Gita sudah berteriak beberapa kali sembari menggedor-gedor pintu kamar Jose namun si pemilik kamar malah menahan suara dan langkahnya dari dalam, untuk pertama kalinya Jose tidak ingin melihat wajah sahabatnya itu.
Rasanya masih nyeri di dadanya walau tahu Gita pasti tak punya maksud membuatnya merasa seperti sekarang, hanya Jose rasa ia perlu jarak.
"Elo belum bangun? Udah hampir jam delapan Jos," Gita tidak menyerah mengetuk pintu kamar Jose.
"Elo gak mau kerja? Ya udah gue berangkat duluan kalau gitu, ada nasi goreng di meja, elo sarapan dulu ntar." Jose hanya mengangguk dari dalam kamarnya.
"Padahal gue mau cerita Jos." Cicit Gita sebelum melangkah keluar dari unit mereka, jujur saja rasanya masih berat menghadapi kenyataan setelah tau dia hanya jadi korban harapan palsu dari seorang Januar.
Dalam perjalanan Gita menscroll kontaknya dan menatap lama obrolan group yang isinya Rani, Iis, Jose dengan dirinya tanpa mengirim apapun.
Gita sungguh tahu beban berat Rani yang harus pindah ke tempat kerja baru, apalagi Iis, hanya Gita tempat Iis bercerita tentang masalahnya dengan Kaffi saat di Bogor dulu, Gita tahu sahabatnya itu banyak pikiran, Gita tidak ingin menambahnya dengan bercerita soal bebannya.
"Ah, gue harus cerita sama siapa? Jose juga tumben diemin gue, gue tahu dia di dalam kamar tadi, lampunya masih nyala. Kenapa? Dia marah sama gue?" Gita mengingat-ingat kesalahan yang mungkin diperbuatnya, rasanya tidak ada, kemarin ia dan Jose baik-baik saja.
"Ah tau ah gue sakit kepala."
Gita memijat pangkal hidungnya, kepalanya pening setelah banyak menangis, belum lagi hari ini ia harus ke butik mencari jas pertunangan untuk mantan gebetannya. Memikirkannya selain membuat hati Gita patah rasanya kepalanya juga mau pecah.
"Kalau gak mikir gue ada sangkutan pembayaran sama yang punya butik paling gue suruh anak-anak yang ke sana. Nyakitin diri sendiri gue emang."
Gita menutup monolognya bersamaan dengan datangnya taksi online yang dipesannya sembari berharap semoga saja harinya tidak semakin memburuk.
🕸️🕸️🕸️
Pertama kali yang dipikirkan Taufik saat bangun adalah Jose, sejak semalam pesannya diabaikan atau mungkin Jose sengaja mematikan ponselnya.
Taufik tidak tahu Jose akan menunggunya saat ia bilang akan ke kantornya, Taufik kira Jose akan pulang, salahnya juga tidak memberitahu Jose kalau ia batal ke sana karena cukup khawatir dengan keadaan Gita.
Ngomong-ngomong soal Gita, Taufik masih memikirkan maksud pesan Januar yang kemarin dikirimkan kepadanya.
"Titip Gita maksudnya apa coba? Argh!" Taufik mengacak rambutnya, kedua perempuan itu baik Jose maupun Gita membuatnya frustasi sepagi ini.
Taufik berolahraga ringan sebelum meminum sebotol air mineral, pemuda itu membunyikan jari-jarinya dan melakukan peregangan leher sebelum duduk di depan komputer memainkan satu game, kebiasannya dipagi hari untuk merangsang kinerja otak katanya.
"Mampus lo! Makan tu!"
Taufik bermain bar-bar, serasa seperti semua emosi yang tidak terungkap di dalam hati diluapkan bersama banyaknya peluru yang dikeluarkan karakter gamennya, lihat saja dari 100 orang di game ia berhasih membunuh ¼ diantaranya dan tentu jadi last man standing dan memenangkannya.
"Noob lo semua!" Umpat Taufik sebelum melepaskan headphone dan menuju kamar mandi, mendinginkan kepalanya yang sedang banyak pikiran itu di bawah shower sembari memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I DON'T WANNA GET MARRIED!
Ficción GeneralMarriage just like walk in the park. Yes, jurassic park! Gue gak mau nikah!!!!