Belakang Rumah

3.6K 192 12
                                    

Sebelumnya aku saranin baca capter ini sambil dengerin lagu 'The Story Never Ends - Lauv' biar agak enak aja gitu:v Tapi kalo nggak juga gak papa kok.

Happy reading

******

Sepanjang perjalanan pulang aku terus diam, tidak seperti saat berangkat tadi. Geri tidak putus asa mengajakku untuk berbicara. Bahkan permintaan maaf dari cowok dingin itu sudah terlontar berkali-kali. Namun aku tetap diam sampai akhirnya kami sampai di depan rumah.

"Zein?."

Aku mendongak, menatapnya lewat kaca spion. "Kenapa?."

"Lo udah ngantuk?." Tanya Geri sedikit ragu.

Aku menggeleng, "Belum." Memang jadwal tidurku akhir-akhir ini tidak menentu. Kadang aku tidur di atas jam dua belas, kadang juga tidur sebelum jam sepuluh.

Senyum Geri merekah, cowok itu segera memintaku turun dan menunggunya di halaman belakang.

Aku menyerngit bingung melihat punggung Geri yang mulai berjalan ke dalam rumah. Kenapa aku harus menunggunya di halaman belakang? sedangkan dia sendiri masuk ke dalam rumah.

Cuaca saat ini sedikit dingin, jadi aku memilih masuk ke dalam tidak menuruti perintah Geri.

Saat kakiku baru saja melangkah melewati pintu, Geri datang menghampiriku dengan menenteng wadah sedang yang aku yakini berisi ikan segar di dalamnya.

Geri mendengus, "Kenapa kesini?."

"Lagian ngapain di halaman belakang?."

Sebelum tangannya menarik tanganku untuk ikut dengannya, aku sempat mendengar Geri menggerutu dan berdecak.

Geri kenapa sih.

Tanganku terlepas dari genggamannya. Aku masih bingung kenapa Geri membawaku ke sini. Ini sudah hampir tengah malam. Bukannya menyuruhku tidur, Geri malah membawaku kesini.

"Kita mau ngapain?."

"Menurut lo?."

Aku menatap Geri kesal. "Gak bisa ya, kalo ditanya tuh jawab yang bener?."

Geri mengabaikanku, ia berjalan ke arah gudang lalu kembali dengan beberapa kayu di tangannya.

Perlahan aku mengerti kenapa Geri membawaku kesini. Aku langsung menahan senyum. Ternyata memang benar orang dingin selalu mempunyai caranya sendiri. Dan menurutku cara Geri membujukku agar tidak marah lagi sangatlah manis.

Katakan kalau aku mulai bucin sekarang. Tapi aku tidak bisa menolak pesona seorang Geri. Seberapa kuat aku menjauhinya, dan seberapa kuat aku mencoba untuk tidak lagi mempedulikannya. Rasanya sangat sulit karena disaat aku akan menjauh Geri selalu datang dengan caranya yang membuatku kalah.

Geri membuat api unggun kecil. Di pinggir-pinggirnya dia menancapkan kayu untuk menopang ikan saat di bakar. Aku harap kalian mengerti dengan apa yang aku katakan.

Geri berjalan ke arahku. Sebelum Geri menggenggam tanganku dan membawaku duduk di depan api unggun, dia sempat tersenyum dan kembali mengucapkan kata maaf.

"Lo suka ikan?." Tanya Geri dengan pandangan fokus menusuk ikan. Aku dan Geri sudah duduk di kursi kayu pendek menghadap api unggun.

Aku terkekeh, "Suka. Kenapa gak pake alat pembakar aja?." Geri mempersulit proses pembakaran ikan. Padahal kalau memakai alat pembakar ia tidak perlu repot-repot menusuk ikannya.

"Biar lama."

Bibir bawahku sedikit maju mendengar jawabannya. "Tapi kan gue udah laper. Kita bisa makan yang lebih instan Ger."

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang