BAB 36

133K 10.4K 352
                                    

Love dulu buat part ini ♥️♥️

***

Cinta kita tidak benar, cinta kita didasari oleh nafsu. Karena kita memulainya dengan tidak benar, sebaik apapun makna pacaran, jika tidak didasari komitmen, kedewasaan dan tanggung jawab itu tak akan sanggup menggetarkan Arsy yang agung untuk menjadikan kita pecinta yang sejati. Itulah sebabnya kenapa hanya ada luka dan tangis, karena cinta kita datangnya bukan dari Allah. Maka dengan cepat pula Tuhan merenggut cinta itu.

-
-

Arsena menatap tajam Andreas. Saat ini ia berada di tempat penahan sementara. Mereka duduk berdua saling berhadapan satu sama lain. Ia berusaha memendam rasa amarahnya. Baginya sia-sia jika ia datang dengan penuh emosi, yang terjadi bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah. Selama pengalaman hidupnya dari pada marah dan menjadi brutal lebih baik menjadi orang tenang, karena dulu ia pernah meninggalkan keluarganya akibat kesalahpahaman dan ia sudah terlanjur membenci ibunya sendiri. Padahal semua itu tidak seperti yang ia pikirkan, ibunya ternyata juga mencintainya sama seperti mencintai Ahwan kakaknya. Dari hal itu Arsena belajar untuk menjadi orang sabar.

"Saya minta baik-baik untuk tidak mendekati Afiqah lagi dan jangan mengganggunya!!" Arsena mengatakan itu dengan tenang.

"Kamu tidak bisa mengatur hidup saya." Balas Andreas sengit.

"Kamu juga tidak berhak menggangu Afiqah, karena kamu bukan siapa-siapa dia lagi." Ucapan Arsena telak membuat Andreas diam.

"Semua itu karena kamu yang telah merebutnya dariku. Andai saja tidak ada dirimu pasti aku dan Afiqah akan bahagia sekarang. Tapi kenyataan Semua wanita ternyata sama saja mereka akan mudah berpaling jika bertemu pria yang lebih baik." Andreas menjelekan Afiqah, ia sudah terlanjur sakit hati pada gadis itu. Gadis pertama yang telah membuat hidupnya berwarna sekaligus suram.

"Kamu salah, sayalah yang memaksa Afiqah menikah dengan saya. Bahkan dia menikah denganku untuk melindungimu waktu itu agar kamu tidak di keluarkan dari sekolah." Andreas menatap Arsena dengan penuh tanda tanya seakan tidak mengerti.

"Dia menikah dengan saya karena sebuah perjanjian. Dengan isyarat saya bersedia membantu kalian agar tidak di hukum kepala sekolah karena telah membolos. Dan dia juga melindungimu dari kemarahan ayahnya, jika seandainya pria paruh baya itu tahu betapa brengseknya dirimu yang hampir merusak anak semata wayangnya mungkin hanya tinggal nama saja dirimu. Seharusnya kamu berterimakasih kepada gadis itu bukan melukainya dan menuduhnya yang tidak-tidak. Dan juga gara-gara kamu dia jadi tidak ingin melanjutkan kuliah. Dia sudah terlanjur malu akibat ulah berengsekmu." Ucapan itu membuat Andreas terpaku, timbul rasa bersalah yang amat besar di hatinya. Arsena berdiri dari kursi yang didudukinya. Ia amat jengah di sini. Udara terasa sangat panas di tubuhnya.

"Ini peringatan terakhir untukmu! Jika kamu mendekati kehidupan Afiqah lagi maka aku tak akan segan untuk membunuhmu dengan pistolku tepat di kepalamu." Arsena menarik kerah baju Andreas sambil mengatakan itu. Ia masih menahan kesabaran untuk tidak memukul Andreas. Ia bukan pria lemah yang hanya bisa baku hantam. Tapi ia hanya tidak ingin mengotori tangannya untuk melukai anak kecil yang umurnya jauh dengan dirinya. Itu sama saja dirinya pengecut karena melawan lawan yang tidak sepadan.

Kemudian Arsena meninggalkan sebuah surat yang Afiqah titipkan padanya tadi untuk Andreas.

"Ini apa?" Tanya Andreas.

"Baca saja, ini dari Afiqah. Kalau begitu saya pergi dulu. Assalamualaikum." Kemudian Arsena pamit meninggalkan Andreas yang sedang membaca surat itu.

Teruntuk Andreas.

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang