BIG SIN - Twenty Nine

1.3K 55 7
                                    

Multimedia: Khumaira dan Mauria :)

*-----*

               Zahra menguap bosan untuk yang kesekian kalinya. Seharian ini ia sendirian di kobong karena Dika harus pergi mensurvei tempat ujian kenaikan tingkat para pesilat yang akan dilaksanakan setelah ujian kenaikan kelas dilaksanakan. Yang artinya sekitar seminggu dari sekarang, Zahra akan di siksa kembali oleh para seniornya di keluarga pencak silat.

Meskipun begitu, Zahra tetap bersyukur karena nyatanya ia masih bisa bertahan sampai ke titik ini. Sambil merangkai memori yang sempat ia lakukan di keluarga silat, Zahra mengapungkan buku teori silat milik Dika di hadapan wajahnya. Tulisan rapi milik Dika selalu saja membuat Zahra kagum. Biarpun nyatanya tulisan Zahra juga termasuk cukup cantik, tapi melihat ada tulisan yang lebih cantik dari miliknya merupakan hal yang sulit di terima oleh hatinya.

Iya, ia mengaku kalau ia iri. Puas?

Zahra kembali menguap. Duh, seberapa lama lagi sih Dika pergi?
Zahra lelah menunggu. Ia enggan di tinggalkan Dika seperti ini. Gadis itu ingin Dika selalu ada di sampingnya.

Zahra menggeleng seketika. Apa? Apa yang dia pikirkan barusan? Apa dia benar-benar sudah se jatuh ini pada Dika? Bukankah semua ini tidak wajar adanya? Apakah ia benar-benar sudah se jatuh ini pada Dika? Pertanyaan itu terus terngiang di dalam kepalanya persis seperti sebuah kaset rusak yang tidak bisa berhenti.

Jika dia sudah jatuh seperti ini, harus bagaimana ia?


*BIG SIN 2020 by Riska Pramita Tobing*


               Sudah hampir satu minggu ini Dika dan Zahra tidak berkomunikasi dengan layak. Satu diantara keduanya pasti memiliki kesibukan masing-masing sehingga membuat mereka kesulitan untuk menjaga keharmonisan yang ada diantara keduanya. Contohnya saja dua hari yang lalu saat Dika meminta bantuan kepada Zahra untuk menghafal beberapa kosa kata bahasa Arab yang akan di ujiankan di esok hari tapi Zahra justru sibuk menghafal gerakan silat yang ternyata belum ia kuasai dengan benar.

Bukan hanya itu, keduanya jadi jarang sekali saling berbagi tawa seperti sebagaimana biasanya dan sekarang mereka tampak asing bagi satu sama lainnya. Zahra bahkan masih saja kebingungan untuk mencari tofik pembicaraan yang sekiranya akan menarik perhatian Dika sementara gadis tomboy itu sendiri sedang tampak sibuk dengan buku yang ada di atas meja.

Zahra merasa ada jarak yang membentang diantara keduanya meskipun nyatanya mereka hanya terpisah sebatas lengan. Selain itu, Zahra juga merasakan ada dinding tak kasat mata yang dibangun oleh Dika untuknya. Sebelumnya, biarpun Dika tampak sesibuk direktur yang memiliki sejuta cabang perusahaan, ia akan tetap mengobrol dengan Zahra ataupun hanya sekedar mencuri pandang pada gadis cantik itu.

Tapi sekarang, jangankan mengobrol ria menceritakan semua kisah yang seperti biasa. Melirik saja, Dika tampak enggan. Hal itu tentunya menimbulkan sebuah tanda tanya besar di atas kepala milik Zahra soal betapa besarnya perubahan Dika yang ditunjukan gadis itu padanya.

Zahra tahu ada sesuatu yang tidak benar diantara hubungan mereka berdua. Meskipun sebenarnya Zahra selalu saja sadar bahwa hubungan mereka berdua memanglah tidak pernah benar, tapi kali ini semua ketidak-benaran itu tampak nyata diantara kedua bola mata Zahra yang sedari tadi menatap fokus pada Dika.

"Bagaimana hafalanmu?" tiba-tiba saja Dika melirik sekaligus memberi Zahra sebuah pertanyaan. Membuat gadis cantik yang sedari tadi memperhatikan Dika dalam diam itu jadi sedikit tersentak karenanya.

Zahra menggaruk belakang tengkuknya untuk menghilangkan rasa gugup yang ada "Kupikir aku sudah mulai bisa mengatasi ketertinggalannya" jawab gadis itu setelah lebih dulu memejamkan mata untuk mengatur debar jantungnya.

Dika mengangkat tangan untuk menutupi bibirnya sambil sekaligus menopang dagu "Syukurlah" ujarnya dengan nada tenang tanpa ingin melepaskan pandangan mereka yang sempat terpisah selama beberapa hari terakhir.

"Terimakasih sudah membantuku menghafal semua materinya" Zahra mengatakan itu dengan ekspresi berbinar yang penuh dengan keceriaan, tapi Dika hanya mengedutkan sudut bibirnya untuk memperlihatkan senyum pahit meskipun itu tertutup oleh sebagian dari jemari panjangnya.

"Ada ap.."

"Setelah Ujian Kenaikan Tingkat berakhir, Mama akan memintaku untuk beralih sekolah dari sini" belum sempat Zahra menanyakan apa yang salah dengan Dika, gadis tomboy itu sudah memuntahkan jawabannya dengan cepat seolah ingin menikam hati Zahra dengan ucapannya dan nyatanya gadis tomboy itu benar-benar menikam Zahra tepat di ulung hatinya.

Jadi ini alasan Dika menjauh dari Zahra?

"Mama berkata kalau aku tidak boleh menjaga jarak dari Rafael agar beliau tidak perlu khawatir" Dika masih mengatakan itu tanpa bernada, tapi Zahra bisa melihat ada sedikit sorot sedih di kilauan mata Dika yang tampak lebih gelap di malam ini.

"Seberapa besarpun aku meminta agar aku tetap bersekolah di sini dan membiarkan Rafael pergi ke kampus idamannya yang jauh dari sini, Mama tetap kukuh untuk mendekatkan kita berdua hanya karena alasan khawatir" gadis tomboy itu terkekeh, tapi setitik air mata jatuh ke pipinya yang semakin mengecil.

Dengan cepat, Dika menghapus air mata yang melewati pipinya dengan kasar "Terkadang aku ingin tertawa pada semua tingkah berlebihan beliau. Apa beliau tidak pernah tahu bahwa aku bisa menghajar siapapun yang berani menggangguku?" lagi, Dika menyeka air yang terus-terusan menuruni pipinya. "Aku harus meninggalkanmu di sini, Khumaira" dan Zahra terpejam saat mendengar kata itu akhirnya terucap pula dari bibir milik Dika.

Zahra bisa merasakan satu usapan kecil di pipinya yang chubby "Aku harus menyerah dengan semua prinsifku yang pernah mengatakan bahwa aku akan menjagamu di setiap langkah yang kamu tempuh, Khumaira" satu kecupan di kening Zahra membuat gadis cantik itu akhirnya menyerah dengan air mata yang sedari tadi berlomba untuk keluar dari kelopaknya.

Zahra menghambur ke dalam pelukan Dika dan meneriakkan semua kecewanya di dalam dada. Gadis cantik itu membenamkan semua rasa sakitnya di dalam sebuah isakan yang tak tertahankan. Zahra tidak ingin berpisah dari Dika. Ia tidak mampu.

Zahra sudah jatuh cinta padanya. Zahra tidak akan menutupi lagi semuanya, ia mengaku bahwa ia jatuh cinta pada sesama wanita, ia mengaku bahwa ia melakukan dosa besar pada Tuhannya, ia mengaku bahwa ia lalai akan perintah Tuhan dan bahkan mendobrak semua peraturan Sang Kuasa untuknya dan Zahra sudah tidak ingin menyangkal semua itu lagi.

Ia mengaku.

Zahra sudah jatuh hati pada Dika.

"Aku tidak ingin kita berpisah, Khumaira. Percayalah. Aku jatuh hati padamu. Biarpun Tuhan melarangku untuk begitu, tapi hatiku memberontak untuk peraturan yang Ia berikan" Zahra merasakan satu usapan lain di pipinya "Aku mengaku bahwa aku jatuh cinta kepadamu" dan Dika menempelkan bibirnya pada bibir Zahra yang ranum, menyatukan semua rasa cinta yang ada meskipun mereka sadar bahwa keduanya tengah melakukan dosa besar pada Tuhannya.

"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai"

-Khumaira Azzahra

-Mauria Mahardika Sadewa

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang