[PROSES REVISI]
Kisah ini dimulai saat Kyra dan Ree memutuskan akan menikah. Dua hati yang saling mencintai itu sangat bahagia. Namun, Kyra terbebani oleh satu kebohongan yang terus meneror hidupnya.
Tiga bulan jelang pernikahan, Kyra memberitahu Re...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Orion mengecek jam tangannya lagi, pukul 22.15 dan Kyra belum sampai. Satu jam setengah pas, batinnya gusar.
Kali ini lelaki dengan tinggi 176 cm itu memencet nomor yang tertera pada panggilan keluar.
Tersambung ....
"Eh, Bos, Lo gak balik-balik sih!" cerocos orang di seberang telepon, refleks Orion menjauhkan ponsel dari telinga. Sebastian langsung menyemburnya saat Orion menghubungi balik misscall ke dua puluh kali.
"Gue udah wa kan tadi?"
"Gue tadi ke lobi, Lo gak ada bos. Lo di mana sekarang?"
"Gue ada perlu, ntar gue kasih tahu. Lo mah kek Bunda aja, gue ini cowok dan udah gede, Tian!"
"Oke, oke, ada apa-apa Lo langsung calling."
"Rion ...." Suara Kyra terdengar. Orion membeliak, ingin buru-buru menutup telepon.
"Eh, Bos, itu Kyra?" Gagal, Sebastian keburu mendengar. Orion mendengus sekaligus menggerakkan jarinya membentuk tanda oke pada Kyra, Kyra mengangguk dan menyilangkan tangan ke dada. Dingin mulai merambati tubuhnya. Dia lupa tidak memakai jaket, dia lupa banyak hal termasuk mengganti sandal rumah milik Bibi Salma dengan sneaker pink miliknya. Semua serba buru-buru.
"Iya, ntar gue cerita. Gue harus susul dia dulu, bye," putus Orion sepihak. Kali ini menyusul Kyra lebih penting daripada melayani jutaan pertanyaan Sebastian. Jalanan sudah sangat sepi dan terkesan menyeramkan sebab hotel ini memiliki banyak pohon trembesi yang dahannya melebar serupa jari-jemari. Orion berlari kecil untuk menyebrang. Kyra membasahi bibirnya yang kering tersapu udara malam saat Orion semakin mendekat.
Dia membenarkan tas selempang dan poninya yang berantakan. Kyra mendadak gugup bertemu Orion lagi. Hatinya bertanya kembali, apa ini keputusan yang benar?
"Hai, Ra? Kyra? Halo!"
Kyra gelagapan dan tertawa pelan, menertawakan kebodohannya, betapa patah hati bisa membuat orang selinglung ini. Orion mengambil alih untuk menyeret koper dan bersiap mengajak Kyra menyebrang ke arah hotel.
"Makasih, Rion," ucap Kyra yang mengeratkan pegangan pada jemari Orion. Jari-jarinya yang dingin menjadi hangat akibat bersentuhan dengan jemari Orion, si lelaki itu hanya memamerkan senyum tipis namun, hatinya terus-terusan bersorak gembira.
Mereka sampai di lobi hotel, Kyra memilih untuk duduk. Orion menghentikan langkah saat akan ke resepsionis.
"Ra, gak pesen kamar? Lo harus segera tidur, Lo pasti capek kan?" tanya Orion cemas. Si gadis patah hati itu cuma menggeleng sambil menutup muka. Orion yang sejak tadi berdiri terpaksa ikut duduk di samping Kyra saat melihat gelagat aneh dari gadis yang mulai ditaksirnya.
"Lo kenapa sih?"
"Gue ...." Kyra tak kuasa menjawabnya, dia memilih untuk memeluk Orion sambil menangis. Yang sejak tadi ditahan akhirnya meledak juga. Orion mematung menyaksikan Kyra tersedu sedan. Orion seolah ikut alpa, apa yang harus dilakukan? Perlahan, Orion mengelus rambut Kyra sambil menggumamkan satu kalimat yang dia yakini sebagai Matra penyembuh "all is well". Tiga kata ajaib itu dia dapatkan saat menonton film penuh inspirasi.