Part 49.

31.2K 1.5K 57
                                    

Aku cepet apdet khan? Seneng kan kalian😒😁

Kalau ada typo komen segera ya😉

Selamat membaca,,,

Pukul tujuh pagi, Areva sudah mendapat kabar jika Arka meninggalkan rumahnya dari sebelum subuh. Sejujurnya Areva masih merasa khawatir. Tetapi, mengingat keadaan Arka yang sudah semangat seperti biasanya, rasanya tidak mungkin jika Arka memiliki cidera serius.

Areva menuju kamar kakaknya, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Dilihatnya sebuah gudukan berbalut selimut di atas ranjang, Areva menggeleng pelan sambil tersenyum kecil.

"Kak Arvin bangun!" seru Areva.

Arvin menggeliat, ia menyibakkan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Dengan mata merah ia menatap Areva. "Kenapa, Cia?" tanyanya dengan suara serak.

"Kakak ngga kuliah?"

"Ngga. Udah ya, kakak ngantuk. Semalam ngga tidur."

Areva menghela napas pelan. Apa yang sudah membuat Arvin tidak tidur semalaman? Pasti karena ia menyita waktu tidurnya untuk belajar. Laki-laki itu memang gila belajar, tidak heran jika ia selalu mendapat nilai terbaik. Bahkan, waktu kuliahnya bisa dipersingkat hanya beberapa bulan.

"Yaudah, nanti jangan lupa sarapan. Aku ada janji sama Dr. Fani," ujar Areva.

Arvin merubah posisinya menjadi duduk, rasa kantuknya seketika terganti dengan raut wajah seriusnya. "Pulang dari Dr. Fani, jangan lupa laporan sama kakak."

Areva mengangguk patuh, ia berpamitan kepada Arvin. Setelah itu, ia berlalu pergi meninggalkan kamar Arvin.

◇◇◇

Areva sampai di sebuah rumah sederhana berlantai dua, tempatnya tenang dan damai, membuat siapa saja ingin berlama-lama berada di rumah tersebut. Rumah itu didominasi warna putih dengan halaman yang ditanami banyak jenis bunga.

Areva sudah berada di depan pintu bercat putih di hadapannya. Terpampang jelas papan nama sang pemilik rumah, yaitu Fania Rahma M. Psi. Areva mengetuk pintu beberapa kali. Setelahnya pintu itu terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan pakaian casual-nya. Ia menyambut kedatangan Areva dengan senyum ramahnya dan mempersilahkan gadis itu masuk.

Begitu memasuki rumah yang didominasi warna putih itu, Areva tersenyum kecil. Semuanya tetap sama seperti saat terakhir ia mengunjungi rumah ini.

Wanita paruh baya itu kembali dari arah dapur, ia membawa sebuah nampan berisi minuman dan camilan, kemudian meletakkannya di atas meja. Setelah itu, ia duduk di sofa. "Kamu benar, Areva. Ruangan ini tetap sama semenjak terakhir kali kamu datang kemari," ujar wanita itu yang dibalas senyuman tipis oleh Areva.

Areva ikut duduk di samping wanita itu.

"Sekarang cerita sama saya, apa saja yang kamu alami akhir-akhir ini."

"Aku sering merasa cemas, sulit tidur dan berpikir berlebihan," cerita Areva.

Helaan napas keluar dari bibir ranum Dr. Fani, inilah duri yang telah lama terperangkap di hidup Areva.

"Terlalu memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi, hanya akan memperburuk kondisi kamu, Areva."

Dr. Fani ingat saat beberapa bulan yang lalu, ia bertemu Areva di perpustakaan kota. Areva adalah gadis yang menurutnya berbeda, gadis itu sepertinya banyak menyimpan luka dan rahasia. Tanpa rasa khawatir, ia menghampiri Areva dan memperkenalkan diri sebagai seorang Dokter dan juga seorang teman.

Dari pertemuan itu, Areva dan Dr. Fani sering menghabiskan waktu bersama untuk sekedar mengobrol. Dr. Fani bahkan menyuruh Areva untuk menceritakan semua masalahnya. Areva sendiri tidak merasa keberatan, ia merasa lega saat sudah menceritakan semuanya kepada Dr. Fani.

Secret of Cold Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang