chapter 7 - Eureka

175 12 4
                                    

Duniaku berhenti beberapa saat. Sebelum akhirnya aku menyadari semuanya.

.
.

" Kejutaaaaaaaaaaaaaaaaan"

Mendadak tubuh mereka yang lemas itu, kompak bangkit dan menertawakanku. Suasana menjadi pecah saat tawa mereka menggelegar memenuhi ruangan ini. Sebenarnya apa yang terjadi ?.

Mereka menertawai puas, seolah tangisan ini adalah bahan lelucon bagi mereka.
Padahal jantung ini hampir berhenti berdetak melihat apa yang terjadi didepanku tadi. Sepertinya aku telah berada di keluarga yang salah ?.

" Selamat ulang tahun Jinggaku sayang "

Ucap ibu memeluk tubuhku, mengelus pipi ini yang telah basah dengan air mata. Benar, ini adalah hari jadiku. Bahkan aku lupa jika ini adalah hari istimewaku sendiri. Padahal Ulang tahunku dan Jeon hanya berselisih beberapa hari saja.

Oh ya, apa kata mereka tadi. kejutan ?.
Apa ini bisa dibilang sebuah kejutan ?.
Jika iya, mulai sekarang aku akan mulai membenci Frasa kata bernama kejutan. apalagi kejutan yang hampir saja membunuhku karena serangan jantung mendadak.

"Apa kamu bersekongkol dengan keluargaku Jeon"

Ucapku dengan menatap Jeon penuh pertanyaan yang tengah ikut tersenyum diantara keluarga abstrakku. dengan tatapan menghardik aku memberi cubitan kesal kepadanya.

"Maafkan aku Jingga, tapi aku tak sanggup melihat ekspresi kagetmu, kamu lucu sekali"

Ucap Jeon, merapikan rambut anakanku. Masih jelas teringat, betapa kacau dan membabi butanya tangisan mengharu biruku tadi. mungkin kata cantik akan hilang dari kamus Jeon saat ini kepadaku.

"Yak Jin, jadi kamu tak benar-benar marah padaku, dan pasti kamu yang merencanakan ini semua bukan?"

Aku menatap si pemilik nama dengan sirat setajam mata pisau.

"Bagaimana aku bisa marah, pada adikku yang berwajah bodoh ini, dan jangan lupakan ucapan saat kamu menangis tadi"

Ucap Jin, jemarinya mengacak gemas rambutku. Yang serta Merta menagih ucapan yang terlanjur mencuat dari bibir ini. Huh, penderitaanku akan dimulai kembali.

Aku mulai menatap Jin dengan tatapan seperti melakukan telepati untuk bersiap. Kukerahkan tenaga dalam, mengeluarkan jurus yang yang selama ini aku sembunyikan. Dengan sedikit melakukan pemanasan badan, Kuregangkan kaki agar sedikit lemas  dan..

Bukkkkkkkkkkkk

Tendangan salto mautku tepat mengenai bokong Jin. Tak sia-sia Selama ini aku menghabiskan bertahun-tahun menonton televisi hanya untuk belajar kungfu dari guru besarku, Jacky Chan. Akhirnya ada gunanya juga bukan.

"Sudah, panjatkan doamu dan potong kuenya"

Perintah ayahku yang sedari tadi hanya bisa menikmati tingkah kedua anaknya yang abnormal ini. kenapa dia juga  harus ikut-ikutan mengerjaiku. Apa dia tak takut kehilangan wibawanya sekarang. Ah, ayah memang yang terbaik walaupun kadang ikut menyebalkan.

Aku menatap nanar kue didepanku, masih tak percaya aku telah berumur dewasa sekarang. Aku memandangi cahaya lilin yang justru mengingatkanku pada sosok Vante. aku sungguh merindukannya.

Dengan bahagia kupanjatkan kata tulus yang selama ini selalu menyertai doaku.

"Tuhan, terimakasih telah memberi keluarga yang begitu hebat untukku. Jaga mereka selalu, karena aku sangat menyayanginya. kau tahu itukan. Oh iya Tuhan, berikan jawaban padaku juga agar aku tak mengecewakan Jeon. Aku juga merindukan Vanteku. Jadi tolong pertemukan aku kembali dengannya, kumohon"
.
.

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang