Multimedia: Khumaira Azzahra
*-----*
"Mauria!!" sudah hampir dua puluh menit Zahra menghabiskan waktu untuk membangunkan gadis tomboy yang masih saja betah bergelut di alam mimpinya. Gadis cantik itu bahkan sudah hampir menyerah pada kenyataan namun kemudian teringat pada ganjaran yang harus ia dapatkan jika saja ia membiarkan Dika tetap terlelap.
Sejak kehadiran Dika ke pesantren yang sama dengannya ditambah lagi dengan keadaan dimana gadis berandalan itu berada di satu kobong yang sama dengan dirinya, Zahra mendapat tanggungjawab atas semua tingkah gadis tomboy itu.
Meskipun sebenarnya merasa sangat keberatan dengan tugas yang harus ia lakoni, ia tetap saja harus melakukan kewajibannya sebagai teman sekamar dan sebagai santriwati yang sudah lebih mengerti.
Sudah lelah dengan kenyataan dimana usapan lembut dan goyangan kecilnya tidak ber-efek apapun untuk mengganggu alam mimpi si gadis tomboy, Zahra kemudian mengambil air dari dispenser di sisi ruangan hanya untuk menumpahkannya pada wajah si tomboy dan membuat gadis itu terbangun dengan ekspresi kaget tak terkira.
"APA-APAAN ITU KHUMAIRA?!!!!!" umpatan itu membuat si gadis cantik mundur sejauh mungkin dari gadis yang tiba-tiba terlihat memiliki tanduk tujuh belas --tentu saja hal ini hanya terjadi di dalam kepala milik Zahra.
"Sudah hampir subuh, Mauria!!" balas Zahra sambil lalu melangkah perlahan untuk memberikan handuk karena merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan pada teman sekamarnya.
Dika menerima sodoran handuk dari si cantik lantas segera saja mengelap wajah dan rambutnya yang basah karena ulah teman sekamarnya sendiri "Terus kamu mau aku ngapain? Lagipula masih jam empat pagi" bantah si tomboy yang membuat Zahra jadi memutar bola mata karenanya.
Merasa kalau si tomboy tidak akan marah padanya, Zahra kemudian duduk di samping Dika dan membantu gadis itu untuk membersihkan ulahnya "Kita akan sholat tahajud dan ngaji sebelum sholat subuh" dan jawaban itu membuat Dika jadi kembali menguap sebagai jawaban bahwa gadis itu malas untuk pergi.
Mendengus kecil, Zahra kemudian menarik paksa tangan si tomboy dan membuat ia jadi berdiri karenanya. "Kalau enggak, kamu bakalan dihukum... begitu juga aku"
"Kenapa kamu ikutan dihukum kalau cuma aku yang nggak ikut ngaji?" ujar gadis tomboy itu sambil lalu menyerah dan kemudian bergegas untuk mengenakan pakaian yang lebih layak.
Zahra sedikit terpejam saat gadis tomboy itu membuka piyamanya untuk berganti lantas menjawab sambil berpaling dari kulit kecokelatan milik Dika yang sedikit mengganggunya "Karena kamu sudah jadi tanggungjawabku"
Zahra bisa mendengar bahwa Dika mengeluarkan tawa kecilnya "Aku? Jadi tanggungjawabmu?" ulang gadis tomboy itu dengan disertai kekehannya yang terdengar menyebalkan.
"Ya" jawab Zahra dengan malas tak terkira saat melihat gadis tomboy itu menyerahkan kitab yang akan dipelajari hari ini.
Zahra sedikit tertawa saat ia melihat Dika mencoba memakai hijab dan gadis cantik itu bergeser cepat pada si gadis tomboy untuk membantunya "Kamu nggak pernah pakai hijab sebelumnya?" ujar Zahra sambil fokus pada hijab yang sekarang tengah ia benarkan.
Pasrah saja pada semua hal yang sedang dilakukan Zahra kepadanya, Dika kemudian mengangguk mengiyakan "Aku nggak suka pakai hijab. Gerah" protesnya sambil lalu sedikit terpejam karena takut jarum yang menahan hijabnya akan menusuk leher namun ternyata tidak.
*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*
Zahra berlari secepat mungkin saat ia sadar bahwa kelasnya akan segera dimulai. Gadis cantik itu sedikit terlambat karena sepatunya tertindih oleh kardus milik Dika yang belum sempat mereka bereskan. Menarik napas panjang saat akhirnya bisa memasuki kelas, Zahra kemudian mengambil tempat duduk paling depan karena hanya tempat itu lah yang tersisa.
Mencoba mengatur napasnya yang masih saja terengah karena berlari dari lantai dua -yang adalah kobongnya, menuju kelasnya yang berada di ujung kelas, gadis cantik itu akhirnya hanya bisa menyerah dan menggubragkan kepalanya begitu saja ke atas meja.
Meskipun Zahra bisa mendengar suara langkah mendekati mejanya, gadis cantik itu tetap tidak peduli karena napasnya masih terengah. Sampai akhirnya sapaan bernada halus dengan suara tidak asing mengganggu kegiatannya yang sedang mengatur napas "Khumaira, kamu kenapa?"
Hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan Khumaira, dan orang itu adalah gadis tomboy yang membuatnya hampir kesiangan gara-gara mendominasi kamar mandi selama hampir dua puluh menit lamanya.
Melirik dengan perasaan marah dan sedikit malas, gadis itu kemudian mendapati bahwa Dika terlihat cantik dalam balutan seragam putih abunya.
Gadis tomboy yang biasanya tampak mengenakan kemeja longgar dan juga celana panjang itu kini tampak rapi dengan seragam SMA miliknya, belum lagi gadis itu melengkapi penampilannya dengan sepoles make up yang bahkan Zahra sendiri tidak tahu milik siapa -karena terakhir kali ia ingat, gadis tomboy itu tidak memiliki produk kecantikan apapun di atas meja riasnya.
Menampar pemikiran nyelenehnya, Zahra kemudian kembali memejamkan mata untuk mengatur sesuatu yang aneh di dalam kepalanya.
Zahra ingat betul kalau dirinya masih normal dan tidak pernah memikirkan perempuan lain sedetil ini selain pada Dika sendiri, dan mendapati bahwa sekarang gadis cantik itu memutar balikkan otaknya karena ia begitu peduli pada Dika terasa sangat aneh bahkan bagi dirinya.
Apa arti dari semua ini? Ujar gadis cantik itu di dalam kepalanya sambil tetap berusaha mengenyahkan Dika dari dalam sana karena hal tersebut sudah termasuk kedalam golongan mengerikan.
Zahra bahkan tidak memikirkan penampilan dirinya sendiri sebegitu detailnya, dan sekarang? Mendapati dirinya peduli sampai titik sejauh ini terhadap Dika bukannya terkesan sangat janggal? "Astaghfirullah" desah gadis cantik itu sambil lalu mengurut kepalanya yang terasa berdenyut secara tiba-tiba.
"Khumaira? Kamu baik-baik saja kan?" nada khawatir terdengar dari samping tempat duduknya, dan Zahra meruntuk di dalam kepalanya sambil lalu menjawab di dalam hati dengan nada umpatan yang sama "Aku nggak baik-baik saja! Dan semua ini gara-gara kamu!!"
Berusaha bersikap biasa saja meskipun jantungnya berdebar tidak wajar saat sedang berada sedekat ini dengan si gadis berandalan yang berhasil merebut rasa peduli miliknya, Zahra kemudian mengambil satu LKS dan membacanya hanya untuk menghindari perbincangan dengan gadis tomboy di sampingnya.
Baru saja beberapa paragraf membaca, gadis cantik itu dikejutkan dengan tempat pensil miliknya yang jatuh gara-gara kelakuan gadis di sampingnya. Hal itu tentu saja membuat ia terpaksa harus mengadukan pandangan pada si tomboy dan lalu menerima uluran tempat pensil itu dari tangannya yang dihiasi beberapa cincin.
Sadar akan sesuatu, Zahra kemudian mengambil tangan si tomboy dan menyita cincin miliknya sehingga membuat si empunya jadi mengerutkan kening karena tidak suka dengan tingkah polah Zahra yang seenaknya "Kamu itu kenapa sih? Padahal aku nggak ngapa-ngapain kamu loh. Kamu nggak suka sama aku?" tanya gadis tomboy itu beruntun dengan nada tidak sabar.
Zahra melirik enggan dan menubrukkan iris mata mereka yang hampir saja serupa warna itu untuk menjawab "Di sini, nggak ada siswa ataupun siswi yang mengenakan perhiasan, Mauria. Itu melanggar peraturan. Aku bukan nggak suka sama kamu, tapi tingkah kamu bisa membuatku berada dalam masalah karena kamu merupakan tanggungjawabku"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing