Rencana Emeli

4.2K 252 13
                                    


Saat hati ingin namun fisik tidak mendukung. Mungkin kalimat itu yang mewakili semua perasaanku.

Apa ada yang seperti ku? Ketika di dekati atau menyukai seseorang selalu merasa tidak percaya diri. Selalu membanding-bandingkan dengan masalalunya. Selalu nething dengan pendapatnya tentang kita. Selalu mencoba menjadi cantik namun hasilnya tetap sama, tidak ada yang berubah.

Tidak ada yang tau tentangku, bahkan Faqih dan bunda pun tidak tau apa saja yang telah ku lakukan selama ini.

Faqih dan bunda hanya melihat bedak bayi di rak kecantikan. Sampai akhirnya Faqih berkomentar 'Bun, cewek lain mah di rak kecantikannya teh scincare, maskeran, sama perawatan lainnya. Lah ini, anak perawan bunda cuman ngoleksi bedak bayi doang.'

Faqih tidak tau, bahwa selama ini aku selalu berusaha menjadi cantik. Aku selalu membeli scincare-scincare yang membuat isi dompetku menipis. Namun nyatanyhta, tetap sama. Sampai akhirnya aku lelah dan menyerah.

Aku masih ingat, malam itu aku sudah sangat menyerah. Dengan diam-diam aku keluar rumah untuk membuang semua scincare-scincare yang tidak mempan sedikit pun.

Aku kesal, marah pada diriku sendiri karena tidak dapat menghilangkan rasa tidak percaya diri.

Plakk

Rasa panas menjalar di pipi kananku. Refleks aku memegang pipi, mendongak untuk menatap siapa yang baru saja menamparku.

Aku menyerngit bingung saat tiga perempuan yang ku yakini satu kelas dengan Geri, tengah berdiri di hadapanku.

Aku tidak tau siapa diantara mereka yang menamparku tanpa sebab.

"Lo ganjen banget sih! Kemarin Gafi, sekarang Geri. Gatel banget lo jadi cewek!."

Hey! Maksudnya apa? Aku tidak terima dengan perkataannya. Aku tidak pernah ingin mendekati Geri ataupun Gafi, yang ada aku ingin jauh-jauh dari keduanya. Namun kondisi yang selalu membuatku dekat dengan keduanya. Jadi, jangan salahkan aku.

Aku bangkit,  menatap tidak suka ketiga cewek yang menatapku sengit. Sekarang aku tidak akan diam saja, aku berhak untuk membalas dan melawan siapapun yang berbuat jahat atau membuly ku. Aku tidak bisa diam saja kan.

"Berani ya lo!."

Aku menyerngit bingung saat perempuan yang berdiri di tengah, mengangkat satu halisnya sebagai kode.

Aku mundur satu langkah saat merasa ada tanda bahaya. Tiga dibanding satu, jelas aku kalah.

Aku sempat melawan saat tanganku di seret untuk mengikuti ketiga perempuan ini. Tapi tenagaku tidak cukup untuk melawan tiga orang sekaligus.

"Lepasin! Apaan sih!." Aku semakin berontak saat ketiga perempuan yang tidak ku ketahui namanya— menyeret ku ke dalam gudang.

Ya tuhan, apalagi ini.

Aku berusaha menarik tanganku dari cengkraman kedua perempuan ini. Namun hasilnya tetap sama, gagal.

Pintu ditutup, dan lampu gudang menyala membuatku kaget karena menyadari kehadiran Emeli.

Emeli? Lagi?

"Lo?." Gumamku sembari menatap Emeli.

"Kenapa? Kaget?." Emeli tersenyum licik, lalu menyuruh kedua temannya untuk mendorongku sampai terduduk di lantai.

Aku meringis saat merasa perih di bagian lututku. Sementara Emeli tersenyum puas, lalu mendekat berjongkok di hadapanku.

"Mau lo apa sih? Kenapa lo bawa gue kesini?."

"Lo, masih nanya kenapa gue bawa lo kesini?!." Teriak Emeli tepat di depan wajahku.

Aku menatap Emeli geram, aku cape terus berurusan dengannya. "Lo bawa gue kesini cuman gara-gara Gafi?." Aku menggeleng tidak percaya. Harusnya Emeli tau, aku tidak pernah berusaha untuk mendekati Gafi. Yang ada Gafi terus mengejarku untuk menuruti semua perintahnya dan disuruh ini itu layaknya babu.

Emeli tersenyum miring, lalu berdiri mengelilingi tubuhku. "Gafi ya?."

Seketika bulu kuduk ku merinding saat Emeli tertawa layaknya psikopat.

"Lo kira selama ini gue musuhin lo karena Gafi? Iya?!."

Aku hanya menatap Emeli tidak suka. Sebenarnya apa sih maksudnya. "Mau lo apa sih?." Tanyaku.

"Mau gue?" Emeli menunjuk dadanya, lalu kembali tersenyum seperti iblis.

"Gue mau.. lo, jauhin Geri!." Ucapnya dengan penekanan disetiap kata.

Aku mematung, menatap Emeli bingung. Kenapa— Geri?.

"Dengerin gue baik-baik!." Aku meringis saat Emeli mendekat dan menarik rambutku dari belakang sampai aku bisa menatap wajahnya dengan jelas. Demi apapun, rasanya akar rambutku akan tercabut.

"Lo tau? Gue gak pernah suka sama Gafi! Gue, cuman suka Geri! Dan sampai kapan pun, gue cuman suka Geri! Sialnya Geri susah gue dapetin. Lo tau, kenapa gue suka Geri? Karena waktu itu dia pernah cium gue. Di rumah Gafi. Jadi lo dengerin gue baik-baik. Selama gue liat lo deket-deket sama Geri, lo abis di tangan gue!." Ucapnya lalu melepaskan jambakannya dengan mendorong kepalaku.

Kalimat itu, benar-benar menampar dadaku. Bukan, bukan karena ancamannya yang akan menghabisiku. Tapi pengakuannya tentang  Geri. Aku tercengang sekaligus tidak menyangka jika benar Geri pernah melakukan hal itu kepada Emeli. Aku kira Geri beda. Tapi ternyata sama. Sama-sama brengsek.

"Dan bukan cuman itu." Aku kembali menatap Emeli, menunggunya untuk melanjutkan ucapannya.

"Lo harus tau alasan kenapa Geri deketin lo. Semua itu gak lebih dari permainan. Lo cuman jadi mainan Geri. Semua orang juga udah tau. Jadi, lo gak usah geer sama perlakuan Geri yang baik sama lo."

Aku tidak mengerti apa yang terjadi padaku. Ada yang aneh, kenapa.. rasanya sakit? Rasanya Jantungku seperti terhimpit sesuatu yang berat dan membuatku sesak. Aku tidak menyangka Geri seberengsek itu.

Aku bergeming saat air mataku tiba-tiba jauh. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi padaku sekarang.

Emeli menyeringai, "Kasih dia pelajaran." Ucapnya lalu pergi dari sini.

Aku mundur saat ketiga temannya membawa tali dan lakban. Dengan langkah pasti mereka menyeretku ke ruangan yang lebih dalam. Aku berontak, berusaha melepaskan cengkramannya. "Lepasin! Gue mohon lepasin!."

Pergelangan tanganku sedikit mengeluarkan darah akibat ikatan tali yang sangat kuat. Mulutku ditutup dengan lakban. Lalu baju ku di tarik paksa sampai kancing-kancing atas seragamku terlepas.

Aku berontak sambil menahan tangis. "Rasain lo! Makanya jangan ganjen!." Ucap salah satunya.

"Bel, kunci."

Jantungku berdetak dengan kencang kala mengetahui bahwa aku akan di kunci di sini. Sendiri.

Aku menangis, rasa sakit ini benar-benar membuatku tidak bisa menahannya di tambah ulah salah satu dari mereka yang menginjak tanganku sebelum pergi dan mengunciku dari luar.

Aku terus menangis. Ruangan perlahan menjadi gelap. Aku tidak tau harus berbuat apa. Mulutku di tutup oleh lakban, sedangkan tangan dan kaki ku diikat.

Pikiranku tak karuan memikirkan bagaimana cara keluar dari sini dan— Geri.

Ahhh! Aku benci saat dalam keadaan seperti ini aku masih sempat-sempatnya memikirkan Geri. Lelaki kedua yang akan ku benci selain Gafi.

*******

Sesuai janjii

Kalian percaya gak sama omongan Emeli tentang Geri??

Sekali lagi aku mau ngucapin makasih sebanyak-banyaknya karena kalian udah buat aku semangattttt.

Dengan kalian memvote dan komen, aku jadi ngerasa dihargain. Pokonya makasih❤

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang