Multimedia: Rafael Pratama
*-----*
Zahra melirik tidak sanggup pada Dika yang terlihat panas dalam kubangan keringat karena sibuk mendorong lemari agar berpindah ke dekat dinding. Gadis tomboy itu terlihat lusuh tak bertenaga saat akhirnya ia menempelkan pantatnya di atas kasur yang sekarang berada di tengah-tengah ruangan.
Mereka berdua baru saja mendekorasi kobong agar kedua kasur yang tadinya terpisah oleh jarak lemari di antara keduanya kini jadi menyatu dan membuat ruang tidur jadi lebih besar agar mereka bisa lebih leluasa.
Si tomboy yang menginginkan hal seperti ini untuk terjadi. Meskipun nyatanya Zahra sempat memprotes enggan karena ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan --apalagi setelah kejadian cium-mencium itu terjadi di antara keduanya, Dika tetap saja bersikukuh untuk mendekor kobong mereka dengan bertaruh untuk menghapal lima juz Al-Quran dalam waktu satu semester ke depan sebagai gantinya.
Sebenarnya, Zahra bisa menghapal lima juz Al-Quran hanya dalam waktu dua sampai tiga bulan. Tapi ini Dika! Gadis tomboy yang Zahra yakini tidak akan bisa menghapal tiga juz pun dalam jangka setengah tahun.
Gadis tomboy itu malas untuk mengaji, ia bahkan tergolong susah untuk di ajak melakukan sholat lima waktu, jadi Zahra yakin bahwa gadis tomboy itu akan kalah dengan taruhannya sendiri sehingga mereka akan mendekorasi ulang kobong mereka seperti semula kembali.
Tidak apa. Zahra pikir.
Gadis cantik itu tidak perlu khawatir bahwa si tomboy akan menang taruhannya dan kemudian ia harus terus-terusan tidur bersampingan dengannya karena Zahra yakin bahwa Dika tidak akan mampu.
"Bumi memanggilmu, Khumaira!" Zahra tersentak kaget saat merasakan sesuatu yang lembut jatuh menimpa wajahnya, dan gadis cantik itu terkejut setengah mati saat ia mendapati bahwa yang dilemparkan Dika tadi adalah bra miliknya. "Astaghfirullah, Mauria!" ujar gadis cantik itu sambil lalu menyembunyikan barang pribadi miliknya.
Zahra bisa melihat Dika memberikan senyum menyunging miliknya yang memang khas dan selalu bisa membuat jantung milik Zahra jadi berdebar cepat entah karena apa "Jangan menggodaku!" teriak gadis cantik itu tanpa menyadari bahwa langit di luar sana sudah gelap dan mungkin saja bisa mengganggu penghuni kobong lain.
Dika menggerakkan bahunya naik turun saat ia sedang tertawa, membuat Zahra berpikir betapa menggemaskan sekaligus mengesalkannya bocah itu "Kamu pernah nggak sih ngerasa nervous karena harus tampil dihadapan banyak orang?" ujar gadis tomboy itu tiba-tiba setelah lebih dulu menghilangkan tawa menggemaskannya.
Zahra mengerutkan kening "Aku nggak pernah tampil dihadapan banyak orang. Jadi nggak pernah tahu" jawab gadis cantik itu seadanya sambil lalu terduduk di samping Dika yang sedang menatap sabuk dari setelan seragam silatnya yang berwarna merah.
Zahra bisa melihat gadis tomboy itu meletakkan sabuknya dibagian atas lemari buku yang hanya sebatas lutut orang dewasa. Tidak ada benda lain yang ia simpan di sana kecuali sabuk tersebut, dan hal itu membuat isi kepala milik Zahra jadi menanyakan banyak hal "Apa sabuk itu sangat berharga, Mauria?" gadis tomboy itu terkekeh sedikit, tentu saja membuat Zahra jadi semakin penasaran sampai akhirnya melemparkan pertanyaan yang ada di atas kepalanya tanpa berpikir lebih dulu "Bukankah itu hanya selembar kain?"
Dika mengagguk mengiyakan "Itu memang hanya sebatas kain, Khumaira. Tapi proses yang aku lalui untuk sampai ketitik ini sangat jauh dan melelahkan" balas Dika sambil mengusap sabuknya agar terlihat rapi.
"Sebagaimana melelahkan?"
Zahra terkejut saat gadis tomboy itu tiba-tiba saja meliriknya "Kamu boleh ikut kalau kamu penasaran" ujar gadis tomboy itu kemudian, hal yang tentunya membuat Zahra jadi terkekeh akan tawaran yang diberikan Dika barusan.
"Apanya yang lucu?" tanya Dika dengan tampang keheranan yang tepat.
Zahra menarik napas panjang berusaha menghilangkan perasaan geli di dalam dadanya "Kamu nggak lihat kalau aku ini nggak ada bakat-bakat untuk melakukan kegiatan fisik semacam itu? Mana mungkin aku bisa ataupun mau masuk ikut ke perguruan silat yang sama dengan kamu. Aku mungkin saja bisa sakit hanya dengan satu kali latihan" protes gadis cantik itu kemudian.
"Bagaimana kalau ternyata kamu berbakat?"
"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"
"Karena semua orang itu memiliki kemungkinan yang sama, Khumaira. Aku sempat berkata kalau aku tidak akan sanggup bertahan sampai titik ini, tapi nyatanya aku bahkan menjadi guru silat di sekolah ini. Aku sempat berpikir bahwa mungkin saja aku akan kabur dari pesantren ini setelah satu hari tinggal di sini. Tapi lihat? Aku masih bertahan di sini bahkan setelah hampir dua minggu"
"Kalaupun aku ikut dan memiliki kemungkinan seperti sebagaimana yang kamu katakan, aku tidak akan menjadi sebaik kamu" protes Zahra masih kukuh.
Gadis tomboy itu memutar bola mata "Semua orang perlu mencoba, Khumaira. Kamu pikir aku tahu kalau aku akan jadi atlet pencak silat terbaik saat pertama kali aku masih mengenakan sabuk berwarna putih?" dan Zahra hanya bisa mengambil napas panjang tanda menyerah karena ternyata si tomboy ini lebih kukuh dari pada dirinya.
"Kalau kamu membuatku terkesan di demo sekolah nanti, aku akan ikut pencak silat dan jadi muridmu. Deal?" dan karena itu, Dika menyunggingkan senyum kemenangan.
*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*
Hari senin akhirnya tiba. Upacara baru saja selesai dilakukan dan rencana pelajaran hari ini harus ditunda dikarenakan ada penampilan dari setiap ekstrakulikuler yang ada di sekolah ini. Semua siswa dan siswi terduduk di samping lapangan upacara, membiarkan semua senior mereka beraksi di tengah lapangan yang ada.
Zahra terduduk bertepatan di tengah/pinggir lapangan *disclaimer, (ngerti nggak sih, maksud saya tuh di pinggir lapangan tapi di tengahnya gitu loh hehe), dan gadis cantik itu merasa bahagia dan beruntung sekali karena ia bisa melihat seluruh penampilan dari semua ekstrakulikuler tanpa harus terhalang penonton ataupun tiang bendera.
Dengan jantung berdebaran cepat karena merasa antusias, gadis itu bisa melihat bahwa ekstrakulikuler yang pertama kali tampil adalah PASKIBRA. Ada sekitar dua puluh orang dengan lima gadis di antara mereka yang mendapatkan kesempatan untuk menampilkan kebolehan mereka di antara para murid baru.
Suara hentakan kaki mereka yang seirama membuat Zahra terkesima barang beberapa saat, apalagi melihat mereka semua mengenakan seragam serba putih yang rapi, itu membuat Zahra jadi sedikit tergoda untuk ikut serta ke dalam ekstrakulikuler mereka.
Bisa bayangkan jika Zahra menjadi salah satu anggota PASKIBRA? Gadis itu akan mengenakan seragam putih seperti mereka, lantas membawa bendera merah putih dengan bangga lalu kemudian mengibarkannya di atas sana disetiap hari senin? Itu pasti akan sangat menyenangkan.
Patroli kemanan sekolah atau yang lebih dikenal sebagai PKS adalah ekstrakulikuler kedua yang menampilkan kebolehan mereka. Seragam yang dikenakan mereka merupakan seragam kepolisian lalulintas dengan disertai segala macam aksesoris yang membuat mereka semua terlihat lebih gagah di dalamnya. Lagi-lagi Zahra tergoda.
*-----*
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing