Biar baca nya semangat,
Nih Author kasih lihat fotonya Lesmana.
Vomentnya jangan lupa yaaa...
_________
Fira menghentakkan kakinya berungkali di salah satu koridor sekolahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 16.15 yang artinya ia telah telat 30 menit keluar dari kelasnya. Ia menggerutu kesal, pasti kakaknya sudah pergi tanpa mau menunggu lebih lama. Hal itu tentu saja sudah bisa Fira tebak.
Fira memilih melanjutkan langkahnya, semoga saja angkot atau bus masih ada yang lewat pada jam sekarang. Jika tidak, entah bagaimana Fira akan pulang ke rumahnya. Jarak sekolah dan rumahnya cukup jauh. Yang ada jika ia memaksakan berjalan kaki, pasti kakinya akan membengkak layaknya kaki gajah. Fira tak ingin itu terjadi.
Mata Fira memicing melihat Hakim yang masih duduk bertengger di motornya. Kenapa lelaki itu belum pulang? Fira menghentikan langkahnya sembari mata terus menatap Hakim. Apakah ia harus menemui Hakim, dan meminta lelaki itu untuk mengantar Fira pulang? Tetapi ada sedikit keraguan dalam benaknya.
Fira menghela nafas gusar. Ia tak boleh menyerah untuk memperjuangkan perasaannya. Fira yakin dengan sebuah kalimat, 'cinta itu butuh perjuangan'.
"Kak Hakim kok belum pulang?" Tanya Fira yang sudah berdiri tepat di sisi Hakim.
"Nungguin elo," seketika pipi Fira meronta mendengar ucapan Hakim.
"Kan lo mau ngomong sama gue tadi," ah ya, Fira ingat. Haruskah ia bilang sekarang? Tetapi bagaimana reaksi lelaki itu nanti?
"Kak."
"Jauhi Naya, Naya gak baik Kak," entah keberanian dari mana Fira bisa mengucapkan kata kata itu.
Hakim terdiam.
Fira menggigit bibir bawahnya gugup. Lalu tak lama, Hakim menempelkan tangannya di dahi Fira.
"Pantes, badan lo panas," Fira membelalakkan matanya. Hakim kira ia sakit apa.
"Gue gak sakit kok Kak."
"Lo sakit, gue anter pulang ya," baru saja Fira hendak melayangkan protesnya. Namun Hakim malah memasangkan helm di kepalanya.
"Kakak gak percaya sama gue?" Hakim kembali terdiam.
"Lo lagi sakit, omongan lo jadi ngelantur."
"Gue gak sakit Kak, apa yang gue omongin itu bener."
"Ra, gue gak mau debat sama lo, cepetan naik," Fira tersenyum lirih, sudah ia duga. Hakim tak akan mempercayai omongannya.
***
"Makasih Kak tumpangannya," Hakim mengangguk. Jelas dapat Fira lihat raut wajah Hakim menunjukkan keseriusan. Selama perjalanan tadi, tak ada pembicaraan di antara mereka. Hal ini tentu membuat Fira gusar. Bagaimana caranya membuat Hakim percaya dengan omongannya.
Fira berjalan lirih menuju rumahnya. Ia sesekali tersenyum paksa saat Ana menyuruhnya mandi dan makan.
Fira menghempaskan tubuhnya ke kasur kamarnya. Matanya menatap langit langit kamarnya yang berwarna putih.
"Fira, tadi ada kurir datang ke rumah kita, ngasih titipan sama kamu," ucap Ana yang langsung memasuki kamar putrinya itu. Sontak saja Fira bangkit dari posisinya semula menjadi duduk menghadap ke arah Ana, mamanya.
"Makasih Ma," balas Fira seraya meraih kotak yang disodorkan Ana kepadanya.
"Mama, ke dapur dulu ya," Fira mengangguk sebagai jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HOPE [✔]
أدب المراهقين(HARAP FOLLOW AKUN AUTHOR TERLEBIH DAHULU) My First Story. 100% imajinasi penulis..... Rank : #4 di Alfira #5 di Hakim #35 di tamat #10 di sepihak Tak perlu kau tanya seberapa tulus rasa ini padamu, bagai hujan yang turun membasahi bumi ini, kau...