BIG SIN - Twenty Eight

1.2K 54 0
                                    

Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa saat pakai baju silat :)

*-----*

     "Kenapa kamu nggak pernah bilang?"

     "Hmm?"

     "Kenapa kamu nggak pernah bilang, Mauria?"

               Gadis tomboy itu menunduk saat mereka baru saja sampai ke kobong. Dengan segera, ia membuka kerudung yang ia kenakan lantas mengambil gunting kecil yang ada di atas meja belajarnya. Sambil menatap fokus pada bayangannya di cermin, Dika mulai menggunting bagian tidak rapi dari rambutnya yang baru saja di pangkas oleh Mbah Ujo "Dia sudah sangat berusia cukup tua saat aku menjuarai pencak silat satu kota" ujarnya setelah ia terdiam sekitar lima menit lamanya.

Sambil tetap menggunting sisa rambut miliknya yang sebenarnya masih tampak cukup berantakan, Dika melanjutkan ucapannya tanpa ingin melirik Zahra yang memperhatikannya di pantulan cermin "Saat itu dia bekerja sebagai pembersih jalanan yang hanya di gajih tiga ratus ribu rupiah untuk satu bulan bekerja" Zahra yang melihat Dika sedikit kesulitan untuk menggunting bagian belakang rambutnya itu pun lantas beranjak mendekat dan mengambil guntingnya.

Sebelum Zahra memfokuskan pandangan pada rambut milik Dika yang tepat berada di hadapannya, gadis cantik itu lebih dulu mengusapnya dengan perlahan lantas memberikan satu kecupan kecil di pipi si tomboy yang terlihat semakin kehilangan isi "Karena Mama berkata kalau aku boleh melakukan apapun dari hasil kejuaraan pencak silatku, maka aku berikan padanya. Saat aku tahu bahwa dia memiliki usaha kecil-kecilan sebagai tukang pangkas rambut, dari situlah aku berpikir bahwa mungkin saja aku bisa membantunya dengan memperbesar ruang kerjanya" dan gadis tomboy itu tersenyum saat merasakan bahwa Zahra sedang bergelayut manja di bahunya sekarang.

"Itu membuat semua pemikiran burukku pada kamu hilang, Mauria" Zahra terkekeh sedikit saat tiba-tiba saja Dika menatapnya tidak percaya "Saat pertama kali aku bertemu denganmu, aku mengira bahwa kamu adalah gadis keras kepala, bebal, bengal, aduh" si cantik mengaduh cepat saat ia merasakan bahwa bahunya di gigit oleh si tomboy "Kenapa di gigit?" ujarnya dengan ekspresi heran sekaligus kesal.

Dika terkekeh kecil "Kamu nggak tahu aja kalau aku sampai sekarang masih keras kepala, bebal, bengal, dan bla, bla, bla, blanya" Dika masih asik untuk tertawa saat gadis tomboy itu tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang kenyal menempel di rahangnya yang otomatis membuat rahang itu jadi mengeras karenanya.

"I love you" ujar si cantik sambil lalu mencuri cium dari rahang Dika untuk ke dua kalinya.

Belum cukup di situ, Zahra mengalihkan bibir tipisnya pada bibir Dika yang sedang terbuka karena menahan gemuruh di dalam dadanya. Tanpa disangka sebelumnya, Zahra melumat bibir Dika dengan lembut sambil terus-terusan membisikkan kata 'I love you' di setiap jeda yang ia buat sendiri.

Dika menjauhkan wajah keduanya dengan cepat "Khumaira.." bisik si tomboy sambil lalu menggeleng "Jangan" ucapnya mengingatkan karena ia tidak ingin untuk mengulang dosa besar yang sempat mereka lakukan dulu kala.

Zahra menggeleng "Aku bersedia" ujarnya sambil lalu merapatkan diri pada Dika dan kembali menggelutkan bibir mereka berdua.

"Are you sure?" pertanyaan dari Dika hanya di angguki oleh si cantik dan Dika segera saja membawa gadis itu menuju kasur keduanya.

Ciuman mereka semakin lama semakin dalam dan basah, Zahra bahkan sudah berani melenguh kecil diantara ciuman keduanya. Membuat Dika jadi semakin semangat untuk menggelutinya tentu saja. Tangan nakal milik Dika bergerak lembut untuk membuka kerudung Zahra yang dituruti gadis cantik itu dengan cepat, dan jemari milik si tomboy kini tengah membuka ikat rambut milik Zahra sehingga membuat rambut hitam dan panjangnya terurai sampai ke punggung.

"You're so beautiful" bisik Dika sambil lalu mengamit pipi chubby milik Zahra untuk segera di ciumnya, tentu saja kelakuan gadis tomboy itu dapat langsung membakar pipi Zahra sehingga menimbulkan semburat kemerahan di sana. "Khumaira, kamu tahu bahwa aku juga menginginkan hal yang sama seperti apa yang kamu mau kan?" Zahra mengangguk sambil lalu menatap manik Dika yang berada dekat dengannya "Tapi sebentar lagi kita berangkat mengaji dan aku tidak ingin menjadi alasan utuk kamu terlambat, karena kamu merupakan tanggungjawabku"



*BIG SIN 2020 By Riska Pramita Tobing*



                Zahra menarik napas panjang setelah akhirnya keluar dari ruangan yang sedari tadi membuat ia merasa terkurung. Kepalanya terasa berdenyut tanpa henti karena ia baru saja mengerjakan tiga puluh soal matematika di layar komputer. Duh! Memikirkannya saja sudah membuat Zahra ingin muntah dalam seketika karena ia yakin bahwa jawabannya tidak bisa diprediksi kebenarannya.

Sambil menunggu sesi ke dua di Ulangan Kenaikan Kelas kali ini, Zahra melihat bahwa Dika masih bersantai di lorong kelas sambil berbicara dengan salah satu anak pencak silat yang memang satu kelas dengan Zahra maupun Dika. Padahal sekarang giliran Dika masuk lantas mengerjakan soal matematika yang baru saja sudah di kerjakan oleh Zahra yang masuk ke sesi pertama.

Sambil mengurut kepalanya yang masih saja berdenyut, Zahra mendekat pada Dika dan teman mereka yang bernama Muna Putri Kurniawan. "Gimana? Susah nggak?" tanya Muna pada Zahra yang kini tengah bergelayut pada pundak Dika yang makin terasa kokoh "Aku bahkan nggam tahu kalau jawabanku bisa di terima atau enggak" balasnya sambil mengubur wajah di lekukan leher Dika yang masih saja cuek padanya.

"Kok kamu kelihatan cuek sih?" bisik Zahra sambil menowel pipi Dika.

"Cuma perasaan kamu" jawabnya tanpa nada.

Zahra mengerutkan kening heran karena tidak biasanya Dika bersikap seperti ini padanya. "Kenapa?" ujar Zahra sambil lalu mengambil buku latihan yang sedang di tekuni si tomboy agar perhatiannya jatuh pada Zahra "Aku sedang menghafal" kilahnya sambil berusaha mengambil kembali buku yang di sembunyikan Zahra di balik punggungnya.

"Kenapa dulu?" kukuh Zahra.

"Nggak kenapa-napa"

Zahra tahu bahwa Dika tengah menyembunyikan sesuatu darinya dan Zahra benci akan hal itu. "Apa ini ada masalahnya dengan kegiatan ujian kenaikan tingkat?" tebak Zahra masih belum menyerah.

Belum sempat Dika menjawab, seorang guru datang ke ruangan ujian lantas segera memanggil para siswa dan siswi sesi ke dua untuk segera masuk ke kelas. "Aku masuk" ucap Dika masih tanpa nada.

Dengan langkahnya yang gontai dan terlihat enggan, Dika memasuki ruangan. Gadis tomboy itu bahkan tidak membalikkan tubuh untuk mengucapkan sampai jumpa pada Zahra yang merupakan kebiasaannya baru-baru ini dan karena itu Zahra jadi semakin kepikiran pada gadis yang kini tegah duduk di depan komputernya.

"Zahra nggak ikut ke kantin?" Zahra tersentak saat teman sekelasnya yang bernama Irma menepuk pundaknya lembut "Pasti mau nungguin Kak Dika dulu kan?" dan Zahra hanya mengangguki ucapan Irma. "By the way, kalian makin lengket aja ya? Cuma kamu loh yang berani manggil dia tanpa sebutan 'Kak'. Bahkan kamu manggil dia pakai nama awal. Suka lucu deh kalau dengar kalian ngobrol" Irma sedikit terkekeh sebelum akhirnya melangkah menjauh "Yasudah aku ke Kantin duluan yaa.. daah"

Tiba-tiba saja isi kepala milik Zahra mempertanyakan sesuatu yang baru saja di singgung oleh Irma kepadanya. Zahra tahu ini semua terdengar aneh. Semua anak kelas sepuluh bahkan ada beberapa anak kelas sebelas memanggil Dika dengan sebutan 'Kak' yang notabene hanya diberikan kepada anak kelas dua belas dan mendapati bahwa hanya ada satu dari sekian banyak orang yang memanggilnya dengan sebutan Mauria sambil tanpa di embel-embeli dengan panggilan 'Kak' adalah sesuatu yang terdengar janggal.

Apa secara tidak sadar Zahra sudah membongkar hubungan yang ada diantara dirinya dan Dika?

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang