Bagai disambar petir disiang bolong, seketika semua kebahagiaanku kemarin mendadak tercerai-berai entah kemana karena acara lamaran Jeon. Menikah?
Pernikahan bukan perkara gampang, seperti kita membeli pakaian yang tak pas dibadan, lalu kita bisa menukarnya.
Menikah tentang kesiapan. Melembagakan sebuah ikrar menjadi ikatan suci, dan aku belum pernah meyakini diriku akan secepat itu terkungkung dalam sebuah mahligai pernikahan. Terlebih dengan seorang Jeon Jungkook.
.
."Sayang, semua terserah kamu. Eonma dan Appa memberi kebebasan penuh untuk kamu mengambil keputusan"
Ujar ibu, tapak hangatnya mengelusi puncak kepalaku seolah memberi ketenangan.
"Jingga, kau tahukan aku memendam rasa padamu sudah sangat lama, jadi kumohon tolong beri jawaban yang bisa membuatku lega"
Pinta Jeon, yang duduk diseberang sofa sana bersama orangtuanya. aku menatapi sepasang manik Taehyung yang begitu tenang, entah apa yang difikirkan sekarang. Tak nampak ada kemarahan, ataupun kecemburuan di binaran mata birunya.
Aku terdiam beberapa saat, rasa-rasanya bibir ini begitu Kelu, takut jika keputusanku akan menyakiti mereka nanti. Jadilah aku hanya berdiam diri dan mematung.
"Tidak bisa Jeon Jungkook! Jingga telah menjadi tunanganku. Dia sekarang milikku"
Taehyung mengucapkan kalimat yang begitu lantang dan berani, mematenkan aku sebagai tunangannya. Ya Tuhan, semoga saja tak terjadi perang di rumahku ini.
Tak pelak suasana terkejut mendominasi ruang besar ini. Ada gurat kecewa dari wajah Jeon, dan entah kenapa aku benar-benar merasa bersalah padanya. Aku seperti telah menelanjangi harga dirinya, dan aku tak tahu apakah setelah ini, Jeon akan membenci atau bahkan tak sudi bertemu denganku lagi. Sungguh, aku belum siap melepaskannya sebagai sahabatku, apakah aku terlalu serakah?
Sedang orangtuaku, menatap bingung seolah meminta jawaban. Mereka tak marah ataupun menghakimi aku. Sedangkan Seokjin, langsung berhambur memeluk bahagia kesosok Taehyung. Apakah itu tandanya dia setuju hubunganku dengan pemuda pemilik mata teduh ini?
"Persetan dengan ucapanmu, aku takkan membiarkan Jingga menjadi milik siapapun. Termasuk kau Kim Taehyung"
Jeon menghardik tatapan benci ke sosok Taehyung, sedang orangtua Jeon telah pulang dengan hati kecewa. Jeon memilih tinggal beberapa saat, untuk mencari pembenaran dari bibirku sendiri.
.
.Aku dan Jeon duduk di gazebo yang berada di pekarangan belakang rumahku. Kutatapi gusar Taman yang cukup asri dengan ditumbuhi beberapa bunga teratai yang sengaja diletakkan di pot besar dipenuhi genangan air. Dan beberapa bunga tulip, bonsai, anggrek dan bunga Camelia.
Sedang Taehyung, kini berada bersama Jin diruang kerja mereka.
Aku dan Jeon duduk di pendopo yang terbuat dari kayu jati, masih saling terdiam tanpa seseorang yang berani membuka percakapan.
"Maafkan aku Jeon"
Ucapku lirih, mengedarkan pandanganku ke sela sudut lain guna menutupi kegelisahanku.
Sedang Jeon masih terdiam, maniknya kosong seolah tanpa nyawa. Pasti aku sangat membuatnya kecewa saat ini.
"Aku sungguh minta maaf, sungguh"
Ucapku sekali lagi masih belum digubris oleh si empu nama.
"Kau menyakitiku Jingga. Ini terlalu sakit untukku. Aku benar-benar kecewa padamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
FantasyPernahkah kau mengalami Dejavu yang berulang kali? Pernahkah juga kau jatuh cinta pada wajah yang hanya kau temui dalam dunia mimpimu saja?