BAB 42

125K 9.1K 259
                                    

Love dulu buat part ini ♥️♥️

Jangan lupa makan 🤗

****

Kamu tahu kenapa menikah membutuhkan dua orang? Itu untuk berbagi beban. Karena memikul beban sendirian itu berat.
-
-

Hari ini Afiqah sudah bisa pulang dari rumah sakit. Mengingat kondisinya sudah sehat, kemarin ia juga hanya kecapean karena terlalu banyak beban pikiran dan kelelahan. Saat ini mereka berjalan keluar dari rumah sakit. Tangan Arsena tak henti menggenggam Afiqah.

Ketika mereka melewati taman rumah sakit. Afiqah tak sengaja melihat bunga yang cantik. Mawar pink yang putih keoren-orenan. Afiqah terpesona dengan bunga itu. Tanpa sadar langkah kaki Afiqah berhenti, otomatis Arsena juga mengikuti.

"Ada apa dek?" Tanya Arsena.

"Mau bunga itu mas? Petikkin ya?" Mohon Afiqah penuh harap. Arsena menghela napas, ia menahan diri untuk tidak mengeluh. Mereka berjalan menuju bunga itu.

"Bunga yang ini dek?" Tanya Arsena. Afiqah mengangguk membenarkan.

Baru saja Arsena ingin memetiknya, tangan Afiqah lebih dahulu menghentikannya. Hal itu membuat Arsena menatap Afiqah bingung. Bukannya tadi gadis itu yang memintanya untuk memetik bunga tapi kenapa sekarang malah dilarang.

"Bukan bunganya doang mas tapi sekaligus akarnya."

"Apa?" Ujar Arsena syok. Ia tidak mengerti dengan keinginan Afiqah. Katanya mau Bunga giliran mau dipetikin ternyata gadis itu mau semuanya.

"Semuanya mas sama batang-batangnya Sama akar-akarnya biar bisa di tanem di rumah." Arsena menghela napas sabar. Jadi seperti ini menghadapi keinginan ibu hamil, pantas saja dulu kakaknya Ahwan sampai gila.

"Kita beli saja yuk dek. Ngak enak kalau ngambil di rumah sakit. Sama aja nyolong dek ngak baik." Ujar Arsena yang merasa tidak masuk akal dengan keinginan istrinya. Kenapa harus mencabut tanaman di rumah sakit jika ia bisa membeli bahkan kebun mawarpun akan ia beli jika gadis itu ingin.

"Maunya itu."

"Beli aja ya dek, terserah kamu deh mau beli berapa aja atau kamu mau beli tokonya juga tidak apa-apa uang mas cukup buat itu." Mendengar itu Afiqah kesal. Ia tidak suka dengan Arsena yang selalu membanggakan uangnya yang banyak itu, ia tahu selain menjadi polisi Arsena memiliki beberapa cafe dan juga saham di kantor ayahnya. Tapi bukan berarti semua hal bisa di beli dengan uang termasuk ngidamnya.

"Ngak mau." Afiqah bersedekap kemudian membalikkan tubuhnya dari Arsena. Ia enggan menatap Arsena. Hatinya kesal, karena keinginannya tidak dituruti.

"Kamu ngambek dek?" Pertanyaaan yang membuat Afiqah tambah kesal. Udah tau marah masih saja nanya. Padahal kemarin siapa coba yang bilang gini 'Jangan pernah ragu untuk meminta kepadaku untuk membahagiakanmu.' Tapi sekarang pria itu seolah lupa dengan apa yang diucapkan. Semua pria sepertinya suka begitu, berjanji lalu lupa dengan apa yang di katakannya. Tanpa sadar Afiqah menangis, air matanya turun tanpa ia minta.

"Kamu nangis dek?" Afiqah tambah menangis mendengar itu. Gadis itu membalikkan badan dari Arsena ketika pria itu menariknya agar menghadap Arsena. Kenapa Arsena tidak peka sekali? Kenapa tidak mau menuruti keinginannya? Tepat saat itu ponselnya berbunyi, nama Andreas muncul disana.

From: Andreas.

Ada waktu? Aku ingin bertemu dan meminta maaf....

Tangan Afiqah bergetar membaca itu. Ia jadi teringat kejadian dimana Andreas melukainya waktu itu, ia takut jika hal itu akan terulang kembali. Ia berusaha untuk tenang, ia tidak ingin Arsena tahu kegelisahannya. Tanpa membalas pesan itu Afiqah meletakan ponselnya kembali ke dalam tas. Ia akan membalasnya nanti. Sekarang yang terpenting ia hanya ingin mawar cantik itu.

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang