Setelah meyantap makanan dengan tempo yang cepat, akhirnya aku tersedak juga. Penyebabnya adalah disaat aku menguap, dan terbatuk sedikit, tiba-tiba aku merasakan biji cabe yang menyangkut di tenggorokanku. Rasanya aneh sekali.
Mana hidungku ikut-ikutan sakit karena sensasi pengarnya biji cabe itu. Tanganku sedang berusaha dengan pantang menyerah untuk mengambil gelas yang berisi air mineral. Tapi, Pak Doyoung menahannya. Ia tiba-tiba beranjak untuk memberiku minum, lalu memijat-mijat tengkukku karena batuk ini tak kunjung berhenti.
Aku sudah membuka mulut tak keruan. Dapat dipastikan bahwa wajahku kini tengah memerah karena sensasi tersedak biji cabai. Hal itu membuat beberapa pengunjung cafe melirikkan matanya ke arahku dan kepada Pak Doyoung.
Bahkan kini sudah ada seorang wanita yang menghampiri kami berdua. Walau sudah ibu-ibu, penampilannya sangat swag.
"Masnya gimana sih? Istri mual-mual gitu malah dipijetin doang! Anter dong ke rumah sakit, atau ke bidan sekalian siapa tau istrinya lagi isi! Punya otak gak mas?!"
"Mah jangan marah-marah yaampun." Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang ikut menghampiri kami, seraya menenangkan wanita yang marah-marah kepada Pak Doyoung barusan.
Sekarang aku sudah sedikit lega karena serangan tersedak itu akhirnya berhenti juga. Aku memicingkan mata untuk memastikan bahwa wajah laki-laki yang kini dihadapanku adalah seseorang yang agak familiar dalam ingatanku.
"Minkyu Adijaya?" Aku bertanya dengan hati-hati─takutnya salah orang.
Laki-laki itu tersenyum seraya mengulurkan tangannya kepadaku.
"Eh, iya benar, kalau gak salah nama kamu itu Ara, ya? Yang waktu itu minta nomor telepon aku?"
Aku tersenyum lebar seraya mengangguk-nganggukan kepala. "BETUL!"
Minkyu dan Ibunya mengelus dada bersamaan. Mungkin mereka berdua terkejut akan suaraku yang sangat nyaring.
"Loh kok kamu ada disini?" Pertanyaan klise yang keluar dari mulut Minkyu Adijaya.
Aku mulai tersenyum untuk membalas senyuman Minkyu yang tak kunjung pudar. "Ara lagi melakukan metabolisme, Min. Kalau kamu?"
"Sama, aku juga. Bedanya aku melakukan metabolisme seraya menganalisis interaksi keruangan yang ada disini."
Refleks aku tersenyum lagi saat mendengar jawaban Minkyu barusan. Aku mulai tertarik dengan gaya bicaranya.
"Kamu menganalisis interaksi keruangannya faktor yang mana? Faktor sosial budaya, faktor sosial, atau faktor alamnya nih?"
Minkyu tersenyum sembari menatapku.
"Hanya Sosial dan Budaya aja kok.""Mau ikut?" Ajaknya kemudian.
Aku menggeleng seraya tersenyum sopan.
"Mau sih, tapi Ara lagi diskusi sama guru fisika."Ibunya Minkyu yang sedaritadi hanya diam, kini mulai ikut dalam forum pembicaraan kami. "Aduh aduh, udah ah jangan bahas pelajaran terus. Saya pusing dengernya."
Aku terkekeh saat mendengar penuturan Ibunya Minkyu. Untuk menghargai orang tua teman, aku memutuskan untuk menyalami tangan beliau. "Tante..." sahutku sembari tersenyum.
Ibunya Minkyu balas tersenyum lalu mengusap puncak kepalaku. "Aduh kamu ini mantu idaman banget sih, udah cantik, pinter, sopan lagi. Kalo Tante pas seumuran kamu ngegas terus hobinya. Ra, kamu mau gak jadi mantunya tante? Kebetulan tante punya empat anak cowok semua."
Aku hanya terkekeh geli untuk membalas perkataan Ibunya Minkyu. "Siap laksanakan, tante!"
"Ara sama Minkyu aja Ma, jangan sampai Dongpyo tau." Tiba-tiba Minkyu berkata seperti itu kemudian ia mengakhirinya dengan gelak tawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
MTMH | DOYOUNG
FanfictionSUDAH DITERBITKAN "Berhenti menggombal ya, calon istri." Doyoung, guru fisika yang sedang menghindari perempuan, alasannya takut diterkam. Padahal, ia sangat galak. Lantas, apa yang perlu ditakutkan? (banyak roman, sedikit komedi) Jaemicchan 2019 ©...