E M P A T P U L U H E M P A T

79 6 0
                                    

Fira menatap Lesmana yang masih bertengger di motornya dengan sebal. Kakaknya itu masih saja asyik merapikan tatanan rambutnya pada spion motornya tanpa memedulikan Fira yang sudah bersidekap dada.

"Kak, cepetan 15 menit lagi gue masuk lho, intinya kalo sampai gue telat, awes aja lo," sahut Fira dengan kekesalannya yang menggebu.

"Naik," Fira tersenyum sumringah lalu dengan cepat gadis itu menaiki motor Lesmana. Tak lama kemudian motor besar itu melaju membelah jalanan Jakarta yang begitu padat.

***

Motor Lesmana berhenti tepat di depan gerbang sekolah Fira. Gadis itu segera turun dari motor Lesmana. Tak lupa juga ia menyalami tangan sang kakak sebelum beranjak memasuki lebih dalam sekolahnya itu.

"Belajar yang pinter sono," Fira berdecak.

"Seharusnya gue yang bilang itu sama lo Kak, jangan pacar mulu yang dipikirin," Lesmana yang mendengar ocehan adiknya itu hanya terkekeh kecil. Ia mengacak pelan rambut Fira yang dikuncir satu.

"Gue duluan."

Fira mengangguk.

Motor Lesmana pun kembali melesat menjauh dari sekolah Fira. Sedangkan gadis itu mulai melangkah masuk ke dalam sekolahnya dengan langkah ringan. Mata Fira tak sengaja terarahkan pada Naya yang kini berjalan seorang diri di koridor menuju deretan kelas sepuluh. Entah pikiran dari mana Fira berjalan mendekat ke arah gadis itu.

Naya langsung terkejut melihat Fira yang datang tiba tiba ke hadapannya. Tatapannya pun tampak tak bersahabat. Dengan cepat, Naya menutupi keterkejutannya dengan menautkan alisnya bingung.

"Gue cuma mau bilang gue tau apa rencana lo," sontak saja Naya tak bisa menutupi keterkejutannya saat ini. Dari mana Fira mengetahuinya? Fira menyunggingkan senyumnya melihat Naya yang tampak tak berkutik di tempat.

"Gue pastikan rencana lo itu bakalan gagal," bukannya takut Naya malah menunjukkan smirknya di hadapan Fira. Ia melangkah mendekat ke arah Fira yang bersidekap dada.

"Gue juga bakal pastikan apa yang lo omongin itu gak bakalan terjadi," Fira menggeram dalam hati.

"Kita lihat aja siapa yang bakalan menang, Kakel," ucap Naya dengan sedikit menekan kata terakhirnya lalu melangkah menjauh dari Fira yang mematung di tempatnya. Ia membalikkan tubuhnya menatap punggung Naya yang mulai semakin menjauh.

Ia harus memberitahu Hakim, ya dia harus sebelum lelaki itu terjebak. Ia tak mau Hakim masuk ke dalam jebakan Naya. Ia tak rela, karena hatinya juga tak akan pernah rela.

***

Bel istirahat telah berbunyi. Fira segera berjalan cepat keluar dari kelasnya tanpa memedulikan tatapan bingung dari sahabat sahabatnya yang masih terdiam di kelas. Saat ini tujuannya adalah kelas Hakim. Ia harus cepat sebelum Naya yang bertindak.

Fira menghentikan langkahnya tak jauh dari depan pintu kelas XII Ipa 5. Tak ada tanda tanda keberadaan guru di sana.

"Fira?" Tanya Hakim yang sudah berdiri di hadapannya. Ia masih menatap bingung Fira.

"Kak, ada yang mau gue bicarakan sama kakak."

"Oke, tapi sebelum itu kita ke kelas Naya dulu ya, gue janji sama dia mau makan bareng di kantin," ucap Hakim yang berhasil membuat hati Fira terguncang. Ia memasang senyum paksa agar lelaki itu tak tahu saat ini hatinya meraung raung.

"I-iya Kak," Hakim dan Fira serempak melangkahkan kakinya menuju kelas Naya. Sebenarnya Fira tak ingin pergi ke kelas Naya apalagi mengingat pertemuan terakhir mereka yang mungkin menciptakan kesan tak bersahabat di antara keduanya. Tapi apa boleh buat jika Hakim yang menginginkannya.

"Kak Hakim," sahut seseorang. Sontak saja Hakim dan Fira mengarahkan pandangannya pada si sumber suara tersebut. Fira berdengus pelan, ternyata Naya.

Hakim sedari tadi tak kuasa menahan senyumnya melihat Naya yang berjalan ke arahnya.

"Yuk ke kantin?" Tanya Naya. Ia melirik sejenak ke arah Fira yang sudah bergumam tak jelas dalam hatinya.

"Yuk, Ra lo mau ikut gak?" Fira menghembuskan nafas pendek sembari menggeleng pelan. Lebih baik saat ini ia mengalah pada Naya, dari pada nanti hatinya semakin perih melihat kedua insan tersebut.

"Kita berdua aja Kak, kan Kak Fira gak mau," ucap Naya yang langsung diangguki pelan oleh Hakim. Lelaki itu menatap Fira sejenak. Fira hanya dapat memaksakan senyumnya, lebih baik terlihat tidak apa apa di hadapan orang lain dari pada harus mengumbar kesedihan.

"Yaudah gimana habis pulang sekolah aja lo ngomongnya Ra."

"Lihat nanti aja Kak."

Fira melangkah pergi menjauh dari Naya dan Hakim. Jika ditanya apakah ia baik baik saja, jawabannya tentu tidak. Bukan raganya yang tidak baik baik saja tapi hatinya. Ya, hatinya yang tak baik baik saja. Fira berpikir apakah mungkin ia akan menyampaikan tentang rencana Naya pada Hakim? Bagaiman nanti reaksi lelaki itu? Fira tak dapat membayangkannya saat ini. Untuk saat ini yang terpenting adalah kebahagiaan lelaki itu.

***

Unknown Number
Lo mengabaikan pesan dari gue, lihat aja apa yang bakalan lo dapat Alfira.

Fira semakin penasaran siapakah orang di balik sosok misterius yang selalu mengirimnya pesan untuk segera menjauhi Hakim. Apakah Naya? Nama itu tiba tiba saja terlintas di pikirannya. Hanya gadis itu yang sepertinya menyukai Hakim. Tak sadar Fira mengepalkan tangannya di bawah laci mejanya.

Benar benar tak bisa Fira biarkan. Tapi apa yang harus Fira lakukan. Ia menghembuskan nafas pelan. Sial, sedari tadi ia tak bisa fokus dengan penjelasan Pak Sen.

"Alfira, apakah ada masalah?" Tanya Pak Sen yang memang sudah memperhatikan Fira sejak beberapa menit yang lalu.

"G-gak ada Pak," jawab Fira gugup. Semua pasang mata di kelas itu memperhatikannya.

"Terus saya lihat tampaknya kamu tidak memperhatikan penjelasan saya, apa itu benar," sepertinya tak ada jawaban lain selain menganggukkan kepalanya lirih.

"Untuk saat ini kamu saya maafkan, tapi jika kamu ulangi lagi, saya tidak segan segan mengeluarkan kamu dari kelas saya, mengerti Alfira?" Fira kembali mengangguk. Pembelajaran pun kembali berjalan seperti biasanya.

"Lo kenapa Fir?" Fira menggeleng pelan sembari mengangkat kedua sudut bibirnya lemah.

"Gue gak apa apa kok Ca," jawab Fira membuat Cahya menghela nafasnya.

"Kalau ada apa apa ngomong aja, gue  denger kok."

Mungkinkah ia memberitahu sahabat sahabatnya itu tentang apa yang saat ini ia rasakan dan hadapi. Tetapi Fira tak ingin membuat sahabatnya cemas. Ia yakin hal ini malah akan semakin membebani sahabatnya. Biarlah ia menyimpannya sendiri, pikir Fira saat itu. Ini masalahnya dan Hakim.

Untuk masalah pengirim pesan misterius itu Fira tak ingin memikirkannya saat ini. Jika ditanya apakah Fira takut dengan ancaman itu? Jawabannya entahlah Fira juga ragu. Satu sisi dalam hatinya mengatakan lebih baik ia mengikuti apa yang si pengirim perintahkan kepadanya untuk mencegah sakit hati yang semakin menjadi. Tapi sisi dominan hatinya mengatakan ia harus tetap bertahan, ia tak akan menjauhi Hakim kecuali lelaki itu sendiri yang memintanya menjauh.

_______________
_____

Jangan lupa Vote sama komennya yaww....

Author tunggu kok, always menunggu. Maaf keun Author jika ada typo yang beterbaran ya.

Happy read....

See you in next chapter my beloved readers :*

MY HOPE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang