[PROSES REVISI]
Kisah ini dimulai saat Kyra dan Ree memutuskan akan menikah. Dua hati yang saling mencintai itu sangat bahagia. Namun, Kyra terbebani oleh satu kebohongan yang terus meneror hidupnya.
Tiga bulan jelang pernikahan, Kyra memberitahu Re...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Heem!"
Kyra yang sedang sibuk mengubrak-abrik isi tasnya pun terperanjat. Jantungnya yang masih kaget dan berdebar hebat semakin tak keruan saat melihat sosok yang sedari tadi menyita pikirannya.
"Iya, Kak," jawabnya malu-malu lalu menutup tasnya serampangan. Membuang napas pelan dan mengelap peluhnya.
"Sepertinya kamu sedang kebingungan?"
"Oh, iya, ini lagi nyari kunci motor, Kak."
"Hilang?"
"Entah, sepertinya begitu, Kak. Di tas gak ada."
"Di perempatan depan itu ada tukang kunci, tapi ke sananya agak jauh kalau harus jalan kaki." Ree bersandar pada tembok sambil memasukkan tangannya di saku celana. Dengan jarak yang tidak sampai setengah meter itu, membuat hati Kyra berlompatan. Malu-malu Kyra menoleh ke Ree lalu menunduk, beberapa menit kemudian menoleh lagi. Begitu terus sampai negara api menyerang.
"Kyra, kamu senyam-senyum gitu gak apa, kan?" Selidik Ree yang menangkap basah Kyra mencuri pandang padanya. Kyra menggeleng lalu melangkah pergi. Ree terkesiap lalu mengejar Kyra. "Eh, seriusan nih, kamu mau jalan kaki ke depan?" tanya Ree lagi saat langkahnya sudah sejajar dengan Kyra.
"Iya, Kak. Tidak ada pilihan lagi. Keburu malam."
"Bareng aku aja, Ra!" tawarnya sambil mengerlingkan sebelah mata. Kyra menelan salivanya dengan susah payah, tubuhnya tampak lumer seperti jelly. Kalimat apa barusan yang Kyra dengar?
"Iya, Kak, eh, anu," balasnya gugup. Tawa Ree pecah dan semburat merah muda itu muncul dari pipi chubby milik Kyra. Selain itu letupan kembang api bermunculan di hati Ree saat melihat perubahan rona di wajah Kyra. Ada rasa yang tak biasa menyelusup hangat dalam dada Ree.
"Ayo! Kamu bareng aku aja, nanti kita mampir ke tukang kunci, besok pagi aku jemput kamu."
"Ha!" Respon Kyra saat mendengar deretan panjang kalimat Ree. Itu bukan hanya perkataan, itu perintah. Kyra masih melongo saat tangannya bersentuhan dengan tangan Ree. Kali ini, ada ribuan kupu-kupu yang menggelitik perut Kyra. Matanya penuh binar memandang tangan Ree yang posesif memegang tangannya. Tidak lama mereka sampai di parkiran. Ree mengambil motor matic miliknya. Kyra naik di belakangnya dengan hati yang masih bingung.
"Kak, makasih, ya!" Kali ini suara Kyra nyaris tidak terdengar. "Apa ini juga bentuk kemanusiaan?" imbuhnya hati-hati dengan suara lebih keras.
"Iya. Menolong orang lain memang namanya apa?" Pertanyaan Ree malah semakin membuat Kyra merasa sedih. Alasan apa sebetulnya yang membuat Kyra sedih, harusnya dia senang karena bisa pulang meski kunci motornya hilang. Kyra meluruskan kembali niatnya jauh-jauh berkuliah di sini. Ada barisan cita-cita yang siap dia wujudkan. Ada pun kerikil yang menghalanginya itu harus dimusnahkan. Termasuk perasaan aneh setiap memikirkan sosok Ree. Harus segera dihapuskan sebelum akan menjadi ketergantungan. Ketergantungan sama Kak Ree? batin Kyra kaget dengan pikirannya sendiri.