D E L A P A N B E L A S

86 6 1
                                    

Arnas memeluk erat tubuh Fira seakan itulah kekuatan yang ia butuhkan saat ini. Fira terdiam membisu masih kaget dengan perlakukan Arnas yang baru saja terjadi. Air mata kembali luruh di kedua pelupuk mata Arnas. Tak ada balasan apapun dari Fira. Ia masih mematung tak percaya di tempat.

"Ehemm," suara dehaman seseorang membuat aktivitas Arnas seketika buyar begitu saja. Arnas melepaskan tubuh Fira dari dekapannya. Ia kembali menetralkan detak jantung yang seakan tak biasanya.

"Ingat di sini masih ada orang lain," Arnas tersenyum canggung mendengar penuturan Lesmana. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari tertawa sumringah dengan wajah tak berdosa miliknya.

"I-iya kak," Lesmana kembali meninggalkan ruang tamu yang hanya dihuni oleh Arnas dan Fira. Suasana Awkward kembali tercipta di antara keduanya.

"Sultan Fir," raut wajah Fira yang semulanya hanya datar saja kini berubah ketika Arnas menyebut nama Sultan yang disebut dengan nada melirih. Ada apa dengan Sultan?

"Sultan kenapa Ar," tanya Fira memastikan. Sultan termasuk temannya, ia tak ingin Sultan terjadi sesuatu hal buruk. Karena Fira yakin itu tentu berpengaruh besar terhadap Cahya, sahabat bahkan ia anggap sebagai saudaranya sendiri. Ia tak ingin melihat wajah murung Cahya, cukup kejadian kemarin yang membuat persahabatan mereka renggang.

"Kita ke rumah sakit sekarang."

"Gue mandi dulu ya gak lama kok cuma sebentar, lo tunggu aja di sini," Fira berlari kecil menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Arnas tersenyum kecil melihat tingkah menggemaskan Fira. Rasa di hatinya semakin besar untuk nama itu.

"Fira mandinya lama," teriak Lesmana menimpali. Arnas terkekeh pelan mendengar ucapan Lesmana dan memilih untuk kembali duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut.

"Enak aja," Suara Fira melantang besar tak terima dengan apa yang kakaknya itu katakan. Fira bukan tipikal cewek yang memerlukan waktu berjam jam dalam kamar mandi. Toh buat apa mandi lama lama, yang ada membuatnya bergidik ngeri mengingat film horor yang pernah ia saksikan dulu bersama sahabat sahabatnya.

Arnas tersentak ketika menyadari kehadiran seseorang di hadapannya. Fira sudah berdiri dengan rambut panjangnya yang terurai ditambah gelombang di ujung rambutnya, kaos ungu berlengan 3/4 yang dipadukan dengan rok selutut berwarna senada dan tak lupa juga sepatu seanekers putih yang sudah melekat manis di kedua kakinya. Penampilannya semakin sempurna ditambah dengan jam tangan biru pastel serta sling bag hitam yang membuat Arnas terkesima dengan penampilan sederhana namun sangat stylish.

"Yuk," Arnas membuyarkan lamunannya dan segera mengikuti arah langkah kaki Fira menuju mobilnya yang terparkir rapi di pekarangan rumah Fira.

Arnas mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak ada percakapan apapun di dalam mobil milik Arnas, keduanya sibuk dengan aktivitas masing masing. Fira yang sibuk memperhatikan gedung dan rumah yang bagai berlalu lalang dengan sendirinya dan Arnas yang masih bersikeras menetralkan dephub jantung yang kini berpacu tanpa kendali di benaknya.

Mata Fira kini membola kala menatap gedung berwarna putih yang tak lain adalah rumah sakit tempat dimana Sultan dirawat. Arnas mulai melajukan mobilnya menuju tempat yang telah disediakan.

Fira mulai melangkahkan kakinya diikuti dengan Arnas yang berada di sebelahnya. Mereka berjalan beriringan menuju ruang rawat Sultan. Fira mulai mempercepat langkahnya untuk memastikan kondisi Sultan dan tentunya juga Cahya.

"Fir pelan pelan," ujar Arnas tersenyum melihat keantusiasme Fira dan juga wajah khawatirnya yang membuat Arnas semakin gemas saja kepadanya.

"Gak bisa gitu Ar, gue gak bisa tenang kalo belum lihat langsung kondisi Sultan dan bagaimana dengan Cahya, gue yakin dia pasti syok banget. Kalo gue jadi dia sih gue bakalan tetap stay 24 jam kalo perlu di sampingnya. Gue gak bakalan tega melihat orang yang gue sayang terbaring lemah, pasti sakit banget," langkah Fira seketika terhenti. Ia menatap Arnas sembari berkacak pinggang. Bagaimana mungkin ia bisa tenang.

"Jadi kalo seandainya gue yang jadi pacar lo terbaring kayak Sultan. Lo juga bakalan peduli ya sama gue?" Arnas menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan indah bak pelangi sembari menaik turunkan kedua alisnya sengaja untuk menggoda Fira.

"Bisa aja lo bercandanya," Fira terkekeh kecil mendengar pernyataan Arnas yang menurutnya hanya sebuah candaan semata. Namun jauh lubuk di hati Arnas, hatinya merasakan sakit yang teramat mendalam ketika mendengar jawaban Fira. Sungguh miris, namun dengan segenap kepercayaannya ia yakin suatu saat nanti ia akan mendapatkan Fira di kemudian hari.

"Siapa tau apa yang gue katakan bakalan jadi kenyataan," Arnas tertawa pelan, sedangkan Fira hanya dapat menggelengkan kepalanya sembari tersenyum simpul. Mereka kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda sebelumnya.

Rasanya bersama dengan Fira membuat kesehatan jantungnya meningkat saja. Arnas harap Fira memang ditakdirkan untuk dirinya, jika memang benar. Ia berjanji akan menjaga sepenuh hatinya untuk Fira seorang tak kan ada lagi yang lainnya.

Manik mata Fira menangkap teman temannya sudah berdiri di depan ruang rawat Sultan dengan raut wajah yang memilukan. Orang tua Sultan pun turut hadir sembari menatap kaca besar transparan yang langsung mengarah pada ruang dalam anaknya. Air mata pun sudah menderas di kedua pelupuk mata mereka.

"Neng hati aa' sakit lihat Sultan koma," Hary berlari kecil hendak memeluk Imel yang juga mengeluarkan air matanya. Namun dengan cepat, Imel menghindar dari pelukan menjijikkan Hary, ia berlindung di punggung milik Alta.

"Cari kesempatan banget sih lo," ujar Imel membuat Hary mencebikkan bibirnya kesal.

"Bikes deh aa' sama neng Imel," Hary menghentakkan kakinya kesal dengan gaya alaynya itu. Sontak saja membuat Imel ingin segera memuntahkan semua isi perutnya.

"Alay lo."

Fira berjalan cepat menuju Cahya yang sudah terduduk lemas di depan pintu ruangan Sultan dengan keadaan yang sangat kacau. Fira membungkukkan tubuhnya mensejajarkannya dengan tubuh Cahya saat ini. Ia mengelus pelan bahu Cahya.

"Ca, keadaan Sultan gimana," Cahya mengusap kasar air mata yang kembali jatuh. Ia tersenyum kikuk menatap Fira yang menatapnya dengan raut wajah yang nanar.

"Dia drop Fir," entah sudah air mata ke berapa yang keluar dari matanya. Fira mengangguk mengerti dan juga sesekali ia mengeluarkan air mata ikut merasakan apa yang sahabatnya itu rasakan sekarang.

"Gue yakin Tuhan sayang banget sama Sultan," Cahya mengangguk membenarkan apa yang Fira ucapkan. Sultan orang yang baik, Cahya tak ingin kehilangan Sultan.

Knop pintu ruangan terbuka sontak saja membuat semua yang menanti dibuat gelagapan dan semakin khawatir akan perkembangan kondisi Sultan saat ini.

"Bagaimana dok keadaan anak saya," dokter wanita itu menatap risau pasangan suami istri yang menanti jawaban dari sang dokter. Semua yang ada di sana pun tak kalah khawatirnya dengan kondisi Sultan.

"Kondisi pasien semakin menurun."

Tbc!!!

MY HOPE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang