34. Kontradiksi

31.3K 4.2K 1.4K
                                    

Suasana di dalam mobil menjadi semakin canggung setelah Pak Doyoung mengutarakan maksud berniat membawaku ke rumah orang tuanya sebagai calon istri. Aku bergeming cukup lama. Pandanganku kosong ke depan memerhatikan rambu-rambu yang berada di jalan. Keramaian mobil dan motor yang berlalu-lalang di balik kaca mobil pun seakan tak ada apa-apanya. Objek-objek itu seolah semu. Karena sekarang pikiranku sangat kalut. Rasa bahagia dan terkejut berpadu menjadi satu.

Mengingat bagaimana sikapnya dulu yang seolah tak menganggapku ada. Disaat berbicara pun seperlunya. Aku sangat mengaguminya tapi ia mengabaikanku.

Tapi sekarang kami sudah dekat untuk beberapa saat dan kenapa ia langsung menjadikanku calon istri saja?

"Pak?"

Ia menatapku sembari menyetir. "Apa saya setua itu?"

"Emm, Kak. Aduh aneh banget kalau manggil Kak. kesannya Ara ga sopan sama bapak."

Tatapan Pak Doyoung masih terkunci kepadaku. Ia menghentikan mobilnya sejenak untuk menepi. "Saya serahkan kepada kamu. Senyamannya saja."

Tanganku bergerak untuk memegangi tengkuk merasa sangat canggung dengan nada bicaranya yang terlampau lembut.

"Bapak serius mau ngenalin Ara yang bulukutungan kaya gini ke orang tua bapak?"

Wajah Pak Doyoung memerah lalu bibirnya mengerucut tak lama kemudian ia tertawa kecil. "Bulukutungan? Apa itu?"

Aku mengedarkan pandangan ke sembarang arah saat merasakan tatapannya yang semakin intens. "Bulukutungan itu sejenis cewek burik Pak. Kesannya ibarat Bapak itu butiran berlian terus Ara butiran debu."

Pak Doyoung menaikan sebelah alisnya.
"Ada-ada saja. Sudah diam saja daripada berkata seperti itu."

Hening lagi tak ada pembicaraan diantara kami berdua. Menyesap sepi yang tengah dilalui lalu menatap figur yang kukagumi. Pak Doyoung nampak tenang dengan satu tangan yang berada di setir mobil. Sempat-sempatnya ia menyisir rambut menggunakan jari-jemari.

"Kenapa diam saja?"

Merasa de javu dengan perkataannya barusan. Aku pun segera menggelengkan kepala sebagai respon untuk pertanyaannya.

Aku mengernyitkan kening untuk beberapa saat dengan jari-jemari yang mengetuk-ngetuk benda yang berada di sekitarku. Untuk meminimalisir rasa canggung yang menjadi-jadi.

"Pak beneran mau jadiin Ara calon istri?"

"Ini bukan prank kan? Atau bapak lagi ikutan variety show gitu. Soalnya setelah dipikir-pikir kembali rasanya Ara bingung banget kenapa Bapak bisa semudah ini nentuin masa depan-emm kita."

Pak Doyoung terkekeh geli. "Padahal dulu kamu yang bersemangat menjadi istri saya." Ia menatapku sejenak. "Berubah pikiran?"

Aku terdiam sejenak saat menyadari Pak Doyoung yang tengah mengajakku untuk bercanda. Memangnya ini acara televisi yang menyediakan hadiah dibalik kotak atau tirai?

"Pak, udah kaya mc super deal aja." Aku tersenyum kepadanya lalu memberanikan diri untuk menatap parasnya yang hari ini semakin menawan. "Pasti yang tadi bercanda ya. Ara udah kaget ya ampun."

"Kalau saya bercanda lantas mau apa?"

Hatiku mencelos. Apa-apaan perkataannya barusan? Ia nampak tenang seperti biasanya tak ada raut wajah yang menampilkan kesungguhan sama sekali.

"Pak ... Ara ga nyangka." Aku menjeda sejenak perkataan barusan. Lalu aku pun membuang pandangan ke sembarang arah. "Ternyata Pak Doyoung ini cuman baperin Ara doang. Ya Allah tolong ada yang ga tanggung jawab Ara sakit hati diginiin ya ampun."

MTMH | DOYOUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang