satu (261219)

33.2K 804 16
                                    

Hah.

Hah.

Hah.

Brak!

"Aw...ssshhh...ranting sialan...akh!!"

"CEPAT CARI DISEMUA PENJURU AKU YAKIN DIA BELUM TERLALU JAUH!"

"Ketua ada bercak darah di sini!"

"Bagus sekali ikuti jejaknya!"

"Baik!!"

Suara berisik angin malam berpadu dengan teriakan, dan hentakan keras, disertai derap langkah manusia yang membabat hutan secara liar guna menemukan jejak seorang wanita yang terlihat melarikan diri masuk kedalam hutan. Mengusik ketenangan para penghuni hutan yang tengah terlelap dalam tidurnya.

Makin masuk ke dalam hutan kegelapam terasa makin mencekam menusuk hingga ke tulang sumsum.

Pakaian tipis putri Serenia telah robek di sana-sini. Bahkan kulit mulusnya tergores begitu banyak ranting-ranting kering dan berduri tajam. "Akhh!!" sekali lagi ia meringis kala kakinya menginjak potongan kayu tajam yang tertancap di tanah. Ia pun terjerembab dengan tetesan darah mengucur dari telapak kakinya.

"Sialan!!" rutuknya, lalu dengan sekuat tenaga yang ia mencabut kayu itu dari kakinya, darah makin mengucur menimbulkan bau anyir yang menyebar kemana-mana. Serenia merobek bajunya tak perduli jika lekuk tubuhnya makin terekpose, ia membutuhkan potongan kain itu untuk membalut lukanya agar darah tak mengucur semakin banyak.

"Di sana!!" suara penduduk yang memburunya terdengar makin dekat. "Aku mendengar suara dari arah sana, ia pasti ada di sana!" teriak salah satu dari mereka membuat Serenia mendadak panik.

Tubuhnya gemetar, ia bangkit sambil terhuyung, menyeret kakinya dengan sisa tenaga guna menghindar dari amukan warga yang tengah kalap dan dikuasai amarah.

Serenia menggeram kala langkahnya terasa makin tersudut, nyala obor tampak mengepung dari segala arah. Inikah saatnya ia akan mati.

Ia merintih, memegangi luka di kakinya yang tampak makin parah. Kayu kering itu menancap terlalu dalam. Jika tak mati ditangan penduduk maka sudah bisa dipastikan ia akan mati karena kehabisan darah, atau infeksi karena lukanya yang tak diobati.

Serenia pasrah.

Bahkan ketika tiba-tiba petir menggelegar menyambar sebatang pohon yang menjulang hingga membuatnya terbakar ia tak perduli.

Sementara jeritan penduduk terdengar ketakutan akan amukan badai yang tiba-tiba saja datang.

"Bagaimana ini ketua?" terdengar suara salah satu dari mereka, sedikit bergetar, mungkin didera rasa takut karena tiba-tiba saja guntur dan petir saling menyambar bersahutan. Belum lagi angin kencang menerjang membabi buta, membuat dahan pohon bergerak tak seirama, saling tindih bahkan beberapa mungkin patah menimbulkan suara gaduh yang makin mencekam.

"Aakkhh!!!" teriakan satu penduduk terdengar nyaring kala sekali lagi petir menyambar.

"Ketua, ada yang tersambar petir!!" panik mereka bersamaan.

"Mundur!! Kita harus mundur!! Iblis wanita itu tengah menggunakan kekuatannya. Kita akan memburunya besok, perintahkan semua untuk mundur!!" teriakan nyaring sang ketua beradu dengan gesekan ranting pohon dan badai yang semakin dahsyat.

Penduduk pun berderap mundur, namun belum lagi mereka berhasil keluar dari hutan lebat itu, kembali petir menyambar dahan pohon, dan jeritan kesakitan terdengar jelas, begitu menyanyat dan memprihatinkan yang kemudian disusul suara deru air hujan yang menerpa dengan sangat lebat dan dengan kecepatan yang luar biasa ganas.

"CEPAT MUDUR SELAMATKAN DIRI KALIAN!!" teriakan sang ketua kembali mengudara bersama padamnya cahaya obor mereka hampir bersamaan.

Jeritan kepanikan makin terdengar, perlahan menjauh dan akhirnya menghilang.

Entah berapa banyak korban jiwa ditengah amukan badai yang sedang berlangsung, tak ada yang tau itu.

Tidak juga Serenia yang kini mengigil bersembunyi dibawah batang pohon besar yang jelas percuma.

Kakinya semakin berdenyut sakit, juga tubuhnya yang terkena hantaman air hujan lebat yang jatuh dalam debit yang luar biasa banyak, seolah para dewa tengah menurunkan air bah dari langit sana.

Suara guntur dan kilatan petir terus menyambar saling bersahutan.

Serenia yang awalnya begitu ketakutan pun akhirnya pasrah.

Jalan kematiannya sudah pasti, jika tidak ditangan penduduk, maka ia akan mati ditelan badai seperti mereka yang menjerit saling bersahutan meregang nyawa tanpa ampun, atau jikalaupun ia selamat dari badai ini maka ia pasti akan mati karena luka-luka ditubuhnya.

Ia masih ingat, sore tadi Serenia masih menanam bunga Lily di taman belakangnya bersama sang adik dan mamanya. Mereka bercengkrama tentang banyak hal, terutama tentang rencana pernikahannya dengan sang kekasih pujaan hati. Tak pernah terbersit sekalipun dalam benaknya kalau malam ini ia akan menggigil kedinginan ditengah hutan yang gelap gulita ditemani badai yang mengamuk yang sangat ia takuti.

Serenia dan yang lainnya tak tau apa-apa ketika penduduk datang membantai semua penghuni rumah, tak hanya keluarganya bahkan semua pelanyan dan penjaga yang ada di sana, setelah itu mereka membakar castle milik keluarganya.

Jangan tanyakan bagaimana caranya ia bisa melolosakan diri.

Mungkin hanya karena keberuntungan atau Tuhan ingin melihat ia lebih sengsara dari yang lain. Ketika semua orang berusaha melarikan diri melalui lorong rahasia ternyata hanya dia yang berhasil lari.

Sang adik telah lebih dulu terkena tembakan panah penduduk, ia menggelepar di depan pintu kamarnya, sementara mamanya yang berusaha menyusulnya masuk ke lorong gua pun terkena panah tepat ketika ia berada di depan pintu rahasianya.

Sedang yang lain Serenia tak tau meregang nyawa dengan cara seperti apa, yang pastu suara-suara jeritan mengerikan itu terdengar saling bersahutan bercampur dengan bau anyir yang membuatnya mual dan ingin muntah.

Dengan tanpa penerangan Serenia berlari secepat yang ia bisa, walau berulang kali tersandung dan terjatuh ia tak perduli. Bahkan ranting-ranting kering merobek hampir semua gaun tidur tipis yang ia kenakan. Menampakkan seluruh lekuk tubuhnya, yang terluka di sana-sini. Hingga akhirnya di sinilah ia berada sekarang. Dengan pakaian yang basah menempel sempurna ditubuhnya.

Ia menggigil kedinginan. Lututnya ditekuk berharap sedikit mendapat kehangatan. Serenia memeluk dirinya sendiri.

Darah segar mengalir semakin banyak dari sekujur tubuhnya, terutama di bagian telapak kakinya, membuat kepalanya makin pusing, ia yakin dirinya kini telah kehabisan begitu banyak darah, sebentar lagi ia pasti akan tumbang.

Namun sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya memorinya sempat mengurai satu tulisan yang pernah ia baca dari sebuah buku tua di perpusatakan keluarganya, ia mengingatnya.

Entah apa yang akan terjadi selanjutnya ia tak perduli, ia hanya ingin mencoba hal terakhir yang belum tentu kebenarannya. Dan kalaupun itu benar semuanya tak masalah toh ia sudah bisa dipastikan cepat atau lambat ia akan mati.

Maka sebelum ia benar-benar mati tanpa daya ia ingin mencobanya. Setidaknya jika itu berhasil ia masih punya kesempatan untuk mebalas dendam.

Dengan kebulatan tekad ia pun mulai bergumam pelan.

"Hadirlah wahai penguasa kegelapan, kupersembahkan jiwa dan ragaku, maka penuhilah panggilanku......"

Tbc.

Hai-hai i'm back.
Atas permintaan seseorang kali ini aku bakal gunakan si world wide handsome Kim Seokjin sebagai tokoh utamanya.

Berbeda dari sebelumnya cerita ini kali ini aku ambil gendre fantasi ya.

Semoga kalian suka and berkenan memberi masukan dan penilaian.

Akhir kata don't forget vote, and koment. Ya.

Makasi.

My Guardian DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang