Chapter 5

178 12 0
                                    

.
.

Mentari pagi menyapaku, dengan cahaya mengintip hangat dari balik tirai kamar yang masih tertutup. Mengungkung tubuh malas ini agar semakin enggan beranjak dari peraduan nyaman. Semakin membuaiku kedalam mimpi yang masih enggan aku akhiri.

Kukerjapkan netra ini berulang kali agar mataku benar-benar bangun. Menetralkan cahaya temaram dari lampu tidur, menatap sekeliling namun belum ada sosok siapapun yang membangunkan ku. Kepala ini masih sedikit berat. Tapi perasaanku terasa sesak sekali, entah kenapa.

Ada sedikit keresahan karena ada sosok yang sangat aku rindukan. Lelaki yang selalu membuaiku dalam mimpi, Vante sudah jarang sekali menemuiku untuk sekedar menyapa. Aku tak tahu sejak kapan perasaan gila ini muncul, Mungkin karena aku sudah terbiasa dengannya beberapa tahun belakangan ini, jadi dia terasa nyata sekali untukku. Eksistensinya selalu aku tunggu dibawah alam sadarku.
Pagi ini aku terdiam beberapa saat melamunkan dia, dengan tubuh yang masih terbaring malas.

Kenapa rasanya ada sesuatu yang kurang pagi ini ?

oh ya, tumben sekali tak ada lengkingan highnote Jin yang selalu sewenang-wenang dengan memanggil namaku, telingaku terasa nyaman sekali pagi ini. Benar-benar nyaman. Atau mungkin dia sudah berangkat kekantor, syukurlah. Pagi ini, aku lolos dari penganiayaannya yang brutal dan tak berperisaudaraan padaku.

Aku beranjak dari posisi nyamanku, aku ingin segera bergegas mandi. Kududukkan tubuh mengumpulkan nyawa, namun aku terdiam sesaat menahan kesal, saat netraku disuguhi pemandangan didepanku. si biang masalah, tengah duduk santai di sofa dekat kabinet buku novelku, membaca sesuatu dengan diselipi cekikikannya. Mungkin dia sedang membaca komik.

Apa ?, Tunggu sebentar, apa itu? Itu seperti buku agendaku yang dia pegang. Si kurang ajar itu tanpa berdosa membaca semua rahasia di buku berwarna ungu itu. Darahku mendidih, antara marah dan menahan malu. Berarti Jin sekarang sudah tahu rahasia-rahasia memalukan yang terjadi padaku. Matilah aku, nyawaku sedang berada di ujung tanduk jika Jin sekarang memegang kartu AS ku.

Kupaksakan tubuhku melakukan peregangan, kuancangkan kaki untuk memberi pelajaran kepada Jin dengan memberi tendangan salto jika perlu.
Tanganku gatal, sudah tak bisa kukendalikan lagi. kugapai bantal empukku, untukku hempaskan kencang ketubuh lelaki yang sudah mendzolimi diriku ini. Kupukul berkali-kali tubuh Jin tanpa ampun lagi, aku sudah terlanjur marah, lebih tepatnya aku sangat malu.

"Yakkk, Kim Seokjin, beraninya kamu menyentuh benda berhargaku, matilah kau sekarang"

Kulemparkan bantal tadi kekepalanya, namun dia malah menertawakanku tanpa henti. Tanganku meraih sebisa mungkin bukuku itu, namun tangan Jin meninggikan bukuku dengan mengandalkan tinggi badannya, agar semakin tak bisa kugapai.

"Jadi Jungkook adalah Cinta pertamamu, dan kalian sudah berciuman ?"

"Lalu siapa Vante itu, apa dia kekasihmu juga, wah Jingga kau benar-benar Daebak"

Ledek Jin padaku disertai tawa yang menggelegar seolah dia telah memenangkan lotre dalam jumlah yang besar. melihat aksinya membuat darahku semakin mendidih saja. Kutarik lengannya, kugigit sedalam mungkin. Biar saja dia mati sekalian.

"Eonmaaaaa, tolong aku, jingga berusaha membunuhku, cepat eonma"

Teriak Jin mengadu pada induknya. Jelas-jelas dia yang salah namun malah mengkambing hitamkan aku seperti biasa. Benar-benar sesuatu sekali bukan si biang masalah ini ?.

"Yakkk Kim Seokjin, cepat kembalikan bukuku dan keluar dari kamarku segera"

Teriakku dengan melepaskan gigitan mematikanku. Suaraku merendah, karena sungguh tenagaku terkuras habis menghadapi lelaki yang suka mencari masalah padaku ini.

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang