lima puluh satu

3.7K 228 35
                                    

Happy reading.

Jangan lupakan vote ya.
.
.
.
.
.

"Kakak..to...long..ka..kak ipar."
.
.
.
TZing!!

Crash!!

Seokjin melompat mundur, sekelebat cahaya menyerang ke arahnya langsung menyasar ke matanya.

Bukan itu saja. Bahkan ranting-ranting pohon seketika berderap patah dalam jumlah yang banyak. Ia pun segera menghalau seluruh patahan ranting itu dengan kekuatannya agar tak ada yang melukai tubuhnya.

Setelah patahan ranting itu lenyap seluruhnya, Seokjin pun mencari presesi Siasin yang melancarkan serangan itu.

Rupanya Siasin memanfaatkan kondisi lengaha Seokjin dengan sangat baik.

Seketika Seokjin menggeram semakin marah saat sosok Siasin sudah tak ada lagi di hadapannya. Drakula sialan itu telah pergi.

Seokjin ingin sekali mengejar drakula brengsek itu, tapi rintihan Joonatrius kembali terdengar menyayat membuatnya lebih memilih untuk melakukan teleportasi dan menghilang pergi dari sana.

*

"Joon!!" teriakan Seokjin mengalihkan rasa sakit yang sedang menyerang tubuh Joonatrius.

Dalam pertarungannya dengan Taeran tadi ia kalah telak dan berakhir terkapar dengan luka parah.

Joonatrius tak menyangka jika Taeran bisa memiliki kekuatan sedahsyat itu.

Entah dari mana raja manusia itu mendapat kekuatan yang bahkan jauh melebihi kekuatannya.

"Kakak...akh!" kembali erangan kesakitan terdengar dari mulutnya "Kakak ipar..dia membawanya. Maaf...aku tak bisa melindunginya."

"Iya..Joon aku mengerti, aku akan mencarinya, sekarang aku harus menyelamatkanmu lebih dulu."

Joonatrius menggeleng. "Tidak kakak, aku bisa sembuh dengan regenarasi dalam tubuhku tapi tidak dengan kakak ipar, dia butuh pertolongan."

Seulas senyum tipis tercetak di wajah Seokjin. "Aku tak bisa pergi tanpamu Joon, lihatlah hari sebentar lagi gelap, dan akan segera berganti, seperti yang kau tau besok aku___"

Seketika rasa sesak hinggap di hati Joonatrius. Ia tau betul kemana arah pembicaraan Seokjin kakaknya "Kita ke istana sekarang, kau harus cepat pulih bukan untuk melawan Taeran, tapi untuk menjaga Serenia dari seranganku."

"Tapi kakak bagaimana kalau Taeran lebih dulu membunuh kakak ipar."

Tampak Seokjin menggeleng. "Sama seperti makhluk imortal lainnya, sekarang Taeran membutuhkan kedua jiwa itu untuk menyempurnakan ilmu iblisnya. Dan ia harus menunggu waktu yang tepat yakni ketika purnama berada pada titik tertingginya. Tepat saat kelahiran  putraku tiba."

"Kakak....."

"Dan sayangnya saat itu keadaanku pun akan___"

"Kakak harus melawannya, aku yakin kakak bisa."

Seokjin menghela nafas "Siasin berhasil melarikan diri, aku tak tau siapa saja yang sekarang mengincar jiwa Serenia, karena itu aku harus tetap menjaga Serenia sampai seluruh racun itu menguasai hati dan fikiranku. Dan setelah itu kau harus menbunuhku Joonatrius. Hidup Serenia dan putra kami ada ditanganmu.

"Kakak..."

Seokjin menggeleng, menghentikan keinginan Joonatrius untuk bicara. Segera ia memapah tubuh lemah Joonatrius dan menghilang dari sana menggunakan teleportasinya.

Sepersecond kemudian mereka sudah sampai di istana dunia bawah.

Seluruh tabib istana dipanggil dan berusaha semaksimal mungkin membantu proses regenersi Joonatrius dalam menyembuhkan dirinya.

Sementara itu.

Di dalam kamarnya Seokjin terpaku menatap sendu pada lukisan pernikahannya dengan Serenia. Tanpa sadar ia menitikan air mata. "Serenia maafkan aku...aku telah gagal, gagal untuk jadi butler mu ataupun jadi suamimu. Aku pikir aku iblis yang hebat." tangannya terangkat hingga ke depan dadanya. Kukunya memanjang dan mengeluarkan kilatan cahaya hitam "Tapi....ternyata aku hanya iblis tak berguna, yang bahkan tak bisa diandalkan untuk melindungi mu dan anak kita, aku sungguh tak berguna Serenia..." gumamnya dalam tangisan. Kemudian dengan kekuatannya ia merobek lukisan pernikahan itu tepat dibagian lukisannya dan hanya menyisakan Serenia dengan senyum manis yang terukir di wajahnya.

"Serenia, setelah ini aku berharap kau akan hidup bahagia, kembalilah ke dunia langit dengan putramu. Hiduplah dengan baik tanpaku." Seokjin pun menghapus air matanya, lalu beranjak pergi dari sana.

Dalam sekejap ia telah sampai di dunia manusia. Berada di tengah kamar mereka di castel mereka.

Kembali ia menyusuri setiap tempat dan setiap benda yang membawanya kembali mengenang kebersamaannya dengan istrinya.

Ia membuka lemarinya.

Kemudian tersenyum tipis saat menyentuh satu pakaian wanita yang pernah ia pakai untuk memenuhi keiinginan istrinya saat sang wanita baru memasuki masa-masa awal kehamilannya. Sekali lagi ia menghapus jejak air matanya yang kembali jatuh.

Beralih dari kamar pribadinya, ia berjalan menyusuri taman yang hanya di sinari temaram cahaya obor dan sinar rembulan yang sudah mendekati fase bulan penuh.

Seokjin menghela nafas sembari mengusap dadanya. Andai saja ia tak bersikap ceroboh mungkin hubungannya dengan Serenia tak akan berakhir secepat ini.

Setelah menyusuri setiap jengkal tanah yang pernah ia lalui bersama, Seokjin pun melompat, melambung tinggi, berpindah tempat dari satu pohon ke pohon besar lainnya hingga kemudian ia berhenti di salah satu pohon besar tempat ia dan istrinya pernah menyaksikan senja. Tempat ia dan Serenia pernah saling mendesahkan nama masing-masing saat beberapa kali gelombang kenikmatan menyentuh dan menghempas mereka.

Sisi liar yang sama-sama saling menguar dengan bebas memenuhi fantasi luar biasa mereka tentang sex, dan Seokjin merindukan hal itu. Ia sangat merindukan istrinya. Sangat merindukan sentuhan istrinya, sikap manjanya, amarahnya, dan segalanya tentang Sernia.

Cukup lama Seokjin berdiam diri di sana. Membiarkan angin malam menenangkan keresahan hatinya. Dalam hati dan fikirannya ia mengulang kembali semua waktu yang telah ia lewati bersama sang istri. Hingga mentari pagi menyapanya Seokjin masih tetap memaku di sana, dan mungkin akan tetap di sana jika saja suara Joonatrius tidak menyadarkannya.

"Akh!" dadanya berdenyut sakit. Tandanya racun Altera mulai bangkit, ada kilatan kehijauan di manik matanya. Tak mau kalah dengan racun ular itu Seokjin melawan perubahannya yang sejatinya sudah dipastikan akan gagal.

Saat ini ia masih bisa bernafas dengan tenang karena rasa sakit itu baru gejala awal dari seluruh perubahannya. Seokjin mengelus dadanya yang mulai normal kembali sebelum serangan berikutnya datang lagi. "Serenia terimakasih telah datang dalam hidupku, terikasih telah memanggilku, terimaksih sudah bersedia mengandung anakku, aku mencintaimu dan aku bahagia memiliki seluruh kenangan indah ini dalam hidupku. Aku akan tertidur dengan bahagia maka kau pun harus hidup dengan bahagia. Aku mencintaimu." setitik air mata kembali jatuh membasahi wajahnya kala ia memutuskan untuk menulis seluruh ungkapan terimaksihnya pada batang pohon besar tempat ia dan istrinya mengukir memori indah yang tak akan terlupakan.

Sesaat kemudian ia menatap kembali langit yang telah berubah cerah dari atas sana lalu menyentuh tiap goresan  kata yang ia buat dengan kukunya. Lalu ia bergumam sekali lagi. "Aku mencintaimu Serenia, dan akan selalu mencintaimu."

Setelah itu Seokjin memusatkan fikirannya pada Joonatrius dan mulai melakukan telepati.

"Joonatrius, ayo kita akhiri semuanya hari ini."

Tbc.

Jika ada yang lupa atau bertanya-tanya apa yang terjadi di atas pohon itu,  silahkan buka kembali chapter tiga puluh enam ya gais.



My Guardian DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang