Part 52.

30.8K 1.5K 84
                                    

Aku kombek, seneng kan tiap hari aku kombek wahaha😂

Jangan lupa vote dan comment, karena itu sangat berarti buat author😢

Selamat membaca,,,

Arvin masih sibuk dengan beberapa tumpukan berkas, sesekali jari-jarinya menggerakkan mouse komputer, dengan teliti Arvin membaca setiap kalimat yang ada pada layar monitor di depannya.

Tok tok tok

"Masuk," ujar Arvin tanpa melihat ke arah pintu.

Pintu kamar Arvin terbuka, menampilkan sosok pria tinggi besar dengan setelan jas yang apik. Pria itu membungkuk, memberi hormat kepada Arvin. "Maaf mengganggu, Tuan. Saya membawa kabar gembira," ujarnya.

Arvin mengalihkan perhatiannya menatap pria tersebut. "Ada apa, Paman Tom?"

Pria bernama Tom itu menghampiri Arvin dengan membawa sebuah map di tangan kanannya. "Ini berkas tentang segala bukti kecelakaan Arka, lengkap dengan dalang di baliknya," ujar Tom sambil menyerahkan berkas tersebut.

Arvin menerimanya dan membuka berkas tersebut. Sudut bibirnya terangkat, ia tersenyum puas. "Terimakasih banyak, ini benar-benar lebih dari cukup. Kita bahkan mengetahui latar belakang si dalang ini." Arvin menaruh berkas tersebut di atas meja belajarnya.

Tom mengangguk setuju. "Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?"

"Ah, iya." Arvin mengambil sebuah berkas yang ada di dalam nakas meja belajarnya, ia memberinya kepada Tom, "tolong, kirimkan berkas ini," pinta Arvin.

Tom sedikit terkejut saat melihat berkas yang ada di tangan Arvin. "Ta--tapi Tuan, bukankah ini ...."

"Serahkan berkas ini ke Departemen Kepolisian Kota New York," potong Arvin.

Tom mengangguk patuh, ia menerima berkas tersebut. Tidak ada alasan untuknya menolak, karena ia sudah lama mengabdi kepada keluarga Raffles.

"Dan satu lagi, bagaimana dengan Paman Riko dan Bibi Anne?"

"Mereka masih berada di New York. Banyak hal yang harus mereka lakukan di sana," papar Tom.

Arvin mengangguk mengerti. "Bagus, aku ingin Areva mendapatkan kembali haknya. Oh ya, apa Gilya masih bekerja di perusahan?"

"Benar, Tuan. Gilya masih tetap bekerja, sekaligus memantau keadaan agar tetap terkendali sesuai rencana."

Arvin mengangguk dengan senyum misterius tercetak di wajahnya. Ia bangkit dari duduknya. "Paman, katakan pada Paman Riko. Ngga perlu terburu-buru, selesaikan semuanya dengan tenang tanpa gegabah." Arvin beranjak pergi melewati Tom.

Tom memberi anggukkan patuh. "Tuan muda, mau ke mana?" tanyanya.

Arvin berbalik. "Aku mau main ke rumah Yugo," jawabnya dan kembali melanjutkan langkahnya.

Tom segera mengikuti langkah Arvin. "Biar saya antar, Tuan. Saya khawatir, terjadi sesuatu yang buruk," tawar Tom.

Arvin tersenyum. "Ngga perlu, Paman. Aku pergi sendiri aja, aku ingin berbagi kabar gembira ini sama Yugo. Semua masalah akan selesai, tinggal menunggu waktu."

"Tapi Tuan ...."

"Jangan khawatir, Paman. Oh iya, tolong jaga semua berkas di kamarku, semuanya sangat penting untuk Areva nanti," ujar Arvin. Setelah itu, ia mengambil kunci mobilnya dan menuju garasi, tidak lama setelahnya Arvin meninggalkan rumahnya dengan mobil sport warna hitamnya.

Tom menatap kepergian Arvin dengan rasa khawatir.

◇◇◇

Acara perpisahan berjalan dengan lancar sesuai susunannya. Setelah melewati sambutan-sambutan dan acara inti, kini saatnya untuk hiburan.

Hal ini tidak dilewatkan oleh para siswa-siswi kelas XII, mereka berpasangan dan berdansa. SMA Xavier merupakan sekolah berstandar internasional, jadi tidak heran jika kebudayaan barat kerap ada di sela acara sekolah.

Areva hanya duduk diam, sembari memperhatikan para kakak kelasnya yang tengah berdansa di bawah lampu sorot. Ia tidak sendirian, karena Arka ada di sampingnya.

"Wan't to dance?" tawar Arka.

Areva menggeleng pelan dengan senyum simpulnya. "Aku ngga bisa," akunya.

Arka terkekeh, ia tidak percaya jika Areva tidak bisa berdansa, bukankah gadis itu hidup di tengah budaya barat? Tetapi Arka tidak ingin mengorek banyak tanya, karena takut membuka luka lama pada diri Areva.

Areva teringat dengan sesuatu, ia harus mengatakan sesuatu yang penting kepada Arka. Hidupnya tidak akan tenang jika terus menyembunyikan banyak rahasia. "Arka," panggil Areva dengan suara lembut.

"Ada apa, hmm? Mau ngomong sesuatu?"

Areva mengangguk, ia memainkan jari-jarinya karena gugup. Ia takut untuk mengatakannya. "Arka, sebenarnya aku ...."

"Maaf ganggu waktu kalian," sahut seseorang, membuat Areva mengatupkan bibirnya dan menggantung ucapannya.

Perhatian Arka dan Areva tertuju pada seorang gadis yang berdiri di hadapan mereka. Gadis itu memakai gaun out of shoulder warna hitam yang memperlihatkan kaki jenjangnya, ia memberikan senyum terbaiknya di hadapan Arka dan Areva.

"Mau apa lo?" tanya Arka dengan nada tidak suka.

"Arka, lo mau ngga jadi pasangan gue buat dansa," pinta gadis itu.

"Gak."

Areva menatap Arka tidak percaya, ia meraih tangan Arka dan mengusapnya dengan lembut. "Ngga papa, ini momen terakhir buat kelas 12."

"Aku ngga mau," tolak Arka.

Areva memasang ekspresi memohon, ia tahu persis bagaimana meluluhkan hati Arka. "Kalau kamu ngga mau ngelakuin itu karena Riry, setidaknya kamu lakuin demi aku, aku mau lihat tarian dansa kamu."

Arka mengembuskan napas pelan. "Kamu kenapa sih, kok malah belain nih cewek," sungut Arka kesal.

Areva tidak membalas ucapan Arka, ia terus memasang wajah memelasnya yang berhasil membuat Arka frustasi melihatnya. Arka lantas bangkit dari duduknya, ia menatap Riry dengan malas.

"Demi Areva gue turutin permintaan lo."

Riry tersenyum senang, meskipun sebenarnya ia kurang mengerti dengan Areva. Mengapa gadis itu membujuk Arka agar mau berdansa dengannya? Ini membuat Riry berpikir keras, sebenarnya apa yang sudah Areva rencanakan untuknya, tetapi apapun itu rasanya tidak penting, karena yang terpenting sekarang adalah ia bisa berdansa dengan Arka.

VOTE AND COMMENT!!!🤗

See you next!!! 🤗

Misiiiii numpang promosi cerita baru yaaa😁😍

Misiiiii numpang promosi cerita baru yaaa😁😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret of Cold Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang