BIG SIN - Twelve

1.6K 74 5
                                    

Multimedia: Khumaira Azzahra terlihat sangat lucu :)

*-----*

          Zahra meringis kecil saat ia membuka perban yang sejak tadi pagi membungkus tangan si tomboy. Tanpa bisa menahan diri, gadis cantik itu kemudian mengomel "Gimana bisa sampai kayak gini sih, Mauria?? Yaampun kamu tuh ya ceroboh banget jadi orang" ujar si cantik sambil mengganti perban yang membungkus tangan Dika dengan yang baru.

Si tomboy justru mengangkat bahu acuh dengan omelan yang diberikan oleh teman sekamarnya yang ia anggap terlalu berlebihan "Kan aku udah jelasin tadi pagi, Khumaira. Ada kayu patah dan tajam di lemari milikmu" Dika memutar bola mata di akhir kata seolah jengah karena Zahra terus saja menanyakan aksiden kecil yang dialaminya pagi ini.

"Makanya jangan gegabah!" lanjut si cantik masih dengan nada tidak terima sambil lalu menyimpan satu set perban di samping tempat tidur untuk jaga-jaga.

Si tomboy tersenyum kecil "Iya, lain kali aku lebih hati-hati kok" jawabnya sambil lalu menyerahkan satu kecupan kecil di pipi tembam milik si cantik yang tentunya membuat gadis feminim itu jadi menempeleng kening miliknya.

"Kamu berbakat jadi perawat loh" ujar Dika tiba-tiba.

Dan karena itu, Zahra jadi menyunggingkan senyum manisnya "Aku memang berbakat dalam segala hal, kamu aja yang nggak tahu" lanjut si cantik kemudian disertai senyum bangga di akhir katanya.

"Kalau kamu berbakat dalam segala hal, aku tantang kamu untuk ikut ke perguruan pencak silat kami. Bagaimana?" dan tantangan itu membuat Zahra jadi mengutuk mulutnya sendiri yang sudah menyombong tanpa berpikir terlebih dahulu.

Matilah ia.


*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*


          "Terimakasih pada siswa dan siswi baru yang sudah memilih ekstrakulikuler kami, nama saya Mauria Mahardika Sadewa dan saya biasa dipanggil Dika oleh teman-teman seperguruan saya. Di sini, saya akan mengajarkan banyak hal pada kalian, tapi saya tidak sendiri. Saya ditemani oleh Rafael Saputra untuk mengajar kalian..." Zahra sudah tidak bisa fokus.

Pertama; cuaca hari ini sangatlah panas dan mendapati kenyataan bahwa dirinya sedang terduduk di tengah-tengah lapangan olahraga dengan mengenakan seragam pencak silat milik Dika yang diberikan gadis tomboy itu dengan suka rela tidak membantu sama sekali.

Kedua; isi kepala milik Zahra sedang digerogoti oleh banyak pertanyaan sekarang. Pertanyaan seperti; Kenapa ia menyetujui tantangan Dika untuk ikut ke perguruan pencak silat dengannya? Atau pertanyaan lainnya yang berbunyi; Kenapa dirinya sombong dengan skill miliknya yang bahkan tidak mumpuni dan mengatakan bahwa ia berbakat dalam hal apapun sehingga membuat dirinya berakhir di sini? Atau bahkan pertanyaan seperti; Kenapa Dika tampak menggairahkan saat tengah berada di bawah sengatan sinar matahari? Tunggu dulu! Pertanyaan macam apa itu?

Lalu kemudian, Zahra dikagetkan dengan satu tepukan lembut di bahunya "Kenapa melamun?" ujar seorang lelaki yang mengenakan seragam pencak silat dengan sabuk merah namun memiliki strip kecil berwarna hijau-biru di dada sebelah kirinya yang Zahra kenal sebagai Rafael Saputra.

Zahra terdiam membisu "Apa kamu baik-baik saja? Siapa namamu?" lanjut Rafael masih dengan tampang khawatir yang ketara.

"Khumaira! Bisa ikut saya ke pinggir lapangan?" sampai akhirnya Dika menyerukan namanya cukup keras sehingga membuat Zahra tersentak dan segera menghampiri gadis tomboy itu dengan patuh.

"Saya pinjam dulu sebentar Kak"

Zahra membiarkan tangannya digenggam oleh Dika, gadis cantik itu bahkan masih menurut patuh pada si tomboy ketika Dika membuat ia terduduk di pinggir lapangan yang lebih teduh dan kemudian diberikan air minum olehnya "Wajah kamu pucat" ujar Dika perlahan sambil lalu menempelkan tangannya yang berperban pada pipi chubby milik Zahra.

Hanya bisa terdiam sambil lalu meminum air mineral yang diberikan si tomboy padanya, gadis cantik itu kemudian terpejam saat merasakan usapan lembut di pipinya "Suhu kamu rendah sekali" bisik si tomboy masih berbicara tanpa ingin jawaban.

"Kamu baik-baik saja?" dan akhirnya pertanyaan terlempar dari bibir berisi miliknya, membuat Zahra mau tidak mau jadi mengangguk mengiyakan "Aku hanya gugup" aku gadis cantik itu kemudian.

Dika terkekeh kecil "Ayolah! Kamu sendiri yang berkata bahwa kamu bertalenta. Ingat?" dan godaan itu membuat Zahra menekuk bibirnya ke bawah. Iya, gadis cantik itu ingat atas kecerobohannya untuk berkata seperti itu.

Dengan perasaan tidak ingin di injak harga dirinya oleh Dika, Zahra kemudian bangkit dari duduk santainya sambil lalu berlari kecil ke lapangan tanpa lupa berteriak pada si tomboy "Aku baik-baik saja. Ayo, kembali ke lapangan!" yang tentunya membuat Dika jadi menggelengkan kepalanya karena itu.

*Sedikit pemberitahuan: Cari pencak silat perisai diri di youtube atau google untuk memahami beberapa bagian cerita.

          Sekitar lima puluh siswa terduduk rapi di lapangan. Mereka menegapkan badan sebelum akhirnya memejamkan mata dan berdoa setelah Rafael mengucapkan "Kaki kanan di atas, kepala tundukkan, tangan kepalkan, punggung tegapkan. Hening berdoa, mulai" dengan cukup keras di depan dengan Dika di sampingnya.

Setelah beberapa saat menunggu dalam doanya, Zahra kemudian membuka mata saat mendengar lelaki yang adalah pelatihnya berkata "Selesai" dari depan sana.

"Hal pertama yang akan kalian pelajari hari ini adalah salam bunga sepasang. Coba ikuti saya" ujar Rafael dengan tampang serius tak terkira

"Pertama, kaki kalian harus rapat dari ujung jempol sampai ujung tumit" dan Zahra menuruti perkataannya meskipun nyatanya keseimbangan gadis cantik itu sedikit terganggu karena belum terbiasa.

"Kedua, pandangan mula-mula di tujukan ke tanah dan kemudian mengikuti gerak tangan ke atas yang mempraktekkan sikap bunga sepasang" Zahra mengikuti apa yang dilakukan Rafael dan Dika di hadapannya, dengan mengangkat kedua tangannya jauh tinggi di udara dengan ujung jari saling menempel satu sama lainnya.

"Ketiga, turunkan tangan kiri sampai urat nadi dan taruh kembali kedua tangan di samping seperti semula sekaligus buka kedua kaki selebar bahu" dan Zahra mengambil napas lega karena ia ternyata bisa melakukannya dengan cukup mudah.

Para anggota baru saling tatap satu sama lain saat tiba-tiba saja Dika berjalan perlahan menuju mereka tanpa lupa disertai dengan tampang tegasnya yang mampu membuat siapapun –termasuk Zahra di dalamnya, jadi ingin kencing di celana.

"Siapa yang berani ke depan untuk mengulang apa yang baru saja diajarkan oleh Kak Rafael?"

'Jangan berani-beraninya nunjuk aku untuk maju ke depan, Mauria Mahardika Sadewa! Jangan pernah!' teriak Zahra di dalam kepalanya sambil terus mengawasi gerak-gerik si tomboy yang sedang menyapukan pandangannya ke seluruh anggota baru.

Gadis tomboy itu kemudian berhenti di barisan paling depan dimana hanya ada anak laki-laki di sana dan Zahra mengucapkan syukur pada Tuhannya karena ternyata Dika mendengar apa yang dikatakannya di dalam kepala "Khumaira Azzahra! Maju kedepan!"

Matilah ia.

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang