Sudah setengah jam aku mendekam di dalam kamar dan mengunci diri. Berniat untuk menenangkan hati terlebih dahulu.
Setelah bertemu dengan Pak Doyoung dan Bu Taeyeon sore tadi, aku jadi tidak bersemangat untuk melakukan sesuatu. Aku hanya berguling-guling diatas kasur sembari menatap langit-langit kamar yang dipenuhi oleh glow in the dark.
Memang belum malam, tapi aku sudah menutup gorden kamar dan mematikan lampu. Entahlah, aku hanya ingin mengistirahatkan diri sejenak dari sebuah fase dimana kita kecewa dengan harapan sendiri. Terpukul dan merasa tidak percaya dengan kenyataan yang tengah dialami.
Ini memang salahku yang telah kegeeran oleh sikapnya Pak Doyoung. Perhatiannya itu sungguh melemahkan hatiku. Dia yang selalu diam-diam tersenyum kepadaku, mengantarkanku pulang saat sakit, dan dia yang selalu menerima pemberian dariku. Seperti kue-kue cantik waktu itu misalnya. Respon yang diberikan olehnya hanya senyuman tipis yang samar. Tapi hal itu membuat hatiku menghangat.
Aku beranjak sejenak dari tempat tidur, kemudian menatap pantulan diriku di cermin yang terpasang di lemari. Mengeksplorasi wajahku yang kini terlihat menyedihkan, kemudian kedua mataku yang mulai memerah. Dan terakhir pandanganku terkunci pada kalung pemberian Pak Doyoung yang melingkar di leherku. Kalung yang begitu indah dan gantungannya berbentuk hati.
Ternyata semua ini hanyalah paradoks semata. Pak Doyoung hanya memberikan kesan pelangi kepadaku. Memberikan rasa nyaman dan keindahan, namun hanya sesaat.
Tak terasa air mataku menetes juga. Aku sudah lelah dengan situasi pelik ini. Aku hanya bisa tersenyum tipis kemudian menyeka air mata ini.
Sudah beberapa menit aku menjelajahi akun media sosial milik Bu Taeyeon, dan ternyata disana ada sebuah bukti lagi untuk menjawab semua asumsiku selama ini.
Kini tatapanku terpaku pada sebuah foto.
Foto saat Pak Doyoung dan Bu Taeyeon menikah.
Mata ini kembali memanas tatkala melihat senyuman kedua orang itu. Mereka nampak bahagia dengan pernikahannya.
Dan kini, aku merasa menjadi wanita paling jahat di dunia. Menyukai pria yang sudah beristri. Ironis sekali.
Aku mendekatinya, memberikan hadiah-hadiah kecil kepada pria itu. Mengajaknya pacaran, dan selalu mengaguminya. Kenapa sih aku ini bodoh sekali. Padahal reaksi Pak Doyoung saat kudekati itu sudah kentara, dari gesturnya saja seolah berkata bahwa ia tidak mau di dekati olehku. Tapi aku bersikeras mendekatinya dan menepis kemungkinan itu.
Tapi, kenapa Pak Doyoung tega meminjamkan sebuah ruang untukku. Dan pada akhirnya ia mengambilnya kembali, untuk diberikan kepada pemiliknya. Yaitu istrinya sendiri. Kim Taeyeon.
Rasa sesak semakin menyelimuti hatiku, dan kini air mataku semakin bebas mengalir membasahi kedua pipiku. Bahuku bergetar, dan punggung ini terasa lemas hingga aku memutuskan untuk menyandar kepada dinding tembok yang anehnya terasa sangat dingin.
Sedingin hatiku karena sudah ada orang yang berani membuka pintunya, singgah sejenak menorehkan luka, kemudian pergi lagi tanpa menutupnya kembali.
Tanganku bergerak secara kasar untuk menyeka air mata yang terus berjatuhan. Aku harus menghentikan kesedihan ini. Tapi nyatanya tidak bisa, karena bayangan Pak Doyoung dan Bu Taeyeon semakin berkelana di pikiranku. Seakan mengejek diriku yang telah terhanyut kedalam angan yang berlebih.
Tangisanku semakin nyaring. Entah mengapa susah sekali berhenti. Padahal sebelumnya aku tidak pernah menangis gara-gara seorang laki-laki.
Derap langkah seseorang menyadarkan kesendirianku. Kini aku segera menyeka air mata ini. Semoga saja yang datang Kak Jaehyun, masa bodoh kalau aku diejek olehnya karena telah menangis hanya karena seorang laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
MTMH | DOYOUNG
FanficSUDAH DITERBITKAN "Berhenti menggombal ya, calon istri." Doyoung, guru fisika yang sedang menghindari perempuan, alasannya takut diterkam. Padahal, ia sangat galak. Lantas, apa yang perlu ditakutkan? (banyak roman, sedikit komedi) Jaemicchan 2019 ©...