3 - Under Pressure

595 107 39
                                    

"A—Apa kau OLA?"

Sulit untuk memahami pertanyaan ketika semua yang Seokjin lihat adalah penderitaan dan kesengsaraan yang berlarut-larut dalam manik tidak berjiwa milik wanita di hadapannya. Entah perasaan apa yang lebih dominan dan menonjol, yang pasti wanita ini mengalami tekanan hebat. Siapapun yang melakukan dan menerornya, Seokjin secara rahasia berharap mereka akan membusuk di neraka atau bahkan diambil jiwanya oleh arwah-arwah yang sedang gentayangan bulan ini.

"OLA? Apa itu, uh, apa maksudmu Olaf?" tanya Seokjin ragu yang segera diganti dengan gelengan kepala. "Erm, lupakan. Bukan, aku Kim Seokjin. Apa kau baik-baik saja, Nona?"

Wanita tersebut hanya memandangnya, terlalu ciut hati untuk berbicara lebih banyak. Walaupun tidak secara eksplisit, Seokjin dapat menduga bahwa ada sebuah dinding yang membentang dalam dirinya, dibangun khusus untuk mempertanyakan apakah dia bisa mempercayai orang-orang sekitar. Seokjin tak bisa menyalahkannya, dunia semakin kejam—satu-satunya orang yang dapat dipercaya adalah diri sendiri, dan Tuhan, jika kalian berkeyakinan bahwa Dia benar-benar ada.

Hujan masih belum mereda, rambut cokelat gelap melekat berantakan karena basah di seluruh tubuhnya, meski dengan pencahayaan terbatas, kulit porselennya tetap bersinar menentang keadaan yang terlampau suram tanpa keriaan. Napasnya menggebu seraya mencoba memundurkan tubuhnya yang lemah menjauh dari Seokjin, tapi justru diakhiri dengan ringisan penderitaan.

Seokjin secara insting meraih bahunya yang tak terluka, menghentikan gerakan yang dapat melukai dirinya lebih jauh. "Jangan bergerak, bahumu terluka!"

"J—Jangan sakiti a—aku lagi."

Itu hanya kalimat biasa, kalimat pertahanan, kalimat membela diri. Namun, entah kenapa beban familier mendadak beristirahat pada jiwanya bersamaan dengan hati yang mencelos ketika mendengar wanita ini mengatakannya, mulutnya sedikit terbuka kebingungan—berharap atmosfir menyampaikan kepadanya niatan dia yang sebenarnya, apa daya mereka tidak berpihak pada seseorang yang bahkan tak punya nyali untuk kembali menata ulang masa lalu. Seokjin kehilangan kata-kata, bukan karena wanita ini beranggapan bahwa dia akan menyakitinya, tapi bagaimana permintaannya itu terdengar sangat memohon, kata 'lagi' membuat tangan Seokjin mengepal tanpa sebab.

Suara wanita ini begitu parau, ada sedikit ketangguhan dibalik nada, tapi semuanya disembunyikan oleh kegentaran dan kepiluan. Itu mencekik tenggorokannya, masih mencegah kata-kata untuk keluar dari bibir. Sesaat, itu mengingatkan Seokjin pada peringatan Jihoon tentang master assassin yang sedang berkeliaran, pertanyaan demi pertanyaan pun menyeruak tanpa henti. Apakah wanita ini adalah korban pertama? Jika iya, siapa wanita ini dan bagaimana dia dapat berakhir berurusan dengan pembunuh bayaran tersebut?

"Dengar, aku bukan orang jahat. Kau bisa mempercayaiku." Seokjin akhirnya bersuara, "biarkan aku membawamu ke rumah sakit, lukamu terlihat sangat parah."

"T—Tidak," jawabnya singkat, mata semakin berat untuk tetap terbuka. Tersirat jelas upayanya untuk sadar kian menipis. "OLA dimana-mana."

Siapa sih OLA?

"Oke. Aku akan membawamu ke apartem—hei, Nona!" teriak Seokjin panik, sontak kedua tangan menangkup wajahnya, melepas payung yang sedari tadi menghadang rintik hujan membasahinya lebih jauh. "Oh, tidak. Dia kehabisan banyak darah. Sudah berapa lama dia disini?"



⋇⋆✦⋆⋇      ⍟     ⋇⋆✦⋆⋇



Jika situasi berbeda, mengetuk pintu kediaman seorang Mia Gardner adalah hal terakhir yang Seokjin akan lakukan terutama di waktu malam seperti ini. Tetangga yang begitu galak, sarkastik, bahkan jarang dirumah tergambar cukup mendirikan bulu rota. Tidak banyak yang dia ketahui tentang Mia, hanya sekadar nama, status single, dan pekerjaan yang mengharuskan dia untuk pergi subuh, pulang larut. Namun, Seokjin tidak sekalipun memiliki rasa ketidaksukaan terhadap wanita ini, bagaimana tidak? Queens adalah asing, dan pria itu sendirian; mari asumsikan bahwa kota baru dan warga pindahan tidak selamanya langsung akur pada hari pertama.

AegisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang