Multimedia: Khumaira Azzahra.
*-----*
Zahra mendekapkan kedua tangan berisinya di dada sambil mencoba memasang wajah bengis pada gadis tomboy di hadapannya yang baru saja selesai mengaji.
Dengan menatap setajam mungkin pada si tomboy, Zahra kemudian mendekat dan meneplak paha milik si tomboy dengan cukup keras sambil lalu meraum tidak suka "Kenapa tadi kamu nyuruh aku terus untuk ke depan hah?!" pertanyaan bernada marah itu berhasil dilemparkan si cantik pada wajah tegas Dika yang memandangnya tanpa ekspresi.
Meskipun sedikit ketakutan karena ditatap seperti itu oleh guru silatnya sendiri yang tadi sore bersikap menjengkelkan padanya, Zahra tetap berusaha untuk tetap memasang wajah garangnya sambil lalu melanjutkan pertanyaan yang sempat menggantung tadi "Kenapa nggak yang lain aja?"
Zahra bisa melihat bahwa Dika menggeleng lantas pergi meninggalkan si cantik di sana untuk mengambil sesuatu dari dalam lemarinya.
Sedikit mengerutkan kening karena Dika tiba-tiba saja menyerahkan sabuk berwarna merah milik Dika yang biasanya ia kenakan saat memakai seragam pencak silat, Zahra kemudian mengambilnya dan bertanya "Maksudnya apa?"
Dika menyunggingkan senyum kecil ciri khasnya sebelum melemparkan jawaban pada si cantik yang tengah menantikannya "Aku ingin kamu jadi yang terbaik, Khumaira. Aku akan mendidik kamu dua kali lipat lebih keras dibanding dengan yang lainnya karena kamu hampir tidak memiliki potensi baik dalam melaksanakan kegiatan fisik seperti ini. Kamu itu lemah dan lambat, mental kamu bahkan lebih lembut jika harus dibandingkan dengan para anggota baru yang lain. Makanya aku terus-terusan menunjuk kamu untuk maju ke depan"
Oh itu dalam. Sialan! Umpat Zahra di dalam dadanya. Jadi, dia diperlakukan seperti ini bukan karena dia spesial di mata Dika, begitu?
Zahra bahkan sempat berpikir bahwa alasan kenapa Dika selalu menunjuknya untuk ke depan adalah karena gadis tomboy itu ingin melihat Zahra dari dekat seperti sebagaimana dirinya menginginkan hal yang serupa pada si tomboy, namun nyatanya? Ck! Benar-benar sialan!
Zahra tersentak saat ia mendapatkan satu sentuhan lembut di atas lengannya "Karena mungkin saja suatu hari nanti aku pergi dan aku tidak ingin mengkhawatirkanmu dikala itu terjadi. Aku ingin melihat kamu kuat dan bisa melawan sehingga rasa khawatirku dapat berkurang jika saja suatu saat aku menjauh dari sini" bisik Dika dengan tatapan lembut yang membuat deyut di dalam dada milik Zahra bertingkat dua kali lipat dari sebelumnya. "Kamu spesial untukku, Khumaira Azzahra" lanjut si tomboy sambil lalu merengkuh belakang leher jenjang milik Zahra dan menyatukan bibir mereka berdua tanpa sadar.
*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*
Zahra harus menjauh. Ia tidak mungkin melakukan semua ini terus-menerus. Perasaan miliknya pada Dika nyatanya tidak menghilang dan sekarang Dika sudah tampak memberikan perasaan yang sama padanya. Harus bagaimana ia sekarang?
Gadis cantik itu sudah memasuki satu ekstrakulikuler yang sama dengan Dika, ia tidak mungkin bisa menjauh dari gadis tomboy itu dengan mudah. Biar bagaimanapun, Dika akan tetap menjadi guru silatnya dan gadis cantik itu akan membutuhkan si tomboy sampai akhirnya ia bisa menguasai hal yang harus ia kuasai.
Sambil membaca kitab yang baru saja diajarkan oleh Ustadzah baru yang memperkenalkan diri sebagai Nuraini Mutiara Putri yang sering dipanggil dengan nama tengahnya, Zahra memikirkan keputusan yang ingin ia ambil dalam beberapa hari ke depan.
Haruskah ia meninggalkan kobong yang sudah jadi tempat tinggalnya selama tiga tahun terakhir? Haruskah ia keluar dari pecak silat perisai diri yang bahkan baru dikunjunginya satu kali? Apakah ia memang harus untuk melakukannya?
"SIALAN!" Zahra tersentak kaget saat mendengar debuman keras dari sampingnya dan ia melirik hanya untuk mendapati bahwa Dika sedang tersungkur di atas lantai dengan tangan berperbannya menahan kursi.
"Astaghfirullah! Kamu ini kenapa sih?" bentak Zahra sambil lalu membantu si tomboy agar kembali terduduk.
Zahra bisa melihat luka sobek milik Dika yang sempat berhenti mengeluarkan darah kini menjadi berdarah kembali, hal yang tentunya membuat si cantik jadi meringis dengan perasaan ngilu disertai kesal di dalamnya "Makanya jangan gegabah!" bentak Zahra sambil lalu membuka perban yang membungkus pergelangan tangan Dika dengan perlahan.
Darah segar menyambut penglihatan Zahra saat gadis itu berhasil melepaskan perban yang sedari tadi membungkus luka milik si tomboy dengan rapi. Meskipun sedikit meringis, Zahra tetap saja membubuhkan alkohol pada luka yang kembali mengeluarkan darah setelah seharian kemarin ia merawatnya "Bisa hati-hati nggak sih?"
Dika terpejam saat merasakan perih menyengat lukanya "Kamu pernah ikut ekstrakulikuler PMR?" ujar gadis tomboy itu mencoba mengalihkan pembicaraan.
Zahra memutar bola mata "Jangan mengalihkan pembicaraan, Mauria!" Dika terkekeh kecil saat mendengar si gadis cantik membentaknya dengan cukup tegas "Iya, aku bisa hati-hati. Tapi terkadang jatuh itu tidak bisa dihindari" jawab Dika dengan nada tenang meskipun Zahra tengah membersihkan lukanya.
Kembali membungkus luka di lengan Dika dengan mengenakan perban yang baru, Zahra kemudian menatap si gadis tomboy dengan tatapan serius "Bagaimana bisa jatuh?" ujar Zahra dengan nada lelah.
Zahra melihat Dika mengusap lehernya sebelum menjawab "Tadinya aku mau nyender ke tembok, tapi kursinya nggak seimbang. Jadi.. ya gitu lah" jelas si tomboy dengan nada ragu disetiap katanya.
Zahra hanya bisa memutar bola matanya ke belakang saat mendengar penjelasan itu "Gimana hafalan Al-Qurannya?" tanya gadis cantik itu kemudian.
"Umm.. Sedikit sulit sih sebenarnya" aku si tomboy sambil lalu menidurkan dirinya di atas paha milik Zahra yang hanya terbungkus dengan celana pendek karena cuaca malam ini cukup panas.
Terkekeh sedikit karena merasakan geli di atas pahanya, Zahra kemudian mengusap rambut panjang milik Dika dengan lembut "Mau kubantu?" saat mendengar pertanyaan itu terlontar begitu cepat seperti Zahra tidak memikirkannya, Dika kemudian menampakkan ekspresi heran dengan cepat "Kamu mau bantu? Serius?" ujar gadis tomboy itu dengan nada antusias.
Zahra menjatuhkan tangannya ke bahu lebar milik Dika dan mengusapnya perlahan. Entah mengapa Zahra menyukai kegiatan ini "Ya. Kupikir kalau kamu membantuku untuk mengajariku menghajar seseorang, maka aku harus mengajarimu sesuatu sebagai gantinya"
Dika menahan tangan lembut milik Zahra yang hampir saja menyentuh rahangnya lalu kemudian mengalihkan tangan si cantik ke lengannya "Ya. Kupikir itu akan setimpal" jawab si tomboy sambil lalu menyatukan kedua telapak tangan mereka sebelum akhirnya melanjutkan "Jadi, bagaimana pelatihan pertamamu?"
Zahra memisahkan kedua tangan mereka yang berkaitan karena merasakan sesuatu yang tidak wajar, lagi di dalam dadanya untuk ke sekian kalinya.
Sambil menaruh tangannya di samping tubuh Dika karena ia tidak ingin untuk menyentuh gadis tomboy itu lagi meskipun ia memang menyukainya, Zahra menjawab dengan suara kecil "Latihan pertamaku berjalan dengan baik dan aku lelah sekali" Dika terkekeh saat mendengar jawaban melebih-lebihkan itu sambil kemudian terbangun dari paha si cantik hanya untuk menjatuhkan gadis cantik itu ke sampingnya lalu kemudian memeluknya dengan cepat "Kalau gitu, tidur. Selamat malam"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
![](https://img.wattpad.com/cover/202070093-288-k967923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing