chapter 2

377 20 1
                                    

.
.

"Jinggaaaaaaaaaa"

Teriakan seperti ini dipagi hari biasa jadi rutinitas pemecah gendang telingaku, siapa lagi pemilik suara pecah itu, jika bukan kakakku yang suka berkelakuan konyol.

"Jingga, ambilkan handuk.."

"Jingga, apa kau melihat sepatuku"

"Jingga, buatkan aku roti sekalian"

"Jingga, jingga, jingga, jingga"

Stoppppp....

Aku benar-benar bosan dengan namaku yang selalu dia sebut seenak jidatnya sendiri. Rasanya ingin sekali aku mengganti nama itu.
namun kata ibuku, dia adalah pengagum langit senja, hingga dia menyematkan nama jingga pada bayi kecil tak berdosa yang mungil nan menggemaskan yang telah tumbuh dewasa menjadi wanita cantik seperti aku ini.
Namun setiap kali kakakku menyebut namaku dengan suara tinggi berskala richter sungguh namaku sudah tak indah lagi.

"Jingga, ambilkan kunci mobil kakak"

"Jingga cepatlah"

Penderitaanku terjadi secara terus menerus, penindasan atas nama siapa yang lahir duluan menjadi otonomi kekuasan wilayah. kakakku pikir apakah aku semacam amoeba, yang mempunyai kemampuan membelah diri saat dia memanggilku untuk melakukan sesuatu yang dia sendiri malas untuk mengerjakannya.

Benar kan kakakku itu sangat menyebalkan?

"Jingga apa kamu melihat celana kesayanganku ?"

Lagi dan lagi, kakakku tak bosan memanggil namaku setiap kali dia menginginkan sesuatu. Sebenarnya dia lebih terlihat seperti bocah yang kehilangan mainannya, daripada menjadi kakakku yang lebih manja daripada aku.

"Oppa Berhentilah memakai celana boxer pink mu yang mencolok itu, sungguh mataku sakit setiap kali kamu berkeliling rumah memakai celana itu oppa "

Bentakku hilang kesabaran. Sebenarnya dia adalah sosok kakak yang baik, dia selalu mendengarkan aduanku setiap kali ada gadis yang menindas ku dulu di sekolah, dan dia selalu menjadi orang yang pertama aku cari, saat aku melakukan suatu kesalahan entah dirumah maupun diluar. Sebenarnya aku sangat bersyukur mempunyai kakak seperti Kim Seokjin.
.
.

Seperti biasa, aku melakukan ritual membaca novel sebelum aku tidur. Aku menyukai sajak puisi, ataupun kata untaian yang mendayu. Aku sangat menyukainya hingga aku mempunyai keinginan menjadi seorang penulis, namun Tuhan tak memberkatiku dengan kemampuan itu.

Kubaca lembar per lembar kertas yang penuh dengan tulisan itu, dengan meletakkan hatiku seolah aku adalah peran utama dalam novel itu. Buku yang kubaca saat ini, berkisah tentang kisah cinta yang dramatis, dimana tokoh protagonis itu melenggang nyawa karena diracun oleh tokoh antagonis di novel itu. Sungguh dramatis sekali.
Kututup novel itu, entah kenapa aku benci cinta yang tragis dan berakhir dengan kematian.

Kurebahkan tubuhku diranjang, mataku mulai mengantuk namun aku masih ingin menyelesaikan daftar bacaan novel yang belum sempat kubaca karena pekerjaan.

Yah, Tentu saja aku mempunyai pekerjaan. Ayahku adalah investor terkenal yang paham peluang dimana dia harus menanam saham diperusahaan yang tengah berkembang. Dan kakakku yang konyol itu, dia adalah salah satu pemilik perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang bergerak pada kecanggihan teknologi. Dibalik sifat nyeleneh dan agak konyol itu, kakakku menyimpan otak ber IQ diatas rata-rata manusia normal lainnya, Percayalah.

Mataku tak bisa kuajak kompromi lagi, berat sekali rasanya untuk menyelesaikan cerita novel yang belum selesai kubaca tadi siang.

"Hei bangunlah"

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang