat dimana dulu aku dan Alfi sering menghabiskan waktu disana.

Mungkin kalian sedikit kaget mengetahui fakta ini. Namun percayalah, aku dan Alfi pernah mengenal sangat lama. Kami selalu bermain bersama, sampai-sampai Alfi tidak mempunyai teman lelaki karena dia terlalu dekat denganku.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang