☆AGATHA 32☆ (Bye Jakarta)

126 10 0
                                    

Pagi ini Agatha merasa dirinya sangat malas untuk ke sekolah, entah kenapa semangatnya sedang hilang. Bahkan setelah shalat subuh tadi, yang biasanya ia langsung bersiap siap untuk sekolah, ia malah melanjutkan tidurnya lagi sampai sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 6.18 dirinya masih setia berbaring di tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.

tok..tok..tok..

Bunyi ketukan dari arah pintu kamar Agatha tidak mengganggu sama sekali aktivitas melamunnya, sampai yang di luar sana pun membuka pintu kamar Agatha yang tidak terkunci dan terkejut melihat Agatha yang masih anteng rebahan.

"Ya ampun Ata! kok belum ngapa ngapain sih, nanti telat gimana?" Vera menyingkirkan selimut yang masih menutupi tubuh Agatha dan seketika bingung melihat raut wajah Agatha yang tidak bersemangat.

"Kamu kenapa Ta?" Tanyanya khawatir.

Agatha melirik sekilas, "Gak apa apa tapi aku hari ini izin gak sekolah dulu ya bu, lagi gak semangat aja gak tau kenapa."

Vera mengangguk paham kemudian mengelus pucuk kepala Agatha dengan sayang, "Yaudah gak apa apa nanti ibu telepon wali kelas kamu, sekarang kalau mau sarapan ayo, atau mau ngapain terserah deh."

Agatha tersenyum tipis, "Iya nanti Ata nyusul."

kemudian Agatha kembali memejamkan matanya berharap rasa tidak semangat yang entah kenapa hinggap itu segera menghilang dari tubuhnya.

***

"Tapi Alvaro gak mau ma,"

Anis terseyum hangat, "Tapi papah kamu lagi butuh bantuan kamu sayang, bagaimana pun dia kan tetap ayah kamu, lagian nanti disana kamu tinggal sama om dan tante. Jaraknya pun jauh dari rumah papah, jadi tenang aja." Ucap Anis memberi pengertian.

Alvaro merenung, membayangkan bagaimana bisa dirinya balik lagi ke London sedangkan ia sudah benar-benar nyaman disini, di Jakarta.

"Lagian, Alvaro kan juga masih sekolah mah, mana bisa bantu papah urusin perusahan besar gitu, ngaco aja nih." Alvaro masih terus mencari pembelaan agar tetap berada di Jakarta, padahal sebenarnya dia juga bisa mengurus perusahaan karena dari duduk di sekolah menengah pertama pun dirinya sudah di ajarkan oleh om nya tentang bagimana cara mengurus perusahaan.

"Tapi nak, apa kamu gak kesian sama papa kamu? dia sudah sangat menderita nak, biaya untuk kesembuhan Mei-Mei juga gak murah, cabang-cabang perusahaan disana juga mulai terbengkalai karena dia terlalu fokus mengurus kesembuhan fisik Mei-Mei, om kamu pun sudah membantu dia namun masih tetap kurang nak, hanya kamu yang bisa di andalkan sekarang. hanya kamu orang kepercayaan dia satu satunya sekarang." Ucap Anis dengan tatapan penuh harap, agar Alvaro bisa membantu ayahnya, bagaimana pun sikapnya dulu, ayah tetap lah ayah.

"Tapi berapa lama mah?" Tanya Alvaro, mendengar Anis bicara seperti itu membuat hati Alvaro tersayat, membayangkan betapa pusing papa nya kini.

"Mama yakin gak akan lama kalau kamu benar-benar bisa membuat salah satu perusahaan cabang papa di sana kembali berjalan dengan normal, pasti kamu bisa langsung pulang ke jakarta."

Alvaro tersenyum getir, bagaimanapun dia harus membantu papanya, kemudia dengan segala perasaan yang sudah bercampur menjadi satu Alvaro mengangguk, menyetujui untuk kembali ke London sementara waktu.

Anis langsung memeluk tubuh Alvaro dan berterimakasih kepada anaknya karena sudah bisa mengambil keputusan dengan baik dan tidak bersikap egois, Anis bangga pada Alvaro.

AGATHA (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang