Pulang

16.1K 3.1K 305
                                    

Semakin buruk saja hubungan Iis dan Kaffi dari waktu ke waktu, komunikasi yang menjadi pondasi kuat dari sebuah hubungan diruntuhkan tanpa pernah dibuat.

Kaffi benar-benar menghemat katanya untuk Iis, tak hanya itu ia juga makin menjauh, tak tersenyum, tak menegur, Iis seolah hidup sendiri dan asing di tengah-tengah keluarga Kaffi.

"Mas udah makan belum? Aku siapin ya?" Iis masih berusaha perhatian saat suaminya itu pulang, yang iya dengar dari ibu mertuanya Kaffi resign dari pekerjaannya, tentu Iis ingin menyemangatinya.

Mungkin selama ini masalah rumah tangganya adalah efek pekerjaan Kaffi juga, Iis merasa tidak masalah jika Kaffi resign, lagipula gajinya cukup kebutuhanya, uang bulanan dari Kaffipun ia masukkan ke rekening tabungan yang ATMnya dipegang Kaffi, pasti tidak akan ada apa-apa dengan keuangan mereka.

Iis juga yakin Kaffi akan segera mendapat pekerjaan.

"Mas?" Panggil Iis sekali lagi namun tidak ada tanggapan, Kaffi berganti pakaian lalu bergegas menuju dapur, masih dengan Iis yang setia mengekor dirinya.

"Aku siapin ya mas?"

Iis membuka tudung saji yang sudah berisi banyak makanan, dengan cekatan ia menyendokkan nasi untuk Kaffi, meski tidak ada suara yang keluar dari mulut suaminya itu Iis tetap tingal menemaninya makan.

Sampai... Prang!

Kaffi tiba-tiba menyingkirkan piring itu hingga nasi sisanya berhamburan di lantai, selanjutnya pemuda itu menatap Iis tajam.

"Gimana aku bisa habisin makanan kalau kamu liatin kayak gitu, bisa gak kamu biarin hidup aku tenang sehari aja?"

Iis tidak menanggapi, ia hanya berjongkok membersihkan kekacauan yang dibuat Kaffi, meski hatinya sakit menahan tangis, Iis tetap mencoba tersenyum.

"Aku..."

"Ya ampun ada apa? Ibu dengar yang jatuh?" Iis tidak sempat melanjutkan kalimatnya, selain tercekat tangisnya, ibu mertuanya juga menghampiri.

"Ada kucing tadi lompat bu, jatuhin piring, Iis bersihkan dulu ini." Iis tidak berbalik, ia langsung membawa piring itu ke wastafel dan mencucinya sembari mendengar pembicaraan Kaffi dan ibu mertuanya.

"Gimana Kaf, udah proses surat penguduran diri kamu?"

"Iya bu, mulai besok Kaffi udah gak ke kantor lagi," Sang Ibu menepuk pundak putranya lega.

"Ya gak apa-apa Kaf, lagian ibu ayah masih kerja, kamu anak satu-satunya. Uang ibu sama ayah buat siapa kalau bukan buat kamu Nak? Sekarang kamu fokus aja pulihin kesehatan kamu,"

Sang ibu melangkah mengelus kepala Iis dari belakang, meski sang menantu sibuk dengan cucian piringnya.

"Dan fokus bikinin ibu cucu."

Kaffi tersedak, Iis makin tercekat.

Bagaimana bisa ia dan Kaffi melalukan itu semua sementara hubungan mereka kian buruk entah apa sebabnya.

Yang pasti Iis sudah melakukan yang terbaik, namun sebuah hubungan tidak akan berhasil jika hanya ada satu yang berjuangkan?

"Gak tau bu, Mas Kaffi kayaknya gak cinta aku."

Kaffi dan sang ibu terdiam tak berniat menjawab prasangka Iis, mereka lebih memilih keluar dari dapul meninggalkan Iis sendiri di sana.

Sementara itu Iis memilih tidak meninggalkan dapur, dari pada ke kamarnya dan menambah tensi Kaffi karena pernyataannya lebih baik Iis menggosok panci bekas memasaknya tadi, Iis tidak segan membuka aksesoris tangan hingga cincinya karena sedikit menganggu, tanpa pernah ia tahu melepaskan cincin pernikahannya berdampak besar padanya.

I DON'T WANNA GET MARRIED!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang