Happy reading...
"Bi, aku berangkat dulu ya," pamit Areva sambil mencium punggung tangan Anne yang tengah membereskan ruang tamu.
"Ngga sarapan dulu?"
"Ngga Bi, udah ditungguin supir," balas Areva.
Anne mengerutkan keningnya heran, ia ingat jika pak Tono selaku supir pribadinya telah berangkat lebih awal untuk mengantar Riko, lantas siapa supir yang Areva maksud?
"Arka supirnya."
Ucapan Areva sukses membuat Anne tertawa, bagaimana bisa Areva menyebut Arka sebagai sopirnya.
"Aku berangkat, Bi. Assalamu'alaikum." Areva kemudian berlalu pergi.
Anne masih tergelak. "Wa'alaikumussalam," jawabnya dan kembali melanjutkan aktivitasnya.
Ting Tong!
Anne menghentikan aktivitasnya mendengar suara bel rumah yang berbunyi.
Apa Areva balik lagi karena ada yang tertinggal? Tapi Areva tidak mungkin menekan bel. Batin Anne.
Tidak ingin terus menerus penasaran, Anne segera menuju pintu utama. Sebelum membuka pintu, ia mengintip lewat jendela yang ada di samping. Dari yang Anne lihat, ada seorang laki-laki muda bertubuh tegap berdiri menghadap pintu, perawakannya sangat asing menurut Anne.
Anne membukakan pintu, laki-laki itu tersenyum kepadanya. Senyum yang selama ini Anne cari.
"Apa kabar, Bibi Anne?" ucap laki-laki itu, Anne terpaku mendengarnya, tanpa menjawab, Anne langsung memeluk laki-laki itu sembari terisak. Laki-laki itu pun balas memeluk Anne, ia menumpahkan rasa rindunya selama ini.
◇◇◇
Arka dan Areva duduk di tempat masing-masing dan menyibukkan diri. Tiba-tiba Arin berlari menuju Areva dengan wajah panik.
"Gawat Va, Ka!" seru Arin. "Ragil ...."
Ucapan Arin menggantung. Arka tahu, pasti telah terjadi sesuatu dengan Ragil, ia bangkit dari duduknya.
"Dia di mana?" tanya Arka.
"Di kantin, sama Martin," ucap Arin.
Mendengar kata Martin, kedua tangan Arka terkepal kuat sampai kuku jarinya memutih, ia bergegas menuju kantin.
Arka langsung menengahi Ragil dan Martin. Tetapi justru terkena pukulan dari Martin sampai sudut bibirnya sobek dan mengeluarkan darah.
"Ini sekolahan bukan lapangan tinju!" bentak Arka sambil mengusap darah di sudut bibirnya.
"Siapa yang nyari gara-gara duluan?!" seru Martin sambil menatap Ragil tajam.
Ragil menatap Arka. "Gue ngga sengaja numpahin air di bajunya," jelas Ragil sambil mengusap pelipisnya yang lebam.
"Dia ngga sengaja, lagian kita bisa bicara baik-baik 'kan?" ucap Arka, ia bosan jika harus berurusan dengan Martin yang selalu berburuk sangka kepadanya dan teman-temannya.
"Gue ngga sudih bicara baik sama lo bertiga!" seru Martin sambil menunjuk Arka, Ragil dan Rendi.
Arka menghela napas pelan. "Gue yang tanggung jawab tentang masalah ini," ucapnya.
Martin tersenyum miring, ia mendekati Arka dan berbisik, "Gue tunggu di taman belakang sekolah pulang nanti."
Arka mengangguk patuh, setelahnya Martin menjauhkan dirinya dan berlalu pergi, diikuti teman-temannya.
Setelah peristiwa keributan itu, semua murid kembali ke kelas masing-masing, sama halnya dengan Ragil, sesekali ia meringis merasakan perih di pelipis dan sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.
"Ada yang bawa P3K gak?!" teriak Rendi.
