BIG SIN - Sixteen

1.4K 61 2
                                    

Multimedia: Khumaira Azzahra

*-----*

          Zahra terbangun dengan perasaan mual di perutnya, sambil memejamkan mata karena pusing juga tiba-tiba ikut menghampirinya, gadis itu merengek kecil untuk menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa di kobong barunya.

Sambil menyesali keputusannya untuk pergi dari kobong lamanya dan meninggalkan Dika di sana sendirian, Zahra mencoba untuk duduk di kasurnya lantas meraba nakas untuk menemukan ada dua butir aspirin dan juga air hangat di sana.

"Siapa yang kesini?" ujar gadis itu sambil tidak lupa mengerutkan kening keheranan namun tetap saja meminum obatnya dengan segera. Saat ia menelan obatnya, ia baru sadar bahwa di bawah gelas yang sedang dipegangnya sekarang ternyata ada kertas.

Setelah menghabiskan segelas air hangat yang ada di tangannya, Zahra kemudian mengambil kertas itu dan membukanya dengan rasa penasaran di dalam dada. 'Kamu pasti kelelahan karena membereskan kamar sendirian, dan aku tahu kalau kamu pasti kurang tidur, jadi kusiapkan ini untukmu jika saja sesuatu terjadi padamu di pagi harinya' Zahra masih mengerutkan kening karena mengetahui tulisan rapi ini milik Dika.

Kapan gadis tomboy itu kesini? Semalam? Gumam Zahra di dalam hatinya. Mana mungkin gadis tomboy itu berkunjung tadi malam! Zahra ingat betul bahwa semalam ia menyelesaikan kobong barunya tepat pada pukul satu dini hari, dan Zahra juga ingat bahwa ia sudah mengunci pintu kobongnya rapat-rapat.

Bagaimana bisa gadis tomboy itu memasuki kobongnya tanpa menimbulkan suara gaduh yang harusnya terjadi?

*BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing*

          Zahra memutarkan kepalanya keseluruh isi ruangan untuk mencari gadis tomboy yang harusnya berada di satu kelas yang sama dengannya. Tapi, sejauh apapun pandangannya mencari, gadis cantik itu tetap tidak menemukan Dika di sana.

Sambil mengerutkan kening karena heran, Zahra berdiri dari kursinya untuk mencari si tomboy di ruangan khusus penyimpanan barang untuk ekstrakulikuler mereka.

Hal membingungkan lainnya adalah, pintu ruangan bertuliskan perisai diri itu terkunci rapat. Merasa lelah dengan pencarian tanpa hasilnya, Zahra kemudian terduduk di kursi panjang yang tersedia tepat di hadapan ruangan "Kemana perginya si kampret ya?" ujar Zahra menggumam sendiri sehingga membuat udara jadi menjawab dengan semilir angin yang datang menghampirinya.

Sambil memikirkan kemana gadis tomboy itu menghilang, Zahra memejamkan mata menikmati udara segar pagi ini "Zahra?" Zahra melirik pada suara berat yang menyapanya dari dekat dan gadis cantik itu menemui ada Rafael berdiri di belakangnya disertai dengan ekspresi keheranan yang menghiasi wajah tegasnya.

Zahra memberikan senyum kecil pada kakak kelas sekaligus guru silatnya itu sebelum akhirnya memberikan jawaban singkat pada si lelaki "Ya?"

Pemuda itu menghampiri untuk mengambil tempat duduk di samping Zahra "Tumben sekali pagi-pagi sudah kemari?"

Zahra terkekeh kecil dengan perasaan gugup di dalam dadanya, ia tidak pernah mendapat waktu untuk berdua dengan seorang lelaki seperti ini, apalagi lelaki di sampingnya ini adalah gurunya.

Gadis cantik itu kemudian menyerahkan senyum gugup pada si pemuda sebelum akhirnya menjawab "Tadinya aku sedang mencari Mauria. Tapi aku tidak bisa menemukannya dimanapun"

Zahra bisa melihat Rafael mengerutkan kening seolah ia heran dengan apa pun yang diucapkan gadis cantik itu sebelumnya, lelaki itu kemudian memberikan senyum kecil sebelum akhirnya melempari Zahra pertanyaan "Mauria?" lelaki itu menaikkan alis sementara sebelum akhirnya mengeluarkan kekehan kecil karena ia baru mengerti dengan ujaran Zahra padanya "Maksudmu Dika?" dan Zahra mengangguk karena pertanyaannya.

