Multimedia: Khumaira Azzahra
*-----*
"Sekian untuk pengumuman kali ini, jangan lupa minggu depan semua ekstrakulikuler akan menampilkan demo untuk para siswa dan siswi baru" lelaki berbadan tambun dengan pembawaan tegas itu akhirnya turun dari mimbar, membuat semua peserta upacara mengucapkan kata syukur karenanya.
Zahra ikut menghela napas panjang saat akhirnya tambahan pengumuman setelah upacara dari bapak guru bimbingan konseling itu sampai dititik akhir. Gadis itu hanya bisa meringis saat merasakan pegal di lututnya karena sudah hampir dua jam ia berdiri. "Yaampun.." bisik gadis cantik itu saat ia berjalan menuju kelasnya.
Tiba-tiba saja, satu lengan kuat melilit ke atas pundaknya dan Zahra tidak perlu melirik untuk mengetahui kalau cengkraman itu dilakukan oleh Dika kepadanya "Kamu kenapa ngikutin aku ke kelas bahasa? Kan kamu nggak ada pelajaran bahasa hari ini?" ujar Zahra sambil mencoba membuka lilitan lengan milik Dika yang hasilnya hanya nihil belaka.
Zahra bisa merasakan satu tarikan lembut di lehernya, hal yang tentunya membuat si gadis cantik jadi melirik pada wajah tegas milik Dika yang hanya berjarak beberapa senti darinya "Apa sih?" protes Zahra sambil mencoba menghilangkan perasaan aneh di dalam dadanya karena si tomboy justru menariknya ke dalam toilet khusus wanita.
Zahra hanya mempasrahkan diri saja pada si tomboy yang sekarang tengah menyandarkan tangannya pada dinding dan mengurung tubuhnya di antara kedua lengannya "Jangan berani-berani untuk makan pedas lagi" ujar si tomboy di antara gigi-gigi sempurnanya yang bahkan tidak terbuka.
Perintah dari Dika membuat gadis cantik itu jadi mengerutkan kening "Memangnya kenapa? Aku kan suka makanan pedas" ujar Zahra dengan nada tenang yang justru membuat Dika jadi menampakkan ekspresi keras karenanya.
"Salah satu teman dekat kamu kemarin datang menjenguk ke kobong dan bilang kalau kamu itu punya penyakit lambung yang sudah tergolong parah, Khumaira. Apa yang ada dipikiran kamu sehingga kamu berani memakan makanan pedas seperti itu padahal kamu tahu kalau kamu akan sakit setelah kamu makan, eh?"
Zahra terdiam membisu.
Ada banyak hal yang tidak ia sukai dalam situasi sekarang. Pertama; ada debaran tidak menentu di dalam dadanya. Kedua; Zahra tidak ingin kalau gadis tomboy itu menaikkan nada bicara seperti ini kepadanya. Ketiga; harum parfum milik Dika tercium sangat jelas di hidung mancungnya dan itu sangat amat mengganggu. Keempat; Dika terlalu dekat padanya. Dan hal terakhir serta hal tergila yang ia tidak sukai adalah; ada perasaan dimana Zahra ingin mendekap tubuh tegap milik Dika dan mencium semua aroma manis yang keluar dari tubuhnya, ada perasaan dimana Zahra ingin tetap terus berdua dengan Dika, dan lagi ada perasaan dimana Zahra ingin mencium bibir milik Dika yang terlihat merah dan basah.
Dan semua itu terjadi.
Dimana tangan berisi milik Zahra tiba-tiba saja berinisiatif sendiri untuk memeluk tubuh jangkung dan tegap milik Dika, dimana hidung mancung miliknya menghirup semua aroma manis dari si tomboy, dan dimana bibir miliknya berjumpa dengan bibir lain yang terasa sangat manis dan memabukkan.
*--BIG SIN 2019 by Riska Pramita Tobing--*
Zahra menbenturkan kepalanya kepada sejadah yang sedari tadi ia lihat. Gadis itu menangis dalam diam saat ingat apa yang sudah ia lakukan beberapa jam yang lalu. Zahra tidak bisa menerjemahkan akalnya sendiri saat ia mengingat setiap detil dari dosa besar yang sudah ia lakukan.
"Ya Allah. Kenapa harus aku?" bisik Zahra dengan isakannya di antara sujud yang bahkan sudah mulai terasa sakit karena keningnya terus-terusan bergesekan dengan kain sejadah yang tidak terlalu lembut. Tanpa bisa menahan diri, gadis cantik itu meraba bibirnya sambil mengingat setiap kecupan lembut yang diberikan Dika padanya.
Gadis itu meruntuk "Aku memelihara hati serta tubuhku untuk calon suamiku, Ya Allah. Kenapa Engkau membiarkan para setan merasuki isi hatiku sehingga aku peduli sampai akhirnya membuatku jatuh hati pada sosok seperti dia? Kenapa pula Engkau membiarkan aku melakukan dosa sebesar ini pada_Mu?" isak tangis Zahra sudah sampai pada ambang batas dimana gadis itu sudah lelah dan juga malu terhadap dirinya sendiri sehingga membuat si cantik hanya bisa terdiam di antara penyesalannya.
Zahra bahkan masih ingat ekspresi terkejut yang ditampakkan Dika setelah gadis cantik itu melepaskan belitan lengannya di antara leher milik si tomboy sembari mengakhiri sesi ciuman yang sempat terjadi di antara keduanya. Zahra ingin menghilang dari atas muka bumi ini karena perasaan malunya.
Bagaimana bisa ini semua terjadi? Zahra bahkan hampir lupa dengan apa yang ada di dalam isi kepalanya saat ia melilitkan lengannya ke leher jenjang milik Dika yang tertutupi hijab dan menempelkan bibir mereka.
Zahra hanya bisa mengingat bagian dimana dirinya memperdalam ciuman di antara keduanya dan bahkan sempat mendesah kenikmatan karenanya.
Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya?
Dengan isak tangis yang masih tersisa, Zahra bangkit dari sujudnya lantas mengucapkan betapa menyesalnya ia telah melakukan hal itu.
Zahra bahkan tidak yakin bahwa dirinya harus ditempatkan di tempat yang sama dengan Dika setelah kejadian itu. Haruskah ia beralih ke kobong lain dan menjauh dari Dika supaya mungkin saja perasaan ini bisa pergi?
Tapi Zahra sudah tinggal di sini selama tiga tahun. Zahra sudah mencintai kobongnya. Gadis itu sudah memiliki banyak memori di sini, ia tidak mungkin menyerahkan semua memori itu pada Dika. Tapi apa mungkin Zahra bisa untuk menghentikan perasaan tidak benar ini disaat dirinya harus terus-terusan berinteraksi dengan gadis tomboy itu sendiri?
Apa mungkin Dika akan mengalah dan memilih kobong lain? Ah! Tidak mungkin! Pikir Zahra kemudian.
Gadis cantik itu masih betah di atas sejadah saat ia mendengar pintu terbuka disertai dengan ucapan salam dari suara serak yang selalu saja menghantuinya. "Khumaira?" Zahra terpejam saat merasakan desiran itu kembali datang ke seluruh pembuluh darahnya.
"Ya?" jawab Zahra masih mencoba untuk beristighfar dan mengingatkan dirinya sendiri untuk berhenti merasakan perasaan tidak wajar ini pada si tomboy.
Zahra bisa mendengar langkah tenang mendekat "Kamu kenapa?" nada peduli yang dikeluarkan si tomboy dari bibirnya nyatanya tidak menolong sama sekali karena nada itu justru membuat Zahra jadi ingin melirik padanya.
Tanpa bisa menahan diri, gadis cantik itu menubrukkan kedua manik mereka "Aku sudah merasa lebih baik sekarang" gumam Zahra dengan suara serak yang tertahan di kerongkongan.
"Apa kamu sedari tadi menangis?" Dika mendekat dan duduk bersila di hadapannya hanya untuk mengusap pipi tembam milik Zahra dengan ibu jarinya, hal yang membuat gadis cantik itu terpejam saat merasakan sentuhan itu menimbulkan kenyamanan tersendiri.
"Dengar, kalau kamu menangis karena apa yang terjadi tadi, aku tak mempermasalahkan itu. Serius." dan Zahra mengubur wajahnya ke lekukan leher milik si tomboy.
"Harus bagaimana aku, Mauria? Aku tidak mungkin melakukan ini denganmu. Perasaan yang aku miliki tidak wajar, Mauria.. harus bagaimana aku?"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
![](https://img.wattpad.com/cover/202070093-288-k967923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN (COMPLETED)
Teen Fiction"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan perasaan cinta ini tumbuh pada seorang hamba yang bahkan tidak bisa aku cintai?" BIG SIN by Riska Pramita Tobing