"Gue bawa," ucap Arin sambil mengeluarkan kotak P3K dari tasnya dan menghampiri Ragil. "Biar sekalian gue obatin luka lo," tawar Arin yang diangguki Ragil.
Areva mencari keberadaan Arka di dalam kelas, laki-laki itu juga terluka dan harus segera diobati.
"Arka mana?" tanya Areva.
Ragil dan Rendi mengedikkan bahunya tidak tahu. Tanpa bicara, Areva segera keluar untuk mencari Arka, tatapannya jatuh pada seorang siswa yang tengah duduk menyendiri di ujung koridor, Areva segera menghampirinya.
"Luka lo harus diobatin," ucap Areva begitu sampai dan duduk di samping Arka.
"Akhirnya, ada yang peduli sama gue."
"Peduli sesama manusia itu wajar."
Arka tertawa renyah. "Lo itu tipe cewek cuek. Lo peduli sama orang-orang tertentu, misalnya ... gue," jelas Arka sembari menunjuk dirinya sendiri.
Areva berdecih, mengapa Arka selalu menganggap apa yang dilakukannya adalah hal yang spesial baginya? Areva segera membantah, "Pede emang penting, tapi jangan kepedean juga."
"Buktinya tadi muka lo khawatir, lo pasti nyariin gue 'kan," desak Arka agar Areva mengakui perasaannya.
"Karena lo baru sembuh, gue ngga mau aja kalau nanti lo sakit terus ngerepotin gue lagi."
"Nah itu, secara tidak langsung ucapan lo adalah bukti kalau lo khawatir dan peduli sama gue. Tapi kenapa lo ngga mau jujur? Apa yang membuat lo sampai ngga mau jujur sama gue?" tanya Arka.
Areva segera memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Bohong itu dosa Areva," peringat Arka dengan jahil.
Areva balik menatap lawan bicaranya, memang ada benarnya ucapan Arka. Lagi pula, Areva tidak ingin terus menerus berbohong tentang perasaannya, mungkin ini saatnya untuk ia jujur mengenai perasaan yang sebenarnya kepada Arka.
"Sebenernya gue ...."
"AREVA!!!" teriak Arin dan berlari menuju Areva.
Teriakan Arin sukses membuat Areva menggantungkan ucapannya. Areva menatap Arin penuh tanya, sedangkan Arka mengumpati Arin dalam hati karena berhasil membuat Areva menggantungkan ucapannya.
Arin kampret! Batin Arka sambil menatap Arin tajam.
"Tolongin gue, Va!" ucap Arin dengan wajah panik, ia menggenggam tangan Areva.
Areva ikut panik, ia lantas bertanya, "Ada apa?"
Arin menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan agar dirinya tenang.
"Anterin gue ke kamar mandi," pinta Arin, ia kemudian mendekatkan mulutnya di telinga Areva dan membisikkan sesuatu, "Gue bocor."
Mata Areva terbelalak, ia menatap Arin tidak percaya.
"Ada apaan sih! Rempong banget lo jadi cewek!" seru Arka yang merasa kehadiran Arin adalah pengganggu waktunya saat bersama Areva. Benar bukan?
"Cowok ngga akan ngerti. Ayo Va!" ucap Arin tidak sabar dan segera menggandeng tangan Areva menuju toilet, meninggalkan Arka yang tengah mengubur rasa kesal padanya.
Arka tidak habis pikir, padahal di dalam masih banyak siswi yang tidak sibuk, mengapa harus Areva yang Arin pilih? Usahanya untuk mendengar pengakuan dari Areva, gagal sudah. Dan itu semua karena Arin.
VOTE AND COMMENT!!!🤗
Ada yg rindu?
Jangan rindu, berat.😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Cold Girl
Teen Fiction(SUDAH END) [CERITA INI HANYA ADA DI WATTPAD] ARKANA RADEYASA~ Seorang most wanted boy yang bergelimang mantan di sekolah, memiliki sifat petakilan dan rasa ingin tahu yang tinggi, ia dianugrahi paras tampan, namun ia justru menyalahgunakan ketampan...