"Dika sedang melaksanakan tugas ekstrakulikuler untuk mencari tempat pelaksanaan Ujian Kenaikan Tingkat yang akan diadakan minggu depan"

Zahra mengerutkan kening karena informasi yang baru saja ia dapatkan dari kakak kelasnya "Kenapa dia nggak bilang apa-apa sama aku ya?" gumam si cantik dengan suara rendah.

"Tugasnya sangat mendadak. Karena awalnya guru kami sudah memiliki rencana untuk melaksanakan kegiatan UKT di sekolah kami sampai akhirnya saya tahu bahwa acara UKT terbentur dengan acara para santriawan santriwati yang akan melaksanakan test hafalan Al-Quran di malam harinya"

"Ya Allah, aku hampir lupa kalau minggu depan ada test hafalan Al-Quran" gadis cantik itu mengeplak keningnya sementara sebelum akhirnya ia teringat akan sesuatu yang lain. Dika pergi untuk melakukan survey di tempat lain dan gadis tomboy itu melupakan hafalan Al-Quran-nya? Bagaimana kalau gadis tomboy itu tidak lulus?

Tunggu.

Kenapa pula ia harus khawatir soal hafalan Dika?

Bukannya Zahra harus bahagia jika saja Dika tidak bisa menghafal dengan baik sehingga membuat ia menang taruhan dan membuat Dika terpisah darinya?

"Zahra?!" gadis cantik itu tersentak kaget saat ia mendapat tepukan cukup keras di atas bahunya "Ya?" balas si cantik dengan ekspresi kaget yang masih saja terpampang jelas di wajahnya.

"Bel kelas sudah berbunyi, apa kamu tidak ingin masuk kelas dan belajar?"

Zahra memberikan kekehan gugup lantas menjawab dengan kikuk "Oh, ya. Kalau begitu aku pergi dulu"

*Istirahat siang*

          Pelajaran di sekolah terasa sangat membosankan jika tidak ada gadis tomboy bernama Mauria Mahardika Sadewa yang selalu mengganggu Zahra disetiap waktunya. Gadis cantik itu bahkan enggan memperhatikan pelajaran paforitnya karena pikirannya tetap saja terarah pada Dika.

Apa yang salah dengan dirinya?

Zahra kehabisan semangat hanya karena ia kehilangan Dika untuk satu hari *ralat bukan satu hari, melainkan enam jam lamanya "Sepertinya aku benar-benar tidak baik-baik saja" bisik gadis cantik itu pada makan siangnya yang bahkan tidak ingin ia sentuh.

"Kenapa nggak dimakan? Masih mual perutnya?"

Zahra melirik secepat kilat saat ia mendengar suara yang sudah ia rindukan dan tersenyum secepat mungkin saat ia melihat Dika berada di balik punggungnya "Kemana saja kamu?!" ujar si cantik mengumpat tidak tahu malu lantas segera saja menghambur memeluk tubuh milik Dika yang lebih berisi.

Dika terkekeh kecil "Seseorang merindukanku, eh?" ujar gadis tomboy itu menggoda pada si cantik yang sedang mengubur wajahnya diantara leher milik Dika tanpa ingin menjawab godaan dari si tomboy.

"Kenapa makan siangnya dianggurkan?" ujar Dika setelah Zahra melepaskan belitannya.

Zahra memberikan satu rajukan "Aku tidak memiliki nafsu makan karena khawatir kalau kamu mungkin saja tidak akan lulus di tes hafalan minggu depan"

"Awww that's cute"

Zahra memberikan ekspresi cemberutnya lagi pada si tomboy yang justru memberikan candaan pada rasa khawatirnya "Kenapa kamu malah kembali ke sini lagi sih?!" runtuk si cantik yang tentunya membuat Dika jadi menyerahkan tawa kecil karenanya.

"Aku tidak memiliki tempat lain untuk berbagi selain dirimu karena aku memang tidak bisa mempercayai seseorang seperti sebagaimana aku mempercayaimu"

"Awww that's cute" dan Dika terkekeh karena candaannya kini dikembalikan Zahra kepadanya.

Dika menusuk satu batagor dari atas piring milik Zahra dan mengigitnya sebelum akhirnya mengernyit karena perasaan pedas menyengat lidahnya. Dengan cepat, Dika mengambil minuman milik Zahra dan menyesapnya dengan segera "Kenapa kamu makan pedas lagi, Khumaira?" dan pertanyaan itu membuat Zahra menunduk karenanya.

Matilah ia.

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang