Bagi Gita, ada yang aneh pada para pria di sekitarnya, mari urutkan satu persatu.
Yang pertama Taufik, seingat Gita robot dalam bentuk manusia itu hanya sahabat Jose yang hemat berkata-kata namun akhir-akhir ini Taufik boros mengeluarkan kalimatnya.
Yang kedua Januar, nah pria ini malah sebaliknya. Seingat Gita komunikasi terakhir mereka adalah setelah nonton berdua, itupun hanya sekedar menanyakan apa Januar sudah sampai atau belum? Yang sampai sekarang belum dibaca sama sekali.
Kadang Gita bertanya-tanya, apa ponsel Januar rusak atau bagaimana? Kenapa ia tidak mendapat balasan hingga 12 hari.
"Bu Git, maaf menganggu." Salah seorang Karyawan Gita menganggu pikiran gadis yang tengah melang-lang buana meski raganya sedari tadi terjebak di balik meja kerja.
"Ah, iya? Ada apa yah?" Sapa Gita sedikit canggung, kedapatan melamun saat jam kerja oleh karyawan sendiri bukan hal yang bisa dikatakan baik.
"Ini bu, ada klien yang ditanganin bu Annisa yang dateng,"
Belum sempat sang karyawan melanjutkan pembicaraannya namun Gita sudah tahu pasti masalahnya.
Annisa, salah seorang wedding plannernya sedang cuti hamil yang tentu kliennya harus ditangani langsung olehnya.
"Suruh nunggu aja ya, buatin Teh sekalian. Oh ya berkas wedding plan yang dibuat Annisa tolong kamu ambilkan juga ya." Pinta Gita yang sudah merapikan kemejanya dan tersenyum.
"Baik bu."
Setelah membaca secara saksama wedding plan yang dibuat karyawannya, Gita tahu kliennya akan lamaran sekaligus tunangan dua hari lagi dan terbilang cepat karena pesta pernikahannya hanya terpaut satu bulan setelah pertunangan.
"Ini sih namanya kerja ekstra kita." Gumam Gita sembari membalik kertas-kertas di tangannya, decihan di bibirnya berganti senyum begitu melihat sang klien yang sudah mengesap tehnya.
"Selamat siang, saya Gita," Si klien tersentak dan otomatis berdiri menyambut jabatan tangan Gita.
"Pasti mba kaget banget ya tahu wedding planernya cuti? Maaf ya mba, tenang saja kami profesional kok kami tentu akan memberikan wedding planner yang terbaik pengganti Annisa." Baru saja duduk Gita sudah mengocek panjang kali lebar.
"Iya mba, tapi syukurlah kalau memang sudah dicarikan pengganti terbaik, ngomong-ngomong penggantinya?" Sang Klien terlihat penasaran, sekali lagi Gita mengulurkan tangannya.
"Saya mba, Gita. Pemilik wedding organizer wedding Kita."
Sang Klien sempat ternganga beberapa detik sebelum tertawa kecil dan meraih jabatan tangan Gita.
"Wah, saya merasa terhormat loh pemiliknya sendiri yang turun tangan. Ah, iya mba sebenarnya saya ke sini selain pengen tahu wedding planner baru saya, saya dan calon juga ada masalah mba. Mana acaranya dua hari lagi," Gadis cantik yang menjadi klien Gita ini melengkungkan bibirnya ke bawah.
"Masalah?"
"Iya, sayakan pesan jas untuk pertunangan nanti buat calon suami saya tapi ternyata si designer ini tidak profesional dan jasnya tidak bisa selesai. Saya jadi nyesel sempet ditawarin buat sewa jas aja sama mba Annisa tapi saya tolak gara-gara pengen pakai jas designer ini."
Gita meraih tangan kliennya dan tersenyum.
Ini sih bukan masalah bagi Gita, dalam dunia wedding organizer yang digelutinya masih ada masalah yang lebih besar.
Pernah cateringnya kurang, undangannya damage, make up artisnya cuma ngirim asistennya, kamera rusak di tengah-tengah acara dan yang paling bikin pusing itu saat ada mempelai yang kabur karena tidak ingin menikah, nah yang satu itu yang tidak bisa Gita tangani.
KAMU SEDANG MEMBACA
I DON'T WANNA GET MARRIED!
Ficción GeneralMarriage just like walk in the park. Yes, jurassic park! Gue gak mau nikah!!!!