Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa and her disgusting style because she still tomboy but try to wear a hijab anyway.
*-----*
Tanpa bisa dipercaya, waktu berjalan begitu cepat sampai tiga bulan terakhir saja tidak terhitung karenanya. Tiga bulan lamanya Zahra mengombang-ambingkan keinginannya untuk pindah dari kobong yang sama dengan Dika. Tiga bulan lamanya Zahra tidak bisa menentukan apa yang ada di dalam dadanya. Tiga bulan sudah Dika memeluknya di dalam tidurnya. Tiga bulan sudah gadis tomboy itu menjadi guru silat Zahra yang baik dan tiga bulan sudah Zahra menolong Dika dalam hafalan surah Al-Qurannya yang nyatanya berkembang sangat pesat.
Tanpa bisa dipercaya, Dika bisa menghafal dua juz banyaknya dari Al-Quran dan gadis tomboy itu berhasil dalam test hafalan beberapa minggu kebelakang. Hal yang tentunya membuat Zahra jadi mengambil napas lega karena ia berhasil mendidik Dika dengan baik sebelum akhirnya gadis cantik itu teringat akan taruhannya dengan si tomboy beberapa saat yang lalu.
Jika begini caranya, Dika akan menang dengan taruhannya dan kemudian mendapatkan kesempatan untuk terus-terusan berada di samping si cantik ketika mereka tidur! Ugh, pemikiran itu membuat Zahra jadi meruntuk seketika di dalam kepalanya.
Bagaimana mungkin Zahra akan memisahkan diri dari Dika jika saja gadis cantik itu memberikan kesempatan bagi si tomboy untuk terus-terusan berada di sampingnya?
Lagi, apakah ia sanggup untuk kehilangan sosok seorang yang selalu saja ada di sampingnya ketika ia ketakutan di tengah malam hanya gara-gara listrik padam atau suara lolongan anjing yang selalu terdengar dari pekarangan rumah warga di sekitar pondok?
Zahra menghabiskan waktu tidur sendiri selama tiga tahun dan gadis cantik itu tidak pernah tidak takut jika saja sesuatu yang aneh tertangkap oleh telinganya ataupun terasakan oleh indranya yang lain.
Setelah mendapatkan perlindungan dari Dika, gadis cantik itu bisa merasa lebih aman karena ia tahu bahwa Dika pasti akan menjaganya dengan baik sehingga ia bisa kembali menikmati alam mimpinya.
Dan sekarang, memikirkan jika ia jauh dari Dika selama satu malam saja rasanya akan sangat sulit. Zahra sudah betah dengan semua tingkah Dika padanya, Zahra sudah sangat nyaman pada setiap pelukan, setiap sentuhan dan bahkan setiap ciuman tanpa sadar dari Dika kepadanya.
Ia tidak bisa berlari.
*BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing*
Zahra mengambil napas panjang karena kelelahan sehabis jogging mengelilingi lapangan upacara sebanyak lima kali. Gadis cantik itu kemudian bisa melihat Dika melepas sabuk pencak silatnya karena para anggota yang lain sedang melaksanakan sholat ashar berjamaah.
Di dalam kelas, hanya ada Dika dan Zahra sekarang. Gadis cantik itu mendapat tamu bulanannya sekitar satu hari yang lalu disaat Dika belum menyelesaikan menstruasinya yang bahkan sudah hampir mencapai satu minggu.
Memejamkan mata sambil lalu melepaskan sabuk berwarna putih miliknya, gadis cantik itu kemudian mengambil buku khusus untuk teori perisai diri dan membacanya dengan tenang.
Saat baru saja mencapai ke titik dimana sejarah perisai diri baru saja ia baca, Zahra bisa merasakan sentuhan lembut tangan Dika di atas lengannya "Kamu khawatir untuk ujian kenaikan tingkat ya?" tebak si tomboy yang nyatanya tepat sasaran.
Zahra juga tidak mengerti seberapa cepatnya waktu berjalan. Gadis cantik itu tiba-tiba saja akan menjalani UKT (Ujian Kenaikan Tingkat) dalam waktu yang dekat.
Setelah berlatih dengan cukup melelahkan, Zahra akhirnya bisa menghafal seluruh senam kombinasi yang ada di dalam pelajaran pencak silat perisai diri untuk tingkat pemula seperti dirinya.
Berterimakasihlah ia kepada gadis tomboy yang adalah teman satu kamarnya karena nyatanya gadis keras kepala itu benar-benar mendidiknya dengan baik sehingga ia bisa sampai ke titik ini.
Zahra menutup buku materinya lantas menatap Dika yang nyatanya hanya berjarak beberapa senti saja darinya "Ya. Aku takut gagal" balas Zahra dengan nada putus asa di dalam kalimatnya.
Tangan Dika terulur perlahan untuk menepuk puncak kepala Zahra dan mengusapnya perlahan, hal yang sering ia lakukan semenjak beberapa saat yang lalu "Kamu itu sudah di didik dengan sangat keras olehku, dan aku bisa melihat perkembangan kamu cukup baik dalam menjalankan latihan"
Meskipun memang begitu, Zahra tetap saja merengut ragu "Aku akan nervous nanti"
Dika terkekeh "Look. Kamu itu gadis yang spesial di mataku. Aku sudah memberi kamu pelajaran plus disetiap minggunya. Kamu itu lebih beruntung jika harus dibandingkan dengan anggota perisai diri yang lain" ujar Dika dengan senyum kecil sebelum akhirnya melanjutkan "Selain karena kamu memang mendapatkan latihan plus dariku disetiap minggunya, kamu juga berhasil mencuri rasa kepedulianku padamu, jadi aku tidak akan membiarkan kamu tidak lulus di ujian kenaikan tingkat nanti"
Zahra terdiam, begitu juga dengan Dika yang masih saja betah mengusap puncak kepala Zahra yang tertutupi hijab dengan benar. Kediaman keduanya membuat suasana hening yang sangat nyaman diantara keduanya sampai kemudian Zahra ingat bahwa ia harus memberi tahu keputusan akhir yang sudah ia pikirkan sejak saat dulu kala. Ia akan pindah dari kobong miliknya dan meninggalkan Dika di sana.
Belum sempat Zahra membuka bibirnya, gadis cantik itu sudah melihat beberapa siswa berlarian menuju ruang istirahat mereka dan itu membuat si cantik jadi membungkam bibirnya kembali "Istirahatnya sudah cukup kan? Pakai lagi sabuknya, kita mulai dalam satu menit"
*Beberapa saat kemudian*
Dika berjalan ke depan barisan setelah lebih dulu membenarkan sabuknya di pinggir lapangan. Gadis tomboy itu kemudian membiarkan para anggota untuk mengatur jarak satu sama lain sebelum akhirnya memulai "Karena sekarang Kak Rafael sedang ada kegiatan melatih di cabang kota, maka kalian akan dilatih oleh saya. Bagi yang ingin mengeluh, manja, takut, malu, dan sebagainya sebaiknya kalian ke pinggir lapangan sejak sekarang karena saya tidak mau mengajar orang yang penakut seperti itu, paham?!" ujar gadis tomboy itu dengan setiap tekanan yang terdengar mengerikan di setiap katanya.
"PAHAM!!!" jawab semua anggota serempak.
Zahra bisa melihat gadis tomboy itu berjalan mendekat ke arahnya sebelum akhirnya kembali melontarkan pertanyaan dengan suara keras "Di sini ada yang belum hafal senam rantai satu, dua dan tiga?" tidak ada jawaban "Bagaimana kalau senam rantai dua puluh gerak?" masih tidak ada yang menjawab "Kalau begitu serang hindar?" semua anggota hanya terdiam di tempat mereka masing-masing tanpa ingin mengeluarkan kata sedikitpun, begitu juga Zahra yang merasa terintimidasi oleh gadis tomboy yang biasanya bersikap baik pada dirinya.
Dika terkekeh sedikit "Kalau begitu, mundur lima langkah!" Zahra menghitung dalam hati saat ia mengambil langkah perlahannya untuk mundur sampai akhirnya ia bisa melihat kalau Dika tengah menunjuk tepat ke arahnya.
"Kamu! Maju ke depan!"
Sialan! Awas saja nanti, Mauria Mahardika Sadewa! Umpat gadis cantik itu di dalam kepala namun tetap saja mengikuti apa yang di ujarkan si tomboy padanya "Karena tidak ada yang menjawab tidak bisa, berarti saya anggap semua anggota yang saya didik sudah bisa semuanya. Berhubung kalian sudah bisa, sekarang saya akan tes satu per satu dari kalian untuk melakukannya di hadapan saya"
Matilah ia.
*-----*
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing