BIG SIN - Two

3.6K 119 7
                                    

Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa

*-----*

          Suara adzan maghrib sudah memanggil, Zahra sudah siap dengan mukena dan beberapa kitab yang akan ia pelajari malam ini disaat gadis satu kamarnya justru terlihat sedang bersantai ria dengan hanya mengenakan tanktop dan celana pendek yang membuat Zahra jadi gemas sendiri karenanya.

"Kenapa kamu belum siap-siap?" pertanyaan itu membuat si tomboy jadi mengangkat pandangannya dan menubrukkan iris mata mereka yang hampir saja serupa warna.

"Memang kita mau ngapain?" dan pertanyaan itu membuat Zahra terpaksa harus mendekat pada teman sekamarnya.

"Mengaji, Mauria" jawaban itu membuat si tomboy memutar bola mata dengan malas.

Terbangun dari kasurnya yang sedari tadi ia kencani, gadis tomboy itu kemudian menguap tanpa tahu malu sebelum akhirnya memberikan satu pertanyaan singkat bernada malas "Apa harus?"

Sebelum menjawab, Zahra memberikan gadis tomboy itu salah satu kitab dari atas lemari yang sudah dipersiapkan kepadanya "Jadwal mengaji dimulai setiap setelah sholat wajib, Mauria. Bukankah kamu sudah diberitahu soal jadwal semua itu?"

Memutar bola mata dengan malas, Dika kemudian menerima dua kitab dari tangan berisi milik si cantik dan kemudian segera bergegas untuk mengenakan kemeja serta celana bahan yang longgar dan bahkan tidak disukai sama sekali olehnya "Yaampun Ibu. Kenapa pula sih aku harus dimasukin ke pesantren kayak gini?" umpatnya sambil tetap saja memasukkan kedua kaki jenjangnya pada celana.

"Nggak pakai rok?" dan pertanyaan itu ditimpali pandangan tidak suka oleh si gadis tomboy yang tentunya membuat Zahra jadi membiarkan saja keinginan Dika yang memang harus sedikit dilembuti.

Namun, tiba-tiba saja Zahra menampar dirinya ke dalam kenyataan dengan mengerutkan kening saat menyadari sesuatu terasa sangat janggal di dalam dirinya. Sejak kapan ia berbaik hati dan peduli? Gadis cantik itu menggeleng tidak percaya pada sikap dirinya sendiri dan kemudian pergi untuk menjauh dari gadis tomboy yang sedari tadi berada di satu ruangan yang sama dengannya.

Dengan kening masih mengkerut dalam, gadis cantik itu berjalan perlahan menuju masjid sambil memikirkan apa yang salah dengan dirinya. Zahra adalah gadis egois dan cuek setengah mati, ia tidak pernah memperdulikan siapapun yang ada di dalam kehidupannya kecuali dirinya sendiri, lantas kenapa ia peduli pada gadis berandalan yang baru saja ikut mondok di pesantren yang sama dengannya?

Zahra menggeleng kecil untuk mengenyahkan banyaknya pertanyaan yang menggerogoti isi kepalanya itu. Gadis itu bergerak cepat untuk menyimpan kitab di dalam masjid dan kembali keluar hanya untuk mengambil air wudhu untuk ke dua kalinya. Sambil membisikkan doa untuk memulai wudhunya, gadis cantik itu membuka hijab yang ia kenakan dan mengaitkannya di bahu.

Selesai dengan wudhu, Zahra kemudian bergerak cepat untuk kembali masuk ke dalam masjid karena iqamah sudah berkumandang dari sana. Gadis cantik itu bisa melihat bahwa tempat duduknya diisi dengan kitab milik seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah gadis yang sedari tadi mengganggu isi kepalanya, Mauria Mahardika Sadewa.

Memutar bola mata dan segera menghampiri gadis tomboy yang tengah fokus pada kitab yang ia miliki, Zahra kemudian terduduk di sampingnya untuk melempari satu pertanyaan "Kenapa kamu duduk di sini?"

Dika melirik dengan lambat sebelum akhirnya berdiri karena iqamah sudah selesai "Disuruh sama cewek itu tuh" ujar gadis itu sambil menunjuk Ustadzah yang sekarang akan mengajar sebelum akhirnya ikut merapikan barisannya untuk ikut berjamaah sholat maghrib.




*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*




          Suara debuman dari sebelah ruangan yang terpenggal lemari itu membuat Dika cepat-cepat melangkah menghampiri sumber suara hanya untuk menemukan bahwa teman sekamarnya tertindih oleh kursi.

Terkekeh sedikit, Dika kemudian mendekat pada si gadis cantik untuk membantunya kembali berdiri. "Kamu lagi ngapain sih? Kenapa bisa sampai jatuh begini?"

Sedikit mengaduh karena merasakan sakit pada punggungnya yang sempat beradu dengan ujung meja, gadis cantik itu kemudian terduduk di atas kasurnya untuk membuka baju lantas bertanya "Apa punggungku terluka?" yang membuat Dika mendekat dengan ekspresi terkejut.

Gadis tomboy itu bisa melihat punggung putih milik Zahra berubah menjadi ungu kehijauan di sebagian tempat. "Ya ampun!" ujarnya sambil lalu meraba bagian luka di punggung milik si cantik dengan perlahan, hal itu tentunya membuat si empunya punggung jadi meringis kesakitan karenanya.

"Punggung kamu luka parah. Kamu mau dibawa ke ruang kesehatan?" dan Zahra menggeleng sebagai jawaban "Sudah terlalu malam untuk ke ruang kesehatan. Nggak bakal ada perawat di sana" dan Dika mengangguk meskipun tahu bahwa Zahra tidak akan melihat anggukannya.

"Terus gimana dong?"

"Biarkan saja. Nanti juga sembuh sendiri"

Dika mengerutkan kening "Punggungmu luka parah, Khumaira Azzahra. Dan kamu meminta aku untuk tidak peduli?" nada tidak suka itu membuat Zahra melirik pada gadis tomboy yang ternyata sedang menampakkan ekspresi protes di wajahnya yang terlihat tegas.

Zahra mengangkat bahu tanda tidak tahu harus apa "Ya gimana lagi? Kan ruang perawatan ditutup kalau malam begini?" jawabnya sambil lalu kembali menutup tubuhnya dengan kaus tipis yang biasa ia gunakan untuk tidur.

Zahra bisa melihat Dika memejamkan mata seperti menghitung dari satu sampai sepuluh sebelum akhirnya membuka mata sekaligus disertai dengan pernyataan "Biar aku yang mengobati" dengan nada keras kepala yang tidak mungkin bisa dilawan oleh siapapun termasuk Zahra di dalamnya.

Dengan patuh, Zahra membalik tubuhnya untuk memunggungi si tomboy lantas membuka kausnya kembali dan memberikan kepercayaan pada gadis yang baru saja ditemuinya hari ini.

Meskipun sedikit ragu kepada gadis tomboy yang sekarang tengah meraba punggungya itu, Zahra tetap saja memejamkan mata untuk menyerahkan kepercayaannya pada si tomboy "Pelan-pelan" pinta si cantik yang merasakan sedikit khawatir di dalam dadanya.

Zahra bisa mendengar dengusan kecil "Aku bahkan belum mulai, Khumaira" dan gadis cantik itu melemparkan kekehan kecil karena nada kesal itu terdengar di antara kedua gendang telinganya.

Rasa sakit menghampiri Zahra saat punggungnya dipijit dengan perlahan oleh Dika, dan hal itu membuat si tomboy jadi menggeram kesal karenanya "Tahan sedikit deh. Jangan manja" protes si tomboy yang tiba-tiba saja menjadi pemijit profesional.

"Kamu pernah ngerasain punggung kamu bengkak karena mencium ujung meja dan kemudian dipijat sama seseorang yang bahkan tidak berpengalaman seperti ini, Mauria?" protes Zahra yang tentunya membuat si tomboy jadi terkekeh karenanya.

Sambil tetap mengurut punggung milik Zahra, si gadis tomboy bisa melihat ada tanda lahir kecil di balik telinga milik si cantik dan membuat Dika jadi penasaran ingin menyentuhnya

"Mauria...?"

"Mauria Mahardika Sadewa?!!" Dika tersentak saat mendengar nama lengkapnya dipanggil dengan nada kesal, hal yang tentunya membuat gadis tomboy itu jadi mengembalikan fokusnya pada luka di punggung si cantik.

"Kamu lagi mikirin apa sih?" ujar si cantik dengan nada kesal yang masih menempel disetiap ucapannya.

Terkekeh sebelum akhirnya melempar jawaban, gadis tomboy itu melanjutkan kegiatannya untuk mengurut punggung si cantik "Kamu punya tanda lahir di balik telinga kanan" hal yang tentunya membuat si cantik jadi memutar bola mata dan menutupi tanda lahirnya dengan cepat karena merasa terlalu diperhatikan.

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang