S E M B I L A N B E L A S

71 7 0
                                    

"Keadaan pasien semakin menurun," sontak saja apa yang baru saja diucapkan oleh sang dokter membuat semua yang ada di sana meraung dan bersedih sedalam dalamnya. Kedua orang tua Sultan tak kuasa tak mengeluarkan air mata untuk anak semata wayangnya yang kini terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit.

Cahya terduduk dengan lemas sembari menyalahkan dirinya atas semua takdir yang menimpa Sultan saat ini. Ia bukan pacar yang baik untuk Sultan. Sultan yang selalu mengerti dirinya, Sultan yang selalu memberikan perhatian penuh kepada dirinya, dan Sultan yang tulus mencintai dan menyangi dirinya. Sedangkan ia bahkan tidak ada di saat Sultan membutuhkan sandaran. Andai waktu bisa diputar ulang.

Fira menatap sendu Cahya yang tampak kacau saat ini. Ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Cahya yang masih tersedu meratapi takdir yang berjalan. Fira mengelus pelan punggung Cahya memberikan secercah semangat kepada gadis itu. Fira tahu Cahya sangat mencintai Sultan sebesar rasa cinta yang Fira tanam kepada pemilik hati ini. Bayangan Hakim terlintas di benaknya, di saat seperti ini ia butuh sandaran Hakim. Meski yang ia tahu hanya dirinyalah yang menyimpan rasa ini namun tidak dengan Hakim.

"Sultan Fir," lirih Cahya dengan pelan. Fira mengangguk sejenak memahami isi hati Cahya, kalaupun dia yang ada di posisi Cahya dia tidak tahu apakah dirinya masih sanggup untuk bernapas.

Fira tersenyum tulus ke arah Cahya. Fira mendongakkan wajahnya menatap Izah dan Imel yang melangkahkan kakinya mendekat ke arah dirinya dan Cahya. Izah dan Imel ikut berjongkok di samping Cahya. Cahya menatap nanar Izah dan Imel yang tepat berada di sampingnya.

"Maaf," ucap Izah sembari menundukkan kepalanya enggan menatap wajah kacau Cahya.

"Lo jahat Zah, lo udah tau semua ini kenapa lo gak kasih tahu gue," bentak Cahya dengan nada suaranya yang meninggi. Izah semakin menundukkan kepalanya menyesali apa yang telah terjadi.

Izah mulai memberanikan diri menatap lekat manik mata Cahya sambil berkata, "Gue gak mau lo sedih Ca." Cahya mengusap kasar wajahnya.

"Dan ini semakin membuat gue hancur tanpa bekas," Imel menggenggam tangan Cahya dengan lembut seraya tersenyum kecil ke arahnya.

"Gue yakin ini sudah takdir Ca, kita hanya bisa pasrah dan menjalankan alur yang ada," ucap Imel dengan pelan. Cahya hanya dapat tersimpuh menatap tubuh lemah Sultan.

"Fir, Zah, Mel bilang kalau ini mimpi kan, bilang kalau Sultan masih sehat sehat aja," tangis Cahya kembali pecah. Ia tak sanggup jika dihadapkan dengan takdir yang begitu membunuhnya.

"Ca, takdir itu sudah ada yang mengaturnya, kita sebagai manusia hanya bisa pasrah dan menerima takdir itu berjalan," Cahya hanya bisa terus meneteskan air matanya tak kuasa apabila harus diminta menerima takdir yang sulit ini.

Suara isakan Cahya semakin keras terdengar, ia bangkit dari tempat asalnya menatap tubuh Sultan yang dibalut berbagai macam benda benda penunjang hidupnya. Izah memajukan langkahnya dengan gemetar, ia mengusap pelan bahu Cahya. Ekor mata Cahya tak lepas dari tubuh kekasihnya itu.

Melihat itu, Fira hanya bisa pasrah berharap ada keajaiban yang berpihak pada sahabatnya itu. Lamunan Fira tersentak ketika ponsel di dalam sling bag miliknya bergetar. Dengan cepat, ia membuka aplikasi room chatnya.

Unknown Number
Fir, ini gue Roman

Fira menatap nanar ponselnya terkejut. Roman Andrew Dinata, lelaki yang dulu pernah singgah di hatinya. Dan lelaki pertama yang memberikan luka di hatinya.

Unknown Number
Gue udah putus sama Alana

Jemari Fira kini lincah bermain di atas keyboard ponselnya hendak membalas pesan yang baru saja Roman kirim kepadanya.

FiraSyaila
Gak penting!!

Unknown Number
Jangan lupa save no gue, gue tau lo pasti butuh

FiraSyaila
Untuk apa

Unknown Number
Intinya gue mau lo save

Fira memasukkan kembali ponselnya tanpa mau membalas lebih lanjut pesan dari Roman tersebut. Ia kini sudah memantapkan hatinya untuk Hakim. Tak ada yang lain, meski Fira sendiri tak tahu bagaimana perasaan Hakim untuknya. Fira memandang sejenak jam tangan biru yang tergeletak di pergelangan tangannya. Fira membulatkan matanya melihat jarum pendeknya sudah menuju angka 5. Dengan segera, Fira melangkahkan kakinya cepat menuju Cahya dan yang lainnya guna meminta izin untuk pulang lebih awal dari mereka.

"Ca, gue duluan ya soalnya ada janji sama Kak Les untuk nemenin dia beli novel sama Kak Sekar," Cahya mendengarkan kepalanya menatap Fira dengan nanar, tak lama kemudian ia pun mengangguk lirih.

***

"Yang mana jadinya Fir," ucap Les dengan nada setengah kesal melihat adiknya yang kini malah asyik memilih novel untuk dirinya setelah memilihkan novel untuk Sekar.

"Bentar Kak," Fira menatap intens dua buku yang ada di genggamannya. Keduanya bagus menurut Fira, rasanya ia ingin membeli dua dua nya saja. Akhirnya pilihannya jatuh pada novel yang bersinopsis menarik menurut Fira.

"Ini aja Kak."

"Yaudah yuk bayar," jawab Les yang hanya diangguki semangat oleh Fira. Mereka pun berjalan pelan menuju meja kasir guna membayar novel yang hendak dibeli.

Mata Fira sontak saja membola sempurna menatap tubuh jangkung yang berdiri agak jauh darinya sembari membaca bagian sinopsis dari buku yang ia pegang. Fira menyunggingkan senyum kecilnya, ia menarik pelan ujung jaket Lesmana sehingga membuat si empu menatap ke arahnya.

"Bang lo yang antri ya, gue mau lihat lihat bentar," walau rasanya enggan, akhirnya mau tak mau Lesmana menganggukkan kepalanya membuat Fira tersenyum dengan lebarnya.

"Jangan jauh jauhan lo, gue mah ogah nyari lo kalo hilang."

"Iya lo tenang aja," Fira melangkahkan kakinya menjauh dari Lesmana. Hatinya kembali bergetar ketika melihat wajah serius lelaki itu. Entah kenapa lelaki itu kembali bisa membuatnya berdegub kencang.

"Kak Hakim,"ujar Fira pelan yang sudah berdiri tepat di sampingnya. Hakim mendongakkan kepalanya menatap Fira yang tersenyum begitu manis kepadanya.

"Fira?" Hakim menautkan kedua alisnya tampak bingung dengan adanya kedatangan Fira secara tiba tiba.

"Kak Hakim mau beli buku?"

"Ya iyalah masa mau beli dessert,"  Fira menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal, ia merutuki dirinya sendiri yang malah menanyakan hal yang konyol.

"Hehehe maksudnya itu Kak Hakim mau beli buku apa, gitu lho kak."

"Hahahha, ngomong itu yang jelas Fir," Hakim mencubit pelan hidung kecil Fira. Semburat merah kini timbul di kedua pipi Fira. Ia memegang hidung yang baru saja dicubit kecil Hakim, hidungnya yang dicubit tapi kenapa hatinya yang berdesir dan jantungnya yang tak karuan.

Hakim tertawa pelan melihat pipi Fira yang merona. Membuatnya ingin sekali mencubit kedua pipi Fira.

"Itu pipi lo kenapa Fir," Fira membulatkan kedua matanya seraya tangannya yang berusaha menutupi kedua pipinya.

"Ish Kak Hakim," kesal Fira membuat tawa Hakim semakin kencang terdengar.

"Ini siapa Fir?" Fira membalikkan tubuhnya menatap Les yang menunjuk ke arah Hakim. Oh tidak, ini tidak boleh terjadi. Les tidak boleh tahu kalau dirinya menyimpan perasaan kepada Hakim. Hakim hanya tersenyum manis di depan Lesmana.

Jangan lupa Votte sama komennya ya readers, reader yang baik selalu meninggalkan jejak yang baik

MY HOPE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang