Multimedia: Khumaira Azzahra dan kucing kesayangannya.
*-----*
Tidak terasa, Ulangan Kenaikan Kelas pun akan segera dilaksanakan. Bukan hanya UKK yang akan segera dilalui oleh Zahra, tapi juga Ujian Kenaikan Tingkat menuju dasar dua dimana ia akan mulai memiliki sabuk hitam dan ditandakan sebagai senior di ranting (lingkungan pencak silat yang hanya ada di satu sekolah) serta melangkah lebih dekat untuk menjadi keluarga pencak silat di cabang (lingkungan pencak silat yang berada di satu kota).
Sudah hampir satu tahun ia bersama dengan Dika. Rambut milik gadis tomboy itu bahkan kini sudah sampai di bawah bahu dan Zahra jadi merasa sangat rindu dengan potongan rambut Dika yang dulu.
Biasanya, Dika selalu membiarkan Zahra bermain dengan rambut paling pendek di bagian belakang kepalanya saat mereka akan pergi tertidur, dan sekarang tampaknya Zahra sudah tidak bisa melakukan hal seperti itu lagi.
"Kamu kenapa?" satu usapan lembut di pipi Zahra yang masih saja tembam membuat si gadis cantik pemilik pipi jadi menyerahkan tatapannya pada Dika karena ia sempat melamun entah karena apa.
Zahra menggeleng "Nggak papa kok. Cuma kepikiran sesuatu aja" jawab gadis cantik itu sambil kembali melanjutkan kegiatan menulisnya yang sempat terhenti.
"Mikirin apa?" rupanya, Dika masih saja penasaran sampai-sampai melirik pada Zahra meskipun ia masih sibuk dengan kegiatan tugas menggambarnya.
Zahra sempat menimang jawaban yang mungkin saja harus ia utarakan atau tidak pada gadis di hadapannya yang masih setia menatap pada Zahra sendiri --seolah menunggu apapun yang akan di ucapkan oleh gadis cantik itu padanya. "Rambut kamu udah panjang" ujar Zahra sambil melirik rambut milik Dika yang di cepol kecil di kepalanya.
Gadis tomboy itu mengerutkan kening "Kamu mau aku pangkas rambut lagi?" tebak Dika seolah sudah tahu arah pembicaraan mereka berdua menuju kemana.
Zahra terkekeh sedikit "Enggak sih"
"Terus?" alis si tomboy terangkat satu karenanya.
Sebelum menjawab, Zahra menggigit bibir bawahnya terlebih dahulu karena ragu "Hanya saja aku rindu dengan momen memainkan rambut pendekmu saat kita akan tidur"
"Yasudah, besok kita ke barbershop"
*BIG SIN 2020 by Riska Pramita Tobing*
Zahra kebingungan saat ia melihat berbagai model rambut yang terpampang di dinding barbershop yang ia kunjungi bersama Dika. Zahra sempat mengira bahwa mungkin saja Dika sinting karena gadis tomboy itu mengajak Zahra untuk izin dari pesantren lantas membawanya ke salah satu tempat cukur paling dekat dari pondok.
Satu hal lagi. Dika bukan mengajaknya ke salon mewah ataupun barbershop yang layak. Melainkan pada barbershop yang hanya terdiri dari ruang sempit, satu cermin, dua lampu bohlam, dan dua kursi. Zahra bahkan sempat ragu bahwa Dika mengajaknya ke tempat seperti ini. Apakah gadis tomboy itu enggan membayar lebih banyak untuk rambutnya sendiri?
"Khumaira, sini salaman sama Mbah Ujo" suara serak milik Dika yang menggetarkan gendang telinganya membuat Zahra tersentak untuk mendapati bahwa Dika tengah bercengkrama dengan sesosok lelaki renta yang bahkan sudah tidak sanggup untuk berdiri dengan tegap.
Melihat senyum yang terlontar dari lelaki senja itu, Zahra jadi ikut menyerahkan senyum manisnya lantas mencium punggung tangan si lelaki meskipun nyatanya ia sempat menolak untuk diperlakukan seperti itu "Aduh Non, jangan cium tangan segala. Mbah kan cuma tukang cukur toh?" ujarnya sambil lalu menyerahkan satu kursi plastik yang tadi bertindih-tindih pada Zahra yang langsung saja menerimanya.
"Ah Mbah juga panggil aku Non. Padahal kan aku cuma teman Mauria" balas Zahra yang langsung saja diberi kekehan oleh Mbah Ujo.
Sambil mempersiapkan Dika yang sudah duduk di atas kursi plastik yang lain dan sudah tidak berkerudung, Mbah Ujo mengambil camilan dari atas nakas dan menyerahkan satu bingkis pada Zahra "Itu tuh salah satu camilan kesukaan Non Dika. Alasan Non Dika sering datang kesini tuh ya buat minta koaci dari Mbah. Dia satu-satunya perempuan yang mau di pangkas sama Mbah meskipun Mbah sudah tua" lelaki senja itu menutup tubuh Dika dengan kain lantas menyisiri rambut si tomboy dengan telaten.
Mendengar itu, Zahra justru terkekeh sambil lalu membuka kemasan koaci dari Mbah Ujo. Zahra bisa melihat bahwa Mbah Ujo sangat apik saat ia memangkas rambut Dika. Meskipun tangannya sedikit bergemetaran karena faktor usia, hasil pangkasnya terlihat cukup rapi bahkan meskipun ia belum menyelesaikan pekerjaannya. "Mbah, Mauria kalau kesini suka bayar nggak?" goda Zahra pada Mbah Ujo yang kini tengah menyemproti rambut Dika dengan air.
"Non Dika mah bayar juga kalo lagi inget" Mbah Ujo terkekeh sedikit sebelum akhirnya melanjutkan "Dia datang kesini aja Mbah sudah senang sekali. Non Dika masih sering menyumbang untuk usaha kecil-kecilan Mbah. Belum lagi dia yang membangun tempat ini pada saat dia masih kecil dulu dengan hasil pertandingan silatnya" lelaki itu kini mengenakan kacamata yang sedari tadi bertengger di atas kepalanya "Walaupun di zaman sekarang ini Mbah sudah tergolong ketinggalan dari tempat pangkas yang lain, Mbah bersyukur sudah diberikan uang dari hasil kerja ini"
Wow.
Zahra tidak bisa mengatakan apapun pada Dika yang masih diam dalam duduknya. Gadis tomboy itu bahkan tidak menatap pada cermin yang menunjukkan pantulan ekspresi tidak percaya dari Zahra kepadanya "Non kalau mau dipotong rambut, kesini saja. Nanti Mbah kasih diskon" ujaran disertai kekehan dari lelaki senja itu disambut tawa oleh Zahra "Waah. Boleh tuh Mbah" ujar si cantik mencoba kembali biasa saja pada situasi yang ada.
Kini, Zahra bisa melihat bahwa rambut milik Dika sudah hampir selesai "Mbah cepet banget mangkasnya" puji Zahra sungguh-sungguh.
Mbah Ujo terkekeh sedikit sambil lalu merapikan bagian depan rambut Dika yang sepertinya adalah bagian dari proses akhir pemangkasan "Non Dika mah nggak pernah mau macem-macem kalau dipangkas. Asal sampingnya habis, terus atasnya masih tersisa dia nggak protes kok" dan Dika terkekeh karena candaan si lelaki senja yang sudah menepukkan pupur pada leher Dika lantas membersihkan sisa rambut yang menempel di sana.
"Aku juga mau dipotong dong rambutnya" Zahra kembali duduk dari langkahnya yang hampir ia ambil saat ia melihat Dika menatapnya tidak suka "Eh eung nanti aja deh Mbah kalau sudah lebih panjang" lanjut gadis cantik itu seolah mengerti dengan maksud dari tatapan Dika untuknya.
Dika merogoh saku celana panjangnya lantas mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan "Mbah, ini Dika punya rezeki. Semoga saja cukup untuk membekali Mbok dan anak Mbah ya. Terimaksih juga pangkasan rambutnya yang keren ini, Dika pamit. Assalamualaikum" ujar si tomboy sambil lalu menyelipkan lembaran uang itu pada tempat penyimpanan gunting yang ada di meja kecil dekat cermin.
Tanpa menunggu jawaban dari Mbah Ujo, Dika segera memakai kerudungnya lantas keluar sambil membawa Zahra berjalan cepat dari sana "Cepetan! Nanti uangku di kasihin ke aku lagi kalau dia masih bisa ngejar"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
![](https://img.wattpad.com/cover/202070093-288-k967923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing