BIG SIN - Twenty Three

1.4K 60 0
                                    

Multimedia: I'm here, Khumaira.

*-----*

          Zahra terbangun dengan perasaan enggan yang bersinggah diseluruh tubuhnya. Gadis cantik itu kemudian mendapati kekosongan di kobongnya, hal aneh yang tentunya membuat Zahra langsung berdiri untuk melihat bahwa barang-barang milik Dika menghilang entah kemana. Zahra menggelengkan kepala lantas mengusap matanya berkali-kali untuk memastikan bahwa penglihatannya berfungsi dengan baik dan ternyata gadis tomboy itu benar-benar hengkang dari kehidupannya.

Dengan perasaan takut, Zahra mengambil kerudung miliknya lantas berlari ke ruang informasi untuk mendapati bahwa ruangan tersebut belum dibuka karena waktu masih menunjukkan pukul 04:12 pagi. Zahra meruntuk kecil di dalam hati. Apa gadis tomboy itu marah padanya hanya karena perdebatan mereka semalam?

Zahra memang sadar kalau dirinya sudah menghajar gadis tomboy itu dengan kata-kata pedasnya, tapi Zahra tidak pernah berpikir bahwa Dika akan pergi dari kehidupannya karena debatannya. Ayolah!! Ini Mauria Mahardika Sadewa yang adalah orang paling keras kepala di atas dunia! Mana mungkin gadis tomboy itu menyerah hanya dengan debatan Zahra semalam kan?

Dengan pemikiran seperti itu, Zahra berlari menuju ruangan khusus pesilat yang berada di paling ujung lorong. Meskipun nyatanya napas gadis cantik itu terengah karena kelelahan, Zahra tetap tidak menemukan seseorang di sana dan sekarang gadis cantik itu hampir kehilangan harapan untuk keberadaan Dika.

Apa benar Dika pergi meninggalkannya?

Zahra terpejam dengan perasaan takut yang menghinggapi hatinya begitu saja. Gadis cantik itu bahkan sempat terisak di dalam dadanya hanya karena ia sudah merasakan bahwa ia kehilangan seseorang yang Zahra ingin untuk tetap bersama "Zahra?" karena merasa namanya disebutkan, Zahra melirik pada sosok yang mendekat padanya.

"Kamu sedang apa?" Zahra yakin betul kalau kedua gendang telinganya menangkap suara milik Rafael, tapi sayangnya wajah pemuda itu masih terhalangi oleh gelapnya pagi sehingga membuat Zahra jadi berdebat sendiri terhadap penglihatannya yang terasa meragukan.

Langkah kaki milik sosok itu semakin mendekat padanya disertai dengan ujaran keheranan darinya "Kamu cari mati? Kenapa kamu keluar pagi-pagi buta seperti ini?" namun yang didapati olehnya bukanlah sosok Rafael, tapi merupakan sosok Dika yang sedari tadi dicari olehnya.

"Mauria?" ujar Zahra tidak yakin dengan apapun yang ia lihat di hadapannya. Zahra bisa melihat kalau Dika semakin mengikis jarak yang ada diantara mereka "Mauria?" lagi, Zahra berujar membuat gadis tomboy itu semakin mendekat padanya "Mauria..."

"Khumaira! Bangun!!" Zahra tersentak saat ia merasakan guncangan di bahunya. Gadis itu kemudian menatap nyalang pada siapapun yang membantunya bangkit dari mimpinya yang buruk. "Kamu kenapa?" penglihatan Zahra masih buram karena banyak sekali air mata di kantungnya, tapi Zahra yakin betul bahwa suara itu milik Dika "Khumaira?" dan lagi, siapa yang berani memanggilnya dengan 'Khumaira' jika saja orang itu bukan Dika seorang?

"Mauria?"

"Aku di sini.."

"Kamu nggak pergi kan?"

"Pergi? Pergi kemana?"

"Kamu benar-benar di sini?"

Zahra bisa merasakan usapan lembut di pipinya "Kenapa kamu menangis?" dan lagi, ujaran kasih sayang itu didengar oleh kedua gendang telinganya sehingga membuat Zahra melirik perlahan hanya untuk mendapati bahwa Dika sedang dibalut dengan mukena sambil memeluk tubuhnya yang menggigil entah kenapa.

"Mauria?" lirih Zahra untuk yang kesekian kalinya.

"Kamu mimpi buruk?" Zahra mengangguk untuk memberikan jawaban pada si tomboy lantas segera merapatkan diri pada tubuh Dika yang hangat kemudian menetap di sana untuk meminta ketenangan yang memang selalu ia dapatkan darinya. Benar saja. Hanya dalam hitungan detik, Zahra bisa mendapatkan apa yang ia cari.

Gadis cantik itu masih terpejam di dalam pelukan Dika dan ia juga bisa merasakan ada usapan lembut di rambut panjangnya "Tenang dulu deh ya" ujar gadis tomboy itu membujuk dan Zahra memberanikan diri untuk mengangkat pandangan pada gadis yang menempel dengannya.

"Kamu benar-benar ada di sini" ujar Zahra masih dalam bisikan yang serupa.

Dika mengangguk mengiyakan ujaran si cantik padanya. Gadis tomboy itu kemudian mendudukkan Zahra dihadapannya lantas segera membuka mukena untuk memperlihatkan potongan rambutnya yang baru.

Dika memangkas rambutnya habis. Gadis tomboy itu menghabiskan rambut panjangnya dan hanya menyisakan potongan rambut undercut yang membuat Zahra jadi tidak ingin untuk mengenyahkan pandangan darinya "Khumaira!" ujaran disertai tepukan ringan di pipi chubby miliknya berhasil membuat si cantik tersadar dari apa yang ada di kepalanya sehingga membuat Zahra jadi terkekeh canggung karena kedapati sedang memperhatikan Dika dengan seksama.

"Kamu ini mimpi apa sebenarnya?"

Lagi, Zahra tersentak karena mendapati sentuhan tangan lembut di pipinya sehingga membuat Zahra sedikit terdentak karenanya "Bukan apa-apa" jawab si cantik ambigu.

"Kamu kapan pangkas rambut?"

"Semalam. Aku kalah tarung dari Rafael dan taruhannya ini. Siapapun yang kalah, harus mencukur habis rambutnya" jawab si tomboy seraya membenarkan poninya yang tidak mau diam.

Pengakuan itu membuat Zahra terkekeh lembut "Makanya jangan sombong jadi orang. Pake nantang Rafael segala" balas Zahra masih dengan kekehan yang serupa dan Dika hanya bisa menatap si cantik dengan wajah datar.

Setelah puas tertawa, Zahra mengusap poni milik Dika yang lagi-lagi jatuh ke atas matanya "Kamu mirip dengan dia" ujar Zahra setelah memperhatikan wajah milik si tomboy dengan seksama.

"Dia? Dia siapa?" balas Dika tak mengerti.

"Rafael"

Dika mengerutkan kening karena itu "Apa kamu belum tahu kalau dia Abangku?"

Zahra berani bersumpah atas nama Tuhan bahwa ia merasakan lehernya berderak dan kemudian sakit hanya karena menoleh sangat cepat terhadap gadis yang berada di serong kanan depannya itu. Dengan tampang tidak mengerti, Zahra mendelik pada Dika untuk mencari ekspresi bercanda. Namun, meskipun Zahra mencarinya sedetail mungkin, gadis cantik itu tetap tidak bisa menemukan apa yang ia cari dari sana.

"Kamu benar-benar saudara kandung dengan Rafael?" ujar Zahra masih dengan tampang tidak percaya yang menghiasi wajah cantiknya.

Dika menggeleng tidak percaya "Apa kamu nggak tahu nama panjang Rafael?" ujar si tomboy yang mendapat jawaban gelengan dari gadis di hadapannya. "Rafael Mahardika Pratama. Dia satu tahun lebih tua dariku, Khumaira" jelasnya yang membuat Zahra jadi menggeleng seketika.

"Pantas dalam mimpiku tadi ada kamu dan dia" bisik Zahra sehingga membuat Dika melirik padanya hanya untuk memastikan hal yang didengarnya "Jadi, kamu memimpikanku dan Rafael?" ujar Dika dengan alis terangkat satu.

"Abang, Mauria. Dia itu Kakakmu" bukannya menjawab, Zahra malah menengur si tomboy dengan nada tegas yang membuat Dika jadi memutar bola matanya ke belakang karena enggan "C'mon! dia hanya satu tahun lebih tua dariku. Lagipula kelakuannya masih seperti bocah berusia tiga tahun. Aku tidak pantas untuk menyebutnya sebagai Abangku" balas si tomboy dengan menggerutu.

"Abang, sayang. Dia itu Kakakmu" ujar Zahra seraya mengecup rahang Dika sehingga membuat si empunya jadi melirik dengan segera padanya "Apa tadi kamu bilang? Sayang?"

Matilah!!

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang