Hari senin berlangsung seperti biasanya bagi Rani. Pikirannya cukup segar setelah berlibur, walau hanya dua hari.
Sekali lagi Rani menyenandungkan lagu-lagu rock alternative favoritnya, kebiasaan saat berjalan dari parkiran ke kantor yang letaknya di dalam bandara.
Beberapa mata memandangnya genit, entah operator perusahaan sebelah, bahkan tukang bersih bandara.
Yah, Rani memang cantik, mau bagaimana?
"Pagi. Kakak Rani datang~" Sapanya ceria seperti biasanya.
Doni menggaruk hidungnya malas. Seperti itulah Rani, tidak bisa menempatkan diri kalau dirinya sudah atasan. Tidak mau dipanggil ibu, maunya di panggil kakak.
Sadar umur Ran! Udah hampir kepala tiga!"
"Bu, Rani ada dokumen yang harus—"
Rani langsung meletakkan telunjuknya ke atas bibir salah satu bawahannya. Sang bawahan membeku, Rani terlalu dekat, wangi parfumnyapun tercium jelas.
"Kak Rani dek. Paham?" Rani mengedip. Sang bawahan hampir pingsan, Doni menepuk jidat.
"I..iya kak Rani. Jadi ada beberapa dokumen yang harus kak Rani cek dan tandatangani hari ini, saya sudah simpan dokumennya di atas meja,"
"Okey! Semangat kerja ya semua."
Rani melengos ingin masuk ke ruangannya, gadis itu sempat jahil menusuk pipi Doni lalu menyengir.
"Serius amat Don,"
"Iyalah kan kerja, emang elo main mulu!"
"Gue main mu? Gue juga kerja tau!" Rani tidak terima. Ia bahkan lebih sering lembur. Bagaimana bisa Doni bilang ia tidak kerja dan main mulu?
"Ya tau. Tapi pleaselah Ran. Akrab boleh, tapi tahu posisi. Elo atasan mereka, kalau sikap elo kayak tadi jangan heran elo digodain melulu, belum lagi pandangan cewek-cewek tuh kayak ada api di matanya liat kelakuan lo,"
Doni tidak tahu cara menasehati, apa yang ada di kepalanya itulah yang akan keluar dari mulutnya tanpa penyaringan. Mungkin karena itu juga ia jarang mendapat teman.
Tapi Rani suka Doni, ia tidak butuh teman munafik. Yang bilang... "Ah, kamu cantik banget Ran."
Padahal di belakang bilang.. "Cantik apanya? Alisnya ketebelan, bedaknya gak rata. Lipsticnya norak."
Kalau Doni pasti akan bilang... "Dandanan lo mirip tante girang, ganti kek warna lipstick lo."
Yah memang menohok tapi jujurkan?
"Eh, pak Doni. Anda jangan julit." Rani menirukan gesture salah satu penyanyi yang terkenal karena jargonnya.
"Cewek-ceweknya ngiri kali, gue kan panas," Rani mulai berpose aneh mengibaskan rambutnya.
"Awet muda dan berani. Haha."
"Iya, iya," Doni sudah bosan, didorongnya pelan Rani menuju ruangannya.
"Kerja sana!" Perintahnya.
Sebelum menutup pintu, Doni kembali menyembulkan kepalanya. "Eh Ran, ada catetan di atas meja lo dititip orang sih, gue juga yang nempelin, sempet gue baca sekilas juga tapi elo baca aja."
Benar saja, Rani menemukan sticky note berwarna pink di atas mejanya dengan tulisan.
Tadi pagi saya ke sini, tapi mbak Rani belum datang. Saya harus ngobrol sama mba Rani. Ini penting, karena menyangkut masa depan saya. Saya tahu mba Rani peduli sama Luke. Tapi saya calon istrinya mba. Saya tunggu mba jam makan siang, alamat restonya sudah ada di belakang memonya. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
I DON'T WANNA GET MARRIED!
Fiksi UmumMarriage just like walk in the park. Yes, jurassic park! Gue gak mau nikah!!!!