Yes or No?

3.4K 175 22
                                    

Pipiku makin memerah saat tanganku yang ada di genggaman Geri dimasukkan ke dalam hoodienya, lalu di simpan di depan dadanya.

Untuk beberapa saat aku seperti tidak bisa bernafas karena merasakan sensasi yang aneh. Degup jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya, tanganku dingin, dan pipiku panas.

Apalagi saat Geri tersenyum devil lewat kaca spion dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan. Dan jangan lupakan genggamannya yang makin mengerat.

Aku menyembunyikan wajahku di balik bahu Geri dengan senyuman yang makin melebar. Geri tertawa kecil melihat tingkahku yang malu-malu karena terus dipandang seperti itu.

Sialan. Aku jadi lupa kalo keadaanku sekarang tengah membawa kucing sekarat.

Aku masih menunduk menyembunyikan wajahku di balik bahu Geri, "Bisa cepetan dikit gak?" tanyaku sedikit berteriak karena bising jalanan.

"Bentar lagi nyampe."

Aku mengangguk. Entah perasaanku saja atau memang iya kalau hari ini Geri banyak tersenyum. Di mulai dari pagi tadi sampai sekarang senyum Geri masih terlihat. Senyum itu, senyum yang jarang ditunjukkan pada siapapun.

Hari ini aku tidak melihat sisi dingin seorang Geri. Melainkan senyuman dan kebahagiaan yang terlihat. Dan aku tidak tahu apa penyebabnya. Yang pasti, aku bahagia melihat Geri bahagia.

"Siapin kunci rumah."

Ucapan Geri membuat lamunanku buyar. Aku segera mendongak menatapnya bingung lewat kaca spion. "Kunci rumah siapa?."

"Ini rumah siapa?" jawab Geri kembali bertanya seraya memarkirkan motornya di depan rumah.

Aku menatap rumah yang Geri maksud. Saat tatapanku tertuju ke rumah itu, mataku langsung membulat. Astaga! Ini rumahku.

Walaupun hari sudah berubah menjadi gelap tapi aku masih bisa melihat dengan jelas rumah siapa ini. Tapi pertanyaannya kenapa Geri membawaku ke rumahku sendiri?

"Ini yang lo maksud suatu tempat?" tanyaku tidak menyangka. Sebenarnya aku ingin tertawa karena mengingat tingkah Geri yang seperti ingin membawaku ke suatu tempat yang jauh dan tidak pernah ku kunjungi, ternyata aslinya rumahku sendiri.

Mengejutkan bukan?.

Tanpa bisa ku tahan tawaku langsung meledak. "Gue kira kemana Ger," ucapku di sela tawa yang masih meledak.

Geri berdecak seraya menatapku datar. "Ada yang lucu?."

Aku mengangguk, "Ya, gue kira suatu tempat yang lo maksud itu sesuatu yang belum pernah gue kunjungi."

Geri menghembuskan nafas berat mendengar jawabanku, tangannya yang tadi menggenggam tanganku kini sudah terlepas. "Lo ketawa karena lo belum liat usaha gue di balik ini."

Aku langsung terdiam, menatap wajah Geri yang berubah serius. Oke, sepertinya aku salah karena sudah tertawa berlebihan.

"Maaf. Gue gak bermaksud gitu, tapi ini lucu Ger." Aku menatap manik matanya yang teduh, lalu meraih tangannya dan menggenggamnya kembali.

Geri tersenyum, "Sekarang lo masuk dan obatin dulu kucing itu, kalo udah selesai temuin gue dihalaman belakang."

Aku menggangguk semangat seraya tersenyum merekah, "Ada apa dihalaman belakang?."

Tapi bukannya menjawab, Geri malah menyuruhku segera turun untuk mengobati kucing ini. Aku mendengus, namun tetap menurut masuk ke dalam.

Setelah di dalam aku langsung menidurkan kucing itu di sofa. Dengan gerakan cepat aku menaiki tangga menuju kamar untuk membawa obat merah dan perban. Aku tidak tau ini membantu atau tidak, yang terpenting sekarang aku harus membersihkan luka di bagian kaki kucing itu.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang