D U A P U L U H E N A M

65 6 3
                                    

Langit biru tua kehitaman kini sudah terlihat. Bintang dan bulan kini hadir menerangi dalam gelapnya malam.

Fira melangkahkan kakinya mendekat ke arah pintu bercat coklat yang ada di hadapannya. Ia mengetuk pelan pintu tersebut sembari tersenyum dengan riang. Tak lama, seorang laki laki keluar dari dalam rumah tersebut dengan menggunakan baju casual biasa.

"Eh Fir, tumben main ke rumah gue," tanya Alta dengan nada bingungnya.

"Iya soalnya tadi gue kebetulan aja lewat daerah sini trus gue ingat rumah lo deket arah sini juga," jawab Fira bohong. Ia tersenyum kikuk ke arah Alta.

"Yaudah lo masuk dulu," Fira kembali melangkahkan kakinya memasuki rumah milik Alta tersebut dengan langkah ringan. Kini ia harus memulai rencananya.

"Eh Ta, kayaknya ponsel gue ketinggalan deh di supermarket deket gang depan rumah lo," ucap Fira seraya mengobrak abrik isi sling bagnya dengan raut kegelisahan yang semakin ia buat buat.

"Aduh gimana ni."

"Yaudah gue temenin lo nyari ponsel lo."

"Ngerepotin gak nih," Alta menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Gak lah yuk ke buru makin larut," Fira mengangguk singkat dan berjalan mengikuti langkah kaki Alta yang menuntunnya menuju motor milik lelaki itu.

Fira melirik sejenak ke arah semak semak di halaman rumah Alta yang kini menjadi tempat persembunyian Cahya dan Sultan, ia mengedipkan sebelah matanya ke arah Cahya yang langsung diangguki oleh gadis tersebut.

"Naik," ucap Alta pelan. Motor Alta melaju dengan kecepatan standar meninggalkan kawasan rumahnya.

Flashback On

"Renacananya nanti Fira bakalan ke rumah Alta terus ajak kemana gitu pokoknya sampai Alta mau, idenya nanti terserah lo aja, gue serahin ke elo Fira," jelas Izah yang diangguki oleh Fira.

"Nah, bagian yang lainnya sembunyi, gue tentuin ya tempat persembunyiannya, Cahya sama Sultan nanti di dekat semak di halaman rumahnya Alta, gue sama Imel nanti di bagian belakang rumah Alta, Evan, Arnas, sama Hary di dekat bagian garasi," Evan membelalakkan pandangannya tak percaya. Garasi di rumah Alta sangat sempit dan pengap sekali, mana ditambah garasi tersebut tak pernah sama sekali dibersihkan, ia tak kan sanggup.

"Garasi?, yang bener?, gak ah gue gak mau mati duluan gara gara gak ada oksigen," protes Evan lebar. Lelaki itu menyilang kedua tangannya di dada sembari menatap tajam Izah.

"Lebay lo," saut Izah menatap Evan tak kalah tajamnya.

"Udah udah lanjut aja Zah bahasnya," Izah menarik nafas panjang mencoba menetralisir kemarahannya pada Evan.

"Oke, Ca lo udah tanya kan sama Sultan, dia jadi ikut gak nantinya?" Cahya mengangguk semangat dengan senyum di kedua sudut bibirnya.

"Oke fix semuanya harus berjalan sesuai rencana."

Flashback Off

***

"Guys, Alta sama Fira udah pergi," teriak Cahya, sontak saja semua yang bersembunyi segera keluar dan menangkap udara bebas yang menyejukkan. Bayangkan saja mereka harus bersembunyi di tempat yang sepi, gelap dan tentunya sempit sekali. Izah menarik nafas panjang menghirup udara segar di malam hari. Sangat melelahkan sembunyi hampir setengah jam lamanya.

"Sekarang kita mulai, yang bagian dekor langsung aja ke ruang tamu ikut Evan, yang bagian kado sama kue ikut gue," Semuanya bergegas dengan cepat setelah mendapat instruksi dari Izah.

Izah, Imel, dan Cahya serentak melangkahkan kaki mereka ke arah dapur bagian belakang rumah Alta dengan kue yang sudah berada di genggaman Imel dan kado di genggaman Cahya. Izah membuka perlahan pintu belakang rumah
Alta dengan kunci duplikat yang sebelumnya sudah gadis itu siapkan.

Sunyi, itulah hal yang menyambut mereka ketika pintu belakang sudah terbuka dengan lebar. Ya, memang di rumah yang cukup luas ini, Alta hanya tinggal sendirian, kedua orang tuanya tinggal di benua yang berbeda dengannya.

"Zah, ini piringnya yang ini atau yang ini?" Tanya Imel sembari menunjukkan kedua piring yang berbeda di hadapan Izah. Izah menerka sejenak piring yang dimaksud oleh Imel, tak lama gadis itu menunjuk ke salah satu piring putih polos yang langsung diambil oleh Imel. Dengan telaten, Imel meletakkan kue tersebut ke atas piring yang ada di hadapannya.

Sebuah dering notifikasi muncul di ponsel milik Cahya. Hal tersebut tentu saja membuat Cahya dengan segera mengecek ponsel pintarnya itu.

FiraSyaila
Gue udah di jalan mau balik ke rumah Alta

"Eh guys, Fira sama Alta udah mau balik nih, cepetan bilang sama yang cowok," risau Cahya. Ia bergerak tak tenang, Izah yang mendengar hal tersebut dengan cepat bergegas menuju ruang tamu.

"Alta sama Fira udah mau ke sini, Semuanya ambil posisi," ujar Izah tegas. Mereka segera bergegas mengambil posisi masing masing. Semuanya mereka siapkan dengan matang, mereka yakin pasti hasilnya akan sempurna sesuai harapan mereka.

Knop pintu perlahan terbuka, dan......

"Surprise," teriak semua yang ada di sana kecuali Alta dengan penuh semangat. Alta menatap ke arah ruang tamunya yang kini sudah dilengkapi berbagai aksesoris ulang tahun yang ditata begitu indah. Ia terpaku dan terdiam dalam bisu. Apa ini mimpi?, Alta baru menyadari bahwa hari ini tepat pergantian umurnya yang ke-17 tahun.

"Selamat ulang tahun bro," ucap Evan seraya menepuk hangat bahu Alta. Diikuti oleh Sultan, Arnas, dan tak lupa juga Hary. Imel berjalan mendekat dengan kue ulang tahun di kedua tangannya. Ia tersenyum penuh arti pada Alta.

"Make a wish Ta," ujar Imel pelan. Alta memejamkan sejenak matanya membuat sebuah harapan doa pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Lelaki itu langsung meniup lilin berangka 17 yang melambangkan umurnya saat ini.

"Happy BirthDay Sultan Jiranda Putrawan," ucap mereka serempak pada Alta.

"Thanks," semuanya mengangguk dan segera menghabiskan sisa waktu mereka untuk tertawa dan tersenyum bersama Alta di hari paling sejarah dalam hidupnya.

***

Fira meletakkan tasnya dengan raut wajah cemberut. Bayangkan saja pagi ini moodnya sudah memburuk karena kakaknya, siapa lagi kalau bukan Lesmana. Lelaki itu dengan tega menyiram wajahnya dengan sedayung air. Benar benar Lesmana menjengkelkan.

"Muka lo kenapa Fira, tumben kusut amat," Fira mencebikkan bibirnya kesal mendengar pertanyaan Imel. Moodnya benar benar tidak bagus, ia menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Gue lagi males ngomong," jawab Fira pelan, ia menutup matanya mencoba mengembalikkan moodnya yang tak baik.

"Eh Fir, gue mau bilang sesuatu nih sama lo," Fira langsung memusatkan segala perhatiannya pada Izah.

"Kemarin gue ngelihat kak Hakim sama cewek lho kayaknya adek kelas deh," raut wajah Fira kembali cemberut, kini lebih parah dari sebelumnya. Oh ya, ia melupakan kejadian di kantin kemarin. Akhir akhir ini Hakim seperti menjauh darinya. Ia tak tahu kenapa, apakah ia berbuat salah?, Fira menghembuskan nafas pelan.

"Lo gak papakan Fira," Fira menggeleng pelan seraya tersenyum. Inilah resiko cinta sepihak, Fira tak dapat berbuat apapun selain diam dan menunggu takdir yang berkehendak.

----------

Dont Forget to comment and vote.

Cuma sebentar kok :")

Hal sederhana namun berkesan buat Author.

Next????

MY HOPE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang