empat puluh sembilan

3.7K 257 32
                                    

Jangan lupakan vote ya gais.

Tak panjang kata happy reading.
.
.
.
.
.

Entah kenapa sejak kemarin Seokjin merasa begitu gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi, bukan berkaitan dengan racun itu. Karena purnama baru akan datang besok malam. Rasa gelisahnya lebih kepada Serenia dan anaknya.

Ia ingin tau keadaan mereka. Bahkan ingin hati mereka kembali terhubung agar ia bisa mendengar ketika Serenia memanggil namanya. Tapi tampaknya Seokjin tak akan mendapatkannya. Karena tujuh bulan lalu Seokjin sendiri sudah memutuskan untuk melepas sang wanita. Maka secara otomatis hubungan batin mereka terlepas begitu saja. Seokjin tak akan bisa mendengar jeritan Serenia, yang bisa ia rasakan hanyalah perasaan yang tidak nyaman di dalam hatinya.

Tak ingin berlama-lama terjebak dalam rasa yang membuatnya sesak Seokjin memutuskan untuk pergi meninggalkan istananya, guna memastikan sendiri keadaan Serenia dan bayinya yang akan segera lahir.

*

Sementara itu.

Di dalam penjara bawah tanah yang dingin Serenia mengerang sakit. Ia dipaksa tidur tanpa alas, padahal keadaanya sangat tidak memungkinkan.

Syukurlah ia memiliki kemampuan yang berbeda dengan para manusia lainnya, hingga ia bisa bertahan dalam keadaan yang menyiksa seperti itu.

Bayi dalam kandungannya seolah turut merasa tak nyaman akan keadaan sekitarnya. Ia terus bergerak menendang dan memukul, hingga berulang kali Serenia harus mengerang dan mengelus perutnya. "Seokjin..tolong aku..." lirihnya berulang kali sambil terisak.

Ia sungguh bodoh, juga menyesal atas tindakannya menolak kehadiran pria itu di Mahaya, dan malah menyalahkan suaminya atas semua hal yang tak ingin ia lakukan. Seokjin hanya sedang terjebak dan dikuasai racun Altera. Harusnya ia tau semua itu lebih awal. Maka mungkin keadaannya tak akan jadi seperti sekarang.

Serenia benar-benar menyesal.

Serenia mungkin seorang ksatria, tapi dalam keadaan hamil dan tanpa senjata ia jelas tak berdaya. Ingin rasanya kali ini ia menyerah dengan hidupnya tapi keberadaan bayinya membuatnya sekali lagi memilih untuk bertahan.

Perlahan Sereni bangkit, mencoba membuka pintu besi yang mengurungnya meski ia tau akan gagal tapi setidaknya ia pernah mencoba.

Suara raungan dan erangan terdengar menyayat dari balik jeruji besi yang lainnya, membuatnya mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi di istana? Apa kesalahan orang-orang itu hingga mereka harus disiksa?" gumamnya. Ia mencoba mencari tau keadaan di luar lewat celah sempit yang terdapat pada pintu besi tebal ruang tahanannya. Kemudian ia melihat pintu penjara yang berhadapan denganny terbuka. Perlahan tampak dua orang prajurit menyeret sesosok tubuh yang sudah tak berbentuk, penuh luka dan sayatan di sana-sini aroma anyir darah menguar dari tubuh itu. Bahkan lehernya tampak terkulai patah. Hingga sudah bisa dipastikan orang itu sudah mati.

Serenia bergidik ngeri. Tanpa sadar ia memundurkan langkahnya seakan ingin bersembunyi meski ia tau itu mustahil.

Kenapa kakaknya sekejam itu? Ia tak mengerti. Tepat saat ia berfikir seperti itu suara seseong memanggilnya. Serenia menajamkan pendengarannya. Dan benar saja suara seseorang yang terdengar setengah berbisik memanggilnya.

"Putri...putri...kau di sana 'kan...." lirih suara tersebut terdengar ketakutan.

Serenia mendongakkan wajahnya.

"Oh syukurlah aku menemukanmu." seorang pria berpakaian prajurit berdiri di depan pintu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba untuk waspada akan keadaan sebelum tangannya memutar kunci ruangan. "Putri ayo kita pergi, cepat!!" prajurit tak dikenal itu masih berbicara sambil berbisik, kemudian tanpa aba-aba ia menarik tangan Serenia.

My Guardian DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang