Tidak bahagia

22K 3.9K 325
                                    

Doni pasrah pulang kerja bukannya istirahat malah ditarik ke mall oleh Rani, perempuan yang seumuran dengannya itu katanya minta ditemani membeli kado untuk ulang tahun pernikahan sahabatnya.

Doni pasrah saja, iming-imingnya makan gratis, siapa yang mau nolak? Apalagi Rani kalau mengajak makan biasanya di resto mahal.

"Eh, gue gak usah masuk!" Tolak Doni saat Rani menariknya masuk ke sebuah toko pakaian dalam wanita.

"Ih ga papa!"

"Diliatin Ran sama orang." Protesnya.

Rani memanyunkan bibirnya.

"Ih sayang, kan kamu udah liat semuanya." Ujarnya genit lalu mengedip, Doni ingin sekali menjitak jidat lebar Rani. Gadis itu selalu membuatnya berada di situasi canggung.

"Silahkan masuk mba, mas." Sapa sang pegawai.

"Ini, suami saya pakai acara malu-malu, padahal dia yang minta saya beli lingerie baru," Rani bersuara manja, Doni mau muntah.

Boleh saja para pria-pria di tempat kerja tergila-gila dengan Rani tapi Doni. Ah tidak terimakasih. Doni sudah tahu Rani luar dalamnya.

"Yuk sayang, temenin aku yuk."

"Ya udah ayok." Pasrah Doni pada akhirnya.

Rani sudah sibuk meminta model macam-macam, terkadang ia menempelkan bra pada dadanya dan bercermin tidak hanya itu Rani kadang bertanya.

"Bagus gak Don?"

Ya mana Doni tahu, Doni mana pernah pakai BH?

"Eh, cowok terangsang kalau cewek pakai lingerie apa?" Pertanyaan Rani membuat Doni memamerkan rolling eyesnya.

"Yang merah? Yang talinya tipis atau-"

"Gak usah pakai apa-apa mah kalau mau cowok terangsang Ran," Jawaban Doni membuat Rani mendengus kesal.

Dasar tidak tahu bersenang-senang.

"Tapi kata Luke, ada seni sendiri ngeliat cewek pakai lingerie ketimbang langsung telanjang." Protesnya.

"Ya kenapa elo ngajak gue? Gak ngajak Luke aja belanja lingerie,"

Rani menghentikan kegiatannya dan menatap Doni tajam.

"Gimana perasaan elo ngeliat cowok yang mau nikah, beli lingerie bareng cewek lain Don? Gak make sense lah. Please deh."

"Tapi elokan deket banget sama Luke sekarang, gosipnya udah nyebar loh di kantor." Balas Doni.

Rani memijat pelipisnya, pantas saja pilot maskapai sebelah yang kemarin minta nomor teleponnya tidak menghubunginya, pasti karena gossip ini.

"Gimana gue mau nikah, kalau cowok-cowok kemakan gossip murahan kayak gitu?"

Rani hanya bisa menghela nafas, diambilnya sebuah lingerie berwarna soft pink yang jadi pilihan utamanya.

"Gue deket sih, tapi bukan deket kayak gitu!"

"Ya lagian elo kalau mau nikah, seriusinlah satu cowok. Jangan menyebar banyak umpan Ran, elo deket sama si A, tapi makan siang bareng si B terus telponan sama si C, digosipin sama si D? Gimana ada satu yang serius sama elo?"

Doni mengekor Rani hingga ke depan kasir, gadis itu tidak menanggapi ucapannya sama sekali sejak tadi.

Gadis itu mungkin tersinggung dengan ucapannya.

"Ran elo marah?"

Rani menggeleng dan mencoba tersenyum.

"Gue gak tahu sikap gue terkesan murahan di mata orang. Gue padahal cuma pengen akrab sama semuanya, lagipula kalau banyak menebar umpan, bukannya makin banyak juga kesempatan mendapat ikan? Hehe Ya udah ah, makan yuk? Elo mau makan apa? Steak?" Doni menggeleng, ia merasa bersalah karena caranya memberitahu Rani malah menyinggung gadis itu.

"Enggak usah, gue makan di rumah aja. Elo mau langsung pulang?" Rani menggeleng dan menahan tangan Doni.

"Gue gak marah kok Don, lagian elo bener kok. Elo temenin gue makan ya, sekalian gue mau minta pendapat lo." Tahan Rani.

Doni menaikkan sebelah alisnya.

"Pendapat? Tentang?"

"Hem, orang yang minta gue bawa dia lari karena gak mau nikah."

"Heh? Si Luke minta elo bawa dia lari?"

"KOK LO TAU ITU SI LUKE?"

"Jangan gila lo. Elo mau jadi pengangguran? Anak yang punya setengah bandara itu woy!"

🍀🍀🍀

Iis sejak pagi terlihat ceria, tiap kali menatap ponselnya ia akan tersenyum lebar, Yuris yang melihatnya sejak tadi jadi penasaran apa yang membuat guru kimia itu senang.

"Menang lotre Is?"

Yuris duduk di bangkunya, Iis yang sedari tadi bermain ponsel tersentak.

"Ya ampun, kirain siapa!"

"Hehe kayaknya happy banget? Kenapa Is? Isi ya?" Tebakan Yuris malah melunturkan senyum Iis.

Isi apa? Isi angin? Lemak?

Gimana mau isi kalau belum dibuat juga sampai sekarang?

"Belum, ini sahabat-sahabat saya mau ke sini, bentar sore udah pada di sini sampai hari minggu. Saya seneng, ketemu mereka lagi. Di sini sepi, gak ada temen," Iis memasang ekspresi sok sedihnya.

"Lah terus saya apa Iis? Kitakan temen?"

"Iya sih, tapi gak bisa diajak gossip, gak bisa diajak shopping. Bu guru yang lain juga gak bisa, udah pada sibuk ngurus keluarga. Hhhhh," Helaan nafas berat Iis hanya ditertawakan Yuris.

Ya kalau punya suamikan harusnya ada teman hidup yang setia jadi tempat cerita, ataupun teman shopping. Iis ini sok pusing, padahal punya suami. Itu isi pikiran Yuris.

"Saran saya buat pindah rumah gimana Iis?"

"Ah, belum tanyain sama suami, belum dapet momentnya. Tapi aku pengen pindah sih, bukannya karena mertua aku gak baik. Baik banget malah, tapi pengen mandiri aja. Mudah-mudahan suami ku mau ya?"

Yuris tersenyum lebar, di kepalanya istri sholeha itu persis seperti gambaran Iis, lembut tutur katanya, sopan, cantik, berhijab, nurut sama suami, dan tidak mengambil keputusan sendiri.

Semoga akan ada Iis lain untuknya di masa depan.

"Yah kalau sama istri kayak bu Iis mah, gak nolak itu." Jawaban Yuris hanya membuat Iis tertawa kering.

Drrr Drrrr pesan masuk di ponselnya menganggu percakapan ringan Iis dengan Yuris si guru Bahasa Jepang, rekan kerjanya.

Iis yang tadinya banyak tertawa menjadi ingin menangis membaca pesan yang masuk.

Kaffi Mas gak jadi bentar malam makan malam sama teman-teman kamu. Ucapin aja terimakasi dari Mas. Mas ada kerjaan di Surabaya sampai hari minggu.

"Loh bu Iis? Kok bu Iis nangis?" Yuris terkejut bukan main.

Baru saja Iis tertawa lepas, kini perempuan itu menangis sesegukan, tangisan yang seperti ditahan tapi Iis tidak kuat menahannya. Hingga tangisan itu terdengar perih di telinganya.

"Hhhhhh gak apa-apa kok." Iis mencoba menyakinkan rekannya itu bawah dirinya baik-baik saja, walaupun sebenarnya tidak.

Iis ya udah, gak apa-apa. Btw happy anniversary Mas. Love you, semoga kamu bisa mencintai aku juga.

Kaffi Iya.

Saat mencuri pandang ke kolom chat Iis dan Kaffi, Yuris tahu.

Pernikahan mereka tidak baik-baik saja. Jauh dari kata bahagia.

Suami mana yang tidak membalas ucapan tulus sayang istrinya? Kalau masih pacar ya wajar tapi ini istrinya! Perempuan yang telah diikatnya dihadapan Tuhan.

-To be continued -

Jose, Taufik, Januar dan Gita Chapter depan ya. 😁

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

I DON'T WANNA GET MARRIED!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang