Multimedia: Khumaira Azzahra
*-----*
Khumaira Azzahra, gadis feminim yang anggun dengan disertai wajah cantik dan berisi itu tidak dapat memejamkan mata sedikitpun karena suara bising di luar kamarnya. Sedang apa sih mereka sampai-sampai membuat suara sebising ini? Pikir gadis cantik berpipi tembam itu sebelum akhirnya menyerah dan segera bangun dari kasur.Meskipun masih merasa malas untuk melakukan kegiatan pagi harinya, gadis itu tetap saja memaksakan diri untuk mandi lantas segera menyetrika pakaiannya.
Huft! Gadis cantik yang tengah fokus menyetrika pakaian sekolahnya itu pun menghela napas panjang yang berat saat tiba-tiba saja mengingat kalau hari ini ada hafalan Al-Quran yang harus ia setorkan kepada Ustazah yang bahkan ia sendiri tidak ingat siapa namanya.
Meruntuk karena sedikit kesalahan soal betapa bodohnya ia karena bisa melupakan hal penting yang sudah ia persiapkan semenjak seminggu yang lalu, gadis cantik itu pun segera bergegas untuk memakai hijabnya dan membawa beberapa kitab yang sekiranya akan ia pelajari.
Khumaira Azzahra, atau yang sering dipanggil dengan nama belakangnya itu kembali meruntuk saat menyadari bahwa sandalnya raib entah kemana, "Kenapa kalau pinjam nggak pernah bilang dulu sih?" ujar gadis cantik itu pada angin yang bahkan enggan menjawab sambil lalu pergi begitu saja tanpa mengenakan alas kaki.
Gadis cantik itu segera membasuh kakinya saat akan memasuki masjid namun tiba-tiba ia terdorong dari belakang hingga hampir membuatnya jatuh ke atas tanah. Cepat-cepat melirik ke belakang tubuhnya, Zahra bisa menemukan sesosok gadis cantik dalam balutan kemeja dan celana jins serta tidak mengenakan hijab.
Tahu betul kalau gadis cantik yang terlihat tomboy itu baru pindah untuk mondok di pesantren yang ia tempati selama tiga tahun terakhir, gadis cantik itu pun mendekat seraya mengucap salam dengan ramah, "Assalamualaikum, ukhti. Ukhti murid baru di sini?"
Si gadis tomboy terlihat mengerutkan kening tidak mengerti, "Kamu bicara sama aku?" ujar gadis itu yang tentunya membuat Zahra jadi terkekeh karena tahu kalau si tomboy tidak mengerti dengan apa maksud dari kata 'Ukhti' yang tadi diucapkan olehnya.
Zahra mengangguk mengiyakan, "Ya, Aku bicara sama kamu. Ukhti itu artinya saudara perempuan" dan si tomboy kembali mengerutkan kening karena jawaban itu terdengar janggal –setidaknya menutut gadis tomboy itu sendiri.
"Sejak kapan aku punya saudara perempuan?" dan pertanyaan bodoh itu membuat Zahra tergelak lantas segera mejelaskan dengan senyum geli yang masih terukir di wajahnya, "Kamu punya saudara perempuan se-iman" karena itu, si gadis tomboy jadi mengangguk mengerti.
"Apa kamu sudah bawa semua pakaian dan alat-alatmu?" ujar si gadis cantik yang kemudian dijawab anggukan oleh si gadis tomboy itu.
"Lelaki yang sempat kutemui di ruang kepala pesantren memberiku kunci ini. Dia berkata aku harus tinggal berdua dengan gadis lain" si tomboy menyerahkan kunci kuno yang diberi gantungan dengan nomor kamar A-21 yang membuat Zahra jadi melongok karena nyatanya itu adalah kamar miliknya.
Tidak percaya dengan gantungan kunci yang mengatakan bahwa dirinya harus tinggal sekamar dengan gadis yang terlihat berandalan seperti ini, gadis cantik itu kemudian memutar-mutar gantungan kuncinya berkali-kali untuk membuktikan bahwa penglihatannya masih berfungsi dengan benar dan ternyata penglihatannya benar-benar berfungsi dengan baik karena biarpun gadis cantik dengan pipi tembam itu memutar gantungan kunci sebanyak ratusan kali, angka di sana tidak berubah barang sedikitpun.
Dan dengan itu, Zahra menyadari satu hal yang menjadi mimpi buruknya ternyata akan datang jadi kenyataan. Gadis berandalan ini akan menjadi teman sekamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing