Not in a good mood

20.6K 3.9K 204
                                    

Mood pagi ini kurang begitu bagus, Gita yang bersemangat ingin jalan-jalan sweat drop melihat semua ekpresi yang terpajang di meja makan pagi ini.

Taufik yang awalnya bahagia jadi cemberut mengetahui Jose pulang duluan, Iis yang tidak mendapat pesan apa-apa setelah berulang kali menghubungi suaminya semalam juga memasang tampang masam.

Sedangkan Rani yang ngambek gara-gara tadi pagi Taufik mengetuk pintu kamarnya mencari Jose...

"Kenapa pagi-pagi gedor-gedor sih Fik?"

"Mba siapa?"

Taufik tidak mengenali Rani yang tanpa make up. Membuat gadis itu merajuk dan ngeroweng sejak tadi, belum lagi Januar yang gelisah setelah menerima telepon dari rumah.

Gita bingung bagaimana membangun mood semuanya.

"Kak, mau sarapan apa? Sereal? Nasi goreng? Biar Gita ambilin," Tawar Gita.

"Sereal aja. Habis ini mau kemana Git?"

"Hem," Gita melirik Iis, Rani dan Taufik.

"Gak tau, semuanya pada gak mood kayaknya. Menurut kak Januar enaknya kemana?"

"Kakak sih gak mau kemana-mana, capek. Mau tidur aja, mumpung libur," Januar memaksa bibirnya tersenyum, Gita tahu itu sebuah kebohongan. Ada yang ditutupi pemuda itu darinya lewat senyuman.

"Kalau mau tidur doang di Jakarta juga bisa kak, jauh amat ke Bogor buat tidur," Sela Rani.

"Mba siapa?" Canda Januar yang membuat Taufik bertoss ria dengannya meski Rani makin kesal.

Memangnya barefacenya sebeda itu? Rasanya tidak. Taufik dan Januar saja yang ingin menggodanya.

"Gue juga harus nutasin level ini," Taufik menunjuk game yang dimainkannya sebagai pengalih stress ditinggal Jose.

"Gue pengen ngapung aja di kolam renang, elo join deh sama gue Git," Tawaran Iis mau tidak mau diangguki Gita daripada jauh-jauh ke Bogor, booking hotel mahal tapi malah hanya dipakai tidur.

"Kak Januar gak mau join di kolam renang?"

Januar kembali menggeleng dan tersenyum.

"Beneran capek, mau tidur Git."

Gita sedikit kesal, entah mengapa ia tidak suka dengan sikap Januar kali ini. Biasanya pemuda yang lebih tua setahun darinya itu dewasa, dan bisa diajak senang-senang.

Januar pagi ini malah memuakkan.

"Ya udah kalau gak mau. Tidur aja sana! Bete!"

Gita meletakkan sereal yang sudah dicampur susu di depan Januar dan menghentakkan kakinya lalu pergi begitu saja.

"Eh, ngambek tuh." Tegur Taufik.

Iis dan Rani serta Taufik menatap Januar dengan tatapan penuh harap agar pemuda itu mengejar Gita, namun nihil. Januar malah menghela nafas berat dan menikmati serealnya tanpa niat mengejar.

"Please lah, Gita udah 29 tahun. Gak patut dia ngambek kayak gitu. Memangnya salah kalau kita mau tidur karena capek?" Taufik menggeleng namun Rani dan Iis tidak sepakat.

Sekali lagi Rani bertanya dalam hati, buat apa jauh-jauh ke Bogor kalau cuma mau tidur?

"Gue nyusulin Gita deh," Iis bangkit diikuti Rani, namun sebelum itu Rani memelototi Januar lama dan mulai mengomel.

"Kalau kak Januar punya masalah dan gak mood. Inget, Gita gak ada hubungannya sama masalah kak Januar. Jadi jangan childish. Kak Januar lebih tua dari kita."

Teguran Rani membuat Januar kehilangan selera makannya, akhirnya pemuda itu hanya bisa mengusap wajahnya frustasi sepeninggal Rani dan Iis.

Entah bagaimana membahasakan yang dirasakannya sekarang, semuanya serba mendadak.

Saat ia sudah menemukan yang ia cari, yang dilepaskan malah kembali.

"Lo kenapa sih Jan?" Tanya Taufik.

"Mantan gue dari Beijing pulang, dan bokap tadi nelpon nyuruh nemuin dia."

🌲🌲🌲

Jose tergopoh-gopoh lari. Rok sempit sialan Rani yang membuatnya susah berjalan, Jose tidak bisa membayangkan harus menggunakan rok sepanjang hari, ia rindu dengan kemeja longgar dan celana kain yang selalu ia gunakan ke kantor.

Lihat, satpam saja melihatnya dengan tatapan aneh.

"Loh, mba Jose ini hari sabtu bukannya redaksi libur?" Tegur salah satu tim percetakan yang ditemui Jose di lift. Jose yang sibuk menggulung rambutnya hanya bisa menyengir.

Ia juga heran kenapa kepala editor yang baru meminta timnya datang saat weekend seperti ini. Awas saja kalau kepala editor itu sama seperti tua bangka yang berhasil dilengserkannya seminggu lalu, Jose sudah siap mengamuk dengan segala resiko.

"Gila, kepala editor yang baru ganteng banget coy. Gak sia-sia gue dateng!" Percakapan tim depalan editor sebelah didengarnya kala sampai di lantai tiga.

"Ganteng?" Heran Jose yang sudah memperbaiki kemejanya dan siap untuk masuk ke ruangan.

"Tim saya di dalam?" Jose menunjuk ruang meeting yang diangguki ketua tim delapan.

"Tim tujuh kecuali kamu udah di dalam sejak lima menit lalu Jose, kasian junior-junior mu," Jose menarik nafas dan menghembuskannya.

"Galak ya?"

"Eh kalimat gue belum selesai, kasian junior-junior mu silau karena ketampanannya. Haha!" Jose mendengus kesal mendengarnya.

"Kepala editor yang baru masih muda, mungkin lebih muda dari elo Jos. Masuk gih, kasi salam sama kepala editor yang baru."

Jose tersenyum dan menarik pintu ruang meeting.

"Selamat pagi. Maaf pak saya terlambat, saya Jody Serafina Mulya ketua tim tujuh, bapak bisa panggil saya Jose. Sekali lagi maafkan keterlambatan saya,"

Jose tetap menunduk, seharusnya sebagai ketua tim ia harus memberi contoh. Namun ia tidak bisa terhindar dari keterlambatan gara-gara berangkat dari Bogor.

"Katanya kamu yang paling senior disini, bahkan direkomendasikan mengganti kepala editor yang lama. Kenapa gak diambil? Kamu punya potensi."

Entah kenapa suara lembut ini pernah di dengarkan Jose entah dimana.

Jose mengangkat kepala, namun hanya punggung sang kepala editor baru yang didapatinya. Pemuda itu memakai kemeja putih seperti dirinya, Jose penasaran dengan wajahnya.

Benar kata ketua tim delapan, kepala editor ini memang masih sangat muda.

"Saya memang sudah lama di bidang ini tapi saya tidak pernah berminat menduduki jabatan kepala, itu merepotkan. Gaji saya selama jadi editor cukup-cukup saja kok, punya waktu luang, bahkan pekerjaan bisa dikerjakan di luar kantor, kalau jadi kepala saya hanya akan terkungkung di kantor dan itu tidak menyenangkan." Jujur Jose.

"Saya dengar dari anggota tim kamu, kamu ini otaku dan fujioshi? Benar?" Sang kepala editor berbalik, dan Jose menganga di tempatnya.

"JEFRIN?"

Si tampan dengan lesung pipi yang ingin dijodohkannya dengan Taufik tersenyum lembut di hadapannya.

"Hai, kak Jose. Kita ketemu lagi."

-To be continued -

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

I DON'T WANNA GET MARRIED!